Bagian 7

4.2K 205 4
                                    


"Jangan menangis! Bangun! Itu tanggung jawab kamu. Selesaikan!" ucap Rega dengan kata yang ditekankan.

Sesil menunduk dengan bahu yang masih berguncang, menandakan tangisnya belum reda. Rega yang masih diliputi amarah, berdiri dari duduknya dan mendekati sang istri, dengan kasar ia menarik tubuh Sesil dan memaksanya untuk bangun.

"Sakit, Kak," rintih Sesil. Wanita itu pun dengan lemas beranjak dan kini berdiri tanpa berani melihat suaminya.

Rega yang merasa tindakannya ini salah akhirnya keluar dari kamar hotel sekadar mencari udara segar dan berharap pulang dengan kondisi yang lebih baik.

Sesil pun memunguti serpihan ponselnya yang berserakan, kemudian memasukannya ke dalam kantong plastik, setelah itu ia beranjak ke kamar mandi dan menangis dengan deras di bawah kucuran air.

Hidupnya tidak pernah benar-benar baik-baik saja. Ia seperti sedang disileti sedikit demi sedikit hingga koyak dan nyaris hancur. Masih jelas diingatan bagaimana Sesil kecil tumbuh dengan kondisi yang memperihatinkan, pelecehan seksual yang didapat dari ayah tirinya tidak pernah sama sekali mendapatkan pembelaan sang ibu, ia justru disiksa karena dianggap memberitahukan hal yang tidak benar.

Saat kelas dua SMA adalah puncaknya. Ia nyaris saja berhasil diperkosa ayah tirinya yang bejat itu. Meski pada akhirnya bisa meloloskan diri dengan sebuah hantaman pot kecil yang membuat kepala pria itu bocor.

Sang ibu yang mendengar keributan sedikitpun tidak membela, ia memaki dengan kasar anak gadis satu-satunya itu dan setelahnya Sesil diusir tanpa sepeser pun uang.

Sean adalah malaikat penyelamat baginya, ia menampung Sesil hampir tiga bulan, setelah mendapatkan pekerjaan Sesil pun memutuskan untuk tinggal sendiri. Pagi dan siang ia pakai untuk sekolah, setelahnya sampai tengah malam ia bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah restoran. Ia pun sama sekali tidak pernah belajar sehingga nilainya anjlok, dan Sesil tidak peduli. Ia tidak memiliki harapan atau pun cita-cita.

Kini ia menyesal tidak pernah mengindahkan ucapan Sean untuk memilih teman bergaul dan menjaga lingkungannya. Sesil terlanjur terjerumus dan terpelosok cukup dalam.

Setelah selesai mandi, Sesil duduk terdiam di sebuah sofa sejenak, kemudian kembali beranjak mengambil bantal dan selimut. Ia memilih untuk tidur saja dan melupakan kejadian hari ini.

Sekitar jam sepuluh malam Rega kembali ke kamar dengan membawa satu kantong kresek makanan untuk Sesil, ternyata ia mendapati istrinya itu sudah pulas, ada perasaan bersalah hinggap di hatinya, ia memperlakukan Sesil cukup kasar tadi.

Ponselnya pun berbunyi, sebuah pesan masuk.

[Sudah membaik hatinya? Jangan terlalu dipikirkan ya. Good Nite. ❤]

Sebuah pesan dari seseorang yang selalu berhasil membuat raut wajahnya mendamba ketika menatap layar ponsel. Seseorang yang justru terasa dekat saat pernikahan mulai terjadi. Hanya sebatas dekat, tidak ada ikatan lain selain pertemanan. Tapi teman ini yang terkadang selalu bisa membuat senyum di wajahnya merekah.

Sesil mengerjapkan mata dan melihat Rega sedang berdiri di hadapannya menatap layar ponsel. Ia pun buru-buru terbangun.

"Kak ...," panggilnya lirih.

"Makanlah, aku belikan buat kamu," balasnya pelan namun masih dengan tatapan yang dingin.

Rega tidak langsung ke tempat tidur, ia duduk di sofa dimana Sesil berada. Sementara Sesil mengambil bungkusan makanan yang dibawakan suaminya itu, meski hatinya sedang terguncang, perutnya tetap tidak bisa diajak kompromi. Ia pun memakannya dengan lahap.

"Pelan-pelan makannya."

Sesil mengangguk pelan kemudian menghabiskan nasi itu dalam sekejap. Setelah merapikan sisa makanan, ia duduk di samping Rega dan saling diam. Melihat kemarahan Rega tadi masih membuatnya takut.

After The Wedding DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang