Bagian 2

6.6K 253 2
                                    

#Korban_Kenikmatan_yang_Dicabut

#Malam_Tanpa_Mahkota

Bagian 2

***

Beberapa saat setelah kedatangan Rega, emak mulai terbangun. Lamat-lamat ia melihat sang anak duduk di sampingnya yang memegang tangan rentanya.

"Kapan ke sini, Ga?"

"Baru saja, Mak."

Pandangan emak teralih ketika menatap gadis yang duduk di sebuah sofa dan sedang memejamkan mata. Sesil terlihat pulas, mungkin ia lelah. Karena malam sebelumnya pun baru saja bergadang.

"Siapa dia, Ga?" ucap emak pelan, namun matanya nampak berbinar.

Rega terdiam sesaat, mencoba merangkai kata untuk sebuah jawaban terbaik bagi emak. Jangan sampai salah, meski jawaban apa pun akan ada resikonya.

Apakah harus berkata calon istri? Ah ... tidak, pikirnya. Sesil sangat jauh dari idamannya. Mau seperti apa rumah tangganya nanti bila sampai menikah. Andai berkata teman, itu sama saja membunuh kembali harapan emak. Pikiran-pikiran itu meracau di benak Rega.

"Ga ...," panggil emak melihat anak semata wayangnya itu terdiam.

"Dia .... " Diam sesaat. Hanya untuk menyebutkan siapa Sesil ternyata membutuhkan energi lebih banyak.

"Siapa?" tanya emak lagi seolah tidak sabar.

"Calon istri," jawab Rega spontan.

"Alhamdulillah ya Allah. Emak punya mantu." Mata dengan kelopak yang  berkerut itu tidak dapat membendung air mata haru. Keinginannya tercapai. Hanya ini yang diharapkan terucap dari anak semata wayangnya.

"Siapa namanya? Anggun ya. Jilbabnya panjang, kamu bisa banget cari calon istri."

Rega hanya tersenyum ketir. Sesil sungguh jauh dari sebutan anggun. Emak melarang saat Rega hendak membangunkan gadis itu.

***

.

.

Sang fajar mulai naik menampakan diri. Sayup-sayup adzan subuh terdengar. Malam tadi emak dan Rega tidak banyak bercengkrama. Setelah mendapat kabar gembira itu, ia kembali menikmati tidur yang pulas.

Sesil mengerjapkan mata, ketika ia merasa bagian kakinya ditepuk pelan.

"Bangun, sudah subuh," ucap Rega

"Aku masih ngantuk," jawab Sesil seraya memperbaiki posisi tidurnya mencari tempat yang nyaman.

Rega kembali menepuk kakinya. Lagi, Sesil hanya menggeliat.

"Shalat subuh dulu, waktunya seg habis."

Dengan malas, Sesil membuka mata,  lalu menguceknya pelan. Sejak kapan ia bisa bangun jam segini? Paling pagi ya jam sepuluh. Apalagi semenjak menjadi pengangguran, dia bisa tidur sepanjang siang, dan menikmati waktu di malam hari.

Saat nyawa sedikit berkumpul. Sesil. Menyadari ini sedang di rumah sakit, dan ia harus pintar memainkan peran. Buru-buru wanita itu bangun, kemudian memperbaiki jilbabnya yang tidak beraturan. Melihat ke arah ranjang, Emak sedang duduk dan menyambutnya dengan senyuman.

Sesil gugup. Ia terlihat bingung dan salah tingkah. Sesil beranjak dan menghampiri Emak. "Maaf ya, Bu. Saya ketiduran."

"Gak apa-apa, Neng. Pasti capek kan di jalan," jawab Emak.

"Iya, Bu."

"Sekarang kamu ke kamar mandi, cuci muka sekalian ambil wudhu."

"Saya lagi gak shalat, Bu," jawab Sesil berbohong. Ia lupa, kapan terakhir kali menjalankan kewajibannya. Sudah lama sekali berjalan jauh meninggalkan ibadah - ibadah itu.

After The Wedding DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang