Bagian 3

5.4K 271 9
                                    

#Korban_Kenikmatan_yang_Dicabut

Malam Tanpa Mahkota

Bagian 3

Setelah melakukan tindakan, Sesil dapat pulang hari ini juga dan diberikan jadwal kontrol untuk minggu depan. Sepanjang jalan menuju rumah Emak hanya hening yang menguasai, keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing. Pikiran dan hati Sesil terasa sesak dipenuhi sesosok manusia yang menjadi ayah dari calon anaknya. Sementara Rega fokus pada kemudi, sambil sesekali menilik ke arah sang istri yang membisu menatap ke arah jendela.

Lima belas menit perjalanan dari rumah sakit, Rega memarkirkan kendaraannya di halaman rumah Emak yang luas. Wanita setengah baya itu tergopoh-gopoh menyambut kedatangan anak dan menantunya, ia sangat khawatir dengan apa yang terjadi.

"Apa kata dokter, Neng?"

Sesil melirik ke arah Rega bingung, ia tidak tahu harus menjawab apa.

"Sesil tidak apa-apa, Mak. Hanya siklus bulanan wanita saja, ada perubahan hormon juga," jawab Rega

"Syukurlah kalau begitu, Emak khawatir."

"Emak tidak perlu khawatir," lanjut Sesil.

"Kalau gitu ayok masuk, Emak sudah memasak buat kalian."

Mereka bertiga pun mengikuti langkah Emak dan menikmati hidangan spesial. Setelah itu, tanpa menunggu esok hari Rega meminta untuk segera pulang ke Jakarta, dengan alasan sebuah pekerjaan tentunya. Sejujurnya Sesil ingin tetap tinggal sebentar saja di sini, sesekali ia masih merasakan sakit menyerang di perutnya. Namun, permintaan itu urung diucapkan, ketika melihat raut wajah Rega yang masih tidak bersahabat.

"Hati-hati kalian di sana, sering-seringlah pulang ke sini."

"Kenapa Emak tidak ikut tinggal bersama kami di Jakarta?" tanya Sesil polos.

"Emak tidak bisa meninggalkan rumah ini."

"Kenapa, Mak?" tanya Sesil lagi, penasaran.

"Rumah ini adalah saksi bisu tentang setiap cerita yang pernah Abah dan Emak torehkan. Kami berjanji untuk menua di sini, meski takdir membawa Abah terlebih dulu." Mata tuanya mulai menghangat, sosok Abah bagi Emak adalah dunianya, tempat pulang dan berteduh.

Rega mendekat pada sang ibu, kemudian membawanya dalam pelukan. "Emak hati-hati di sini, ya. Kami pasti akan sering pulang."

Sesil menatap takjub, ini pemandangan aneh baginya. Sebuah momen yang tidak pernah ia rasakan bahkan saksikan dalam kehidupan sehari-harinya.

Beberapa saat kemudian, Emak mendekat. Ia memeluk hangat penuh cinta, Sesil mampu merasakan kenyamanan menjalar ke seluruh bagian tubuhnya.

Keduanya berlalu seiring dengan deru mesin mobil yang terdengar semakin menjauh. Lagi ... perjalanan ini ditempuh dengan hening. Sesekali Sesil terlihat memegang perutnya ketika rasa sakit mulai menyerang.

****

.

.

.

Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam ketika keduanya tiba di Jakarta. Sesil masuk terlebih dulu dan merebahkan diri di sofa, wajahnya terlihat pucat. Setelah melakukan kuret, perutnya sesekali bereaksi menimbulkan rasa sakit yang seakan menusuk.

Rega melirik sesaat, kemudian berlalu pergi begitu saja seolah tanpa peduli. Hingga beberapa saat kemudian, ia datang dengan segelas air hangat. "Minumlah ini, kemudian minum obat. Diberi obat anti nyeri kan?"

Sesil mengangguk pelan seraya berusaha bangkit dari tidurnya, keringat pun terlihat bercucuran di dahi. Ia membuka jilbabnya yang sedikit basah.

Ia merogoh tasnya dan mengambil obat-obatan, kemudian meminum airnya sampai habis.

After The Wedding DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang