Bagian Sembilan: Keributan

26 4 0
                                    

"Perubahan apa yang kau harapkan dari masa lalu?"

***

"Diberitahukan kepada semua murid SMA Moonlight, untuk segera menuju ke lapangan karena upacara bendera akan segera dimulai." Itu adalah pemberitahuan yang dilakukan di seluruh speaker sekolah. Semua murid yang berada di dalam kelas berbondong-bondong keluar untuk segera berbaris untuk melakukan upacara.

Samuel yang melihat Diandra berjalan tepat di depannya dengan jahil menyamakan langkah agar ia berada di samping perempuan itu. Diandra yang menyadari keberadaan Samuel pun mempercepat langkah, namun lengan Samuel yang tiba-tiba melingkar di bahunya membuat langkah perempuan itu tersendat. Samuel tersenyum samar kala melihat wajah kesal Diandra, "Mau kemana? Buru-buru banget," tangan Diandra berusaha melepaskan lengan Samuel yang melingkar di bahunya, "Lo itu kenapa?! Lepasin tangan lo nggak?!"

Samuel mengabaikan perkataan Diandra, ia masih menyampirkan lengannya pada bahu Diandra. Lingkaran lengannya pun semakin Samuel eratkan kala Diandra mencoba melepasnya. Tentu saja, Samuel dan Diandra menjadi pusat perhatian karena kelakuan mereka. Pun guru yang melihat itu tidak berani menegur mengingat status keluarga Samuel dan Diandra.

Samuel baru melepaskan lengannya dari Diandra kala mereka sudah Bersiap untuk baris. "Dasar monyet gila lo!" umpat Diandra pada Samuel sebelum ia berjalan ke barisan perempuan. Samuel hanya tertawa, tak merasa tersinggung dengan umpatan Diandra.

***

Kring! Kring! Kring!

Bunyi bel pertanda pergantian jam berbunyi. Seluruh murid di kelas langsung pergi ke ruang loker mereka, guna mengganti seragam dengan kaos, karena mata pelajarannya adalah Kesehatan jasmani.

Milla, Lyra, dan Diandra sedang berada di depan wastafel toilet, saling membersihkan wajah dan memakaikan skincare setelahnya. "Nanti olahraganya apa?" Lyra yang wajahnya masih penuh dengan busa sabun bertanya. Milla yang sedang duduk sambil merapikan seragamnya pun menyahut, "Voli, ambil nilai."

Lyra membasuh wajahnya, pun menarik beberapa lembar tisu sebelum menaruh tisu itu di wajah yang basah, "Terus minggu depan?" tanya Lyra lagi sambil tangan perempuan itu mengaplikasikan skincare ke wajah. "Basket." Diandra yang berada di samping Lyra menjawab. Lyra menangguk paham, pun kembali melanjutkan kegiatannya.

Tak berselang lama, Dinda dan Laura masuk ke dalam toilet sambil menenteng paper bag. Diandra melirik Dinda dari pantulan kaca. Dapat Diandra lihat, bahwa Dinda memberikan tatapan sinis padanya. Lyra yang menyadari tatapan tidak enak pun berbicara, "Biasa aja tatapannya, Neng. Mau gue colok tuh mata?" Lyra berkata dengan suara nyolot. Dinda tak menjawab, ia langsung pergi ke salah satu bilik toilet yang kosong.

Dia― Laura Priambodo― perempuan berdarah campuran yang berteman baik dengan Dinda. Ia adalah anak dari keluarga kaya yang bisnis keluarganya bergerak di bidang jasa. Kulitnya putih, rambutnya lurus berwarna merah kecoklatan, pun wajahnya terdapat bintik di sekitar hidung dan pipi yang menjadi ciri khas Laura. Laura merupakan sosok yang mengalir begitu saja mengikuti alur. Dirinya lebih memilih diam daripada dia membuat keluarganya dalam bahaya hanya karena satu kesalahan kecil yang ia buat.

Diandra sudah selesai merapikan barangnya, pun Milla yang sudah selesai sejak tadi. Mereka berdua sedang menunggu Lyra yang sedang terburu-buru merapikan barang-barangnya. Lyra menatap Diandra dan Milla sambil menenteng tas yang ia gunakan untuk menyimpan semua barangnya, "Ayo. Sorry, lama, hehehe." Milla langsung keluar, sedangkan Diandra masih mengangguk pelan sebelum menyusul Milla.

Mereka bertiga berjalan memasuki ruang loker, mereka pun memasukkan barang-barang mereka ke dalam loker setelah menekan kode akses yang mereka pasang pada pintu loker masing-masing. Ruang loker tampak sepi, mungkin dikarenakan sebagian besar dari teman perempuan mereka sudah menuju ke lapangan.

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang