"Ini adalah awal sebuah lembaran mengerikan yang baru saja dimulai."
***
Disinilah Diandra sekarang, di bar yang hanya orang-orang tertentu yang bisa mengakses bar ini. Sebelumnya Diandra kira ia akan ke danau atau tempat yang membuat perasaannya bisa merasa lebih nyaman. Namun, saat sudah setengah perjalanan, Diandra meminta supir taksi untuk putar arah.
Jika dilihat dari luar, tempat ini bukan terlihat seperti bar. Ini dikarenakan tempat ini berada di daerah kawasan mati. Tempat ini tersembunyi, sehingga orang yang ingin masuk ke dalamnya harus mempunyai akses terlebih dahulu. Diandra mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam dengan garis emas yang mengelilingi kartu. Diandra tempelkan kartu itu pada sebuah kotak yang tersembunyi dibalik lemari kecil yang sudah usang. Setelah akses Diandra diterima, pintu yang rapuh habis dimakan cuaca itu akhirnya bisa ia buka.
Diiringi dentuman musik yang sangat keras dan bau minuman keras yang kental, membuat siapa saja tidak betah berada ditempat ini, namun begitu Diandra menyukai tempat ini, bahkan ia sudah sering ke tempat ini. Sudah menjadi kebiasaan seorang Diandra Priscillia Kamajaya untuk lari ke tempat ini bila ada masalah. Selain di tempat ini, Diandra lebih nyaman berada disini atau tidak balapan dengan motor kesayangannya. Berhubung tadi berangkat bersama dengan Andra dan Novi menggunakan mobil yang mau tak mau Diandra harus ikut, tanpa harus mengetahui tujuan dia dibawa. Diandra sebenarnya tahu cara ini salah, tapi ia tak tahu harus lari kemana lagi.
Diandra menarik kursi tinggi di depan meja bartender, "Satu yang kayak biasanya," kata Diandra kepada seseorang yang bernama Bima tadi. Tak lama kemudian, pesanan yang dipesannya sudah berada di depan mata. Diandra mengambil gelas dengan es bulat yang berada di dalamnya. Ia putar-putar gelas minuman itu, matanya menatap kosong apa yang sedang ia mainkan. Lalu, setelahnya, Diandra teguk minuman itu dalam sekali teguk.
Dia― Bima Adrian― laki-laki berumur awal dua puluhan yang sedang melakukan kerja part time di bar tersembunyi yang dikelola oleh orang yang juga misterius. Bima pun termasuk dekat dengan Diandra, mungkin karena jarak usia mereka yang tidak terlalu jauh. Namun, walaupun bisa dibilang dekat, Bima masih tahu batasan jika ia sedang dalam jam kerja. Itu dikarenakan, semuda apapun Diandra, kalau perempuan itu bisa masuk ke sini, berarti dia bukan perempuan sembarangan.
Saat gelas yang Diandra pesan habis, perempuan itu langsung memesan kembali terus menerus. Bima yang membuatkan pesanan Diandra pun berusaha menghentikan apa yang perempuan itu lakukan, "Diandra, lo udah pesen banyak. Lo ngapain? Milla mana? Biasanya ke sini bareng Milla," Bima mencoba mengajak Diandra mengobrol agar perempuan itu menghentikan tindakannya. "Minuman gue," dengan wajah mabuk dan mata sayu, Diandra meminta apa yang ia minta pada Bima.
Setelah mengatakan itu, Diandra menunduk. Alisnya mengernyit merasakan kepalanya mulai pusing, ia sudah mula mabuk, pun perutnya mulai terasa seperti diaduk. Lama mendapatkan apa yang diminta, Diandra mendongak, melihat Bima yang melihatnya dengan wajah memelas. Air muka Diandra berubah, kesal, "Mana minuman gue?!" Diandra menekankan setiap katanya. "Dra, gue nggak bisa ngasih, lo ma―"
"MANA MINUMAN GUE?!" suaranya meninggi, geram dengan apa yang dilakukan Bima. Tidak mau membuat keributan, Bima langsung memberikan apa yang diminta Diandra. Bima menghela nafas khawatir kala kepala Diandra kembali tertunduk setelah menegak habis minuman itu. Bima ingin menanyakan keadaan perempuan itu, namun karena ini masih jam kerja, ia tidak bisa berbuat seenaknya. Akhirnya, Bima mengalihkan diri dari Diandra kala ada pelanggan yang datang dan meminta sebuah minuman pada dirinya.
Di sisi lain, Diandra kembali mendongakkan kepala kala ia merasa ada sesuatu yang tersampir di bahu. Dengan mata sayu, Diandra melirik apa yang ada di bahu― itu― sebuah jas, pun setelahnya ia menoleh ke belakang. Dengan keadaan yang sudah mabuk, Diandra berusaha mengenali siapakah orang itu, "Sam?" tanyanya ragu. "Lo mabuk, ayo pindah." Samuel memegang kedua bahu Diandra, menuntun perempuan itu untuk berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA
Teen FictionPeringatan: Young adult Diandra― seorang mantan atlet panahan yang pernah ikut mewakilkan diri di beberapa ajang perlombaan. Banyak kemenangan yang sudah ia raih dalam pertandingan tersebut. Diandra sudah menggeluti hobinya itu sejak kecil. Namun, s...