Bab 13 - Ada Rasa

27K 4K 180
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Pertanyaannya bukan seberapa banyak kamu mengumpulkan kata-kata bijak, tetapi seberapa besar action-mu hingga bisa disebut bijak?

~Senja di Istanbul~
Karya Mellyana Dhian

Tag @mellyana.i dan @senjasiistanbul atau @mel_stories21

***

Motivator terhebat bagi seseorang adalah dirinya sendiri. Keinginan terkuat dari hatilah yang akan menggerakkan diri. Tidak jatuh meski dijatuhkan. Tetap merendah meski diterbangkan. Untuk itulah seorang Hawwa Az-Zahra selalu memegang teguh tujuan yang menjadi tekat awal dalam berproses. Saat mengisi seminar bertema sastra Islam di daerah Bogor nasihat itulah yang ia berikan kepada peserta yang membutuhkan motivasi giat menulis.

Sejak menerbitkan buku ketiga, nama Hawwa cukup mansyur di kalangan pecinta novel bernapas Islam. Cukup banyak pembaca yang jatuh cinta hingga mengikuti akun Instagramnya. Mereka tidak ingin ketinggalan informasi baru maupun menyukai kutipan-kutipan sederhana yang gadis itu publikasikan. Akun media sosial gadis itu tidak membagi kisah kehidupan pribadi, sebab Hawwa lebih suka karyanya populer daripada penulis. Penulis adalah sebutan profesi orang yang mengarang cerita, berbeda dengan artis. Kalau memang di era modern ada nama selebwriter ia tidak menginginkannya.

Memiliki ratusan followers membuat Hawwa semakin memiliki amanat besar. Bagaimana mengajak mereka menuju kebaikan, bukan malah menyesatkan. Sejujurnya ia juga belum siap mendapat caci maki. Terkadang satu akun memberi komentar kebencian lebih terngiang daripada seratus pesan pujian. Sekarang kegiatan baru membalas pesan dengan bermacam pertanyaan menjadi rutinitas seraya menunggu seseorang.

Hari ini Hawwa janjian dengan teman lama satu tim PKM atau Program Kreativitas Mahasiswa untuk bersilaturahmi. Berhubung gagal bimbingan, ia pun hadir lebih awal.

"Assalamualaikum ... Bu penulis sudah datang." Seorang lelaki muncul dari mushala kafe.

"Waalaikumsalam, Mas Ibra," balas Hawwa sambil memberikan senyum ramah. "Ternyata Mas datang lebih dulu."

Dalam satu tim Hawwa bekerja sama dengan dua orang, yakni Ibra dan Anis. Anis adalah teman dari program studi Sastra Inggris sedangkan Ibra kakak tingkat dari jurusan Bahasa dan budaya Jawa(BBJ). Biasanya di perkuliahan karakter seseorang bisa dilihat dari fakultas maupun prodi-nya, maka tergambarlah sikap ramah, lembut, dan sopan pada diri seorang Ibrahim Muhammad. Satu yang menjadi kelebihan lelaki itu dari mahasiswa lainnya adalah ketekunannya dalam beribadah. Lihat saja! Di saat pemuda lain sibuk dengan laptopnya, Ibra telah melaksanakan salat Dhuha.

"Alhamdulillah, dapat tugas kantor di sekitar sini." Ibra kerja di salah satu perusahaan konseling. Bukan karena salah jurusan, tetapi Ibra berkuliah dua kali, sarjana psikologi lalu mengambil D2 BBJ.

"Aku telepon Anis dulu ya, Mas," izinnya setelah melirik jam dinding sudah menunjukkan sepuluh menit lebih dari jam janjian. Hawwa tidak nyaman satu meja berduaan dengan lelaki. Apalagi lelaki itu Ibra, lelaki yang rajin membuat dadanya berdegup kencang. Hawwa selalu berdoa volume suara yang dihasilkan jantung tidak sampai ke gendang telinga Ibra.

Tiga tahun berlalu sejak kerja sama dengan Ibra ternyata tidak menghilangkan perasaan itu. Padahal satu tahun terakhir mereka tidak pernah bertemu. Selain jam kuliah Hawwa yang padat, Ibra sempat ditugaskan di Sulawesi.

Sayang sekali Anis tidak kunjung menjawab telepon. Ingin kabur ke Mushala, tamu bulanan belum selesai. Sungguh kondisi yang membingungkan.

"Mungkin sedang perjalanan."

Senja di IstanbulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang