9. Runtuh

1K 37 13
                                    

"Enggeh buk, masak asem-asem mawon kersane seger"
(Iya Bu, masak asem-asem saja biar segar)

......

"Enggeh, insyaallah nanti jam 11 sudah bisa pulang. Tapi dalem mau mampir ke kampus dulu sebentar, ketemu dosen"

......

"Enggeh, wa'alaikumussalam"

Athya Uzhma mengakhiri panggilan telepon dari kedua orangtuanya. Senyum mengembang. Dengan masih menggenggam ponsel, ia menatap pantulan dirinya di cermin. Merapikan sedikit kerudung lilac yang nyatanya masih rapi, lalu lagi-lagi tersenyum. Senyum yang terlampau lebar jika boleh menambahkan.

Athya Uzhma tidak menyangkal, bahwa hari ini adalah hari yang cukup istimewa baginya. Ah bukan. Bukan cukup istimewa. Tapi memang istimewa. Hingga membuatnya terlalu bersemangat seperti pagi ini.

Padahal jam masih menunjuk angka enam, tapi ia sudah siap sedia untuk berangkat ke sekolah. Sedangkan jadwalnya observasi masihlah pukul 9.30 nanti.

Setelah memastikan penampilannya tidak ada cela, ia segera menyambar tas ranselnya. Sengaja membawa ransel, karena setelah observasi nanti ia berencana ke kampus, lalu pulang, tanpa harus kembali ke kamar lagi.

Lorong-lorong asrama masih agak ramai ketika ia melenggangkan kaki. Beberapa santri terlihat sudah rapi, namun ada juga yang masih berlari-lari mencari kaos kaki, membenarkan kerudung sambil meniupkan udara agar ujung kerudung dapat tegak sempurna, ada-ada saja tingkahnya.

"Good morning, Miss Athya"

Beberapa santri menyapanya. Tidak banyak memang yang mengenalnya. Hanya mereka-mereka yang berada di kelas XI Bahasa 2 alias target observasinya, dan mereka-mereka yang memliki keingintahuan tinggi saja -untuk tidak menyebutkan over kepo.

"Good morning, Saila, Ayana and Noora"

Athya Uzhma menyapa balik dengan melontar senyum.

Yang menyapanya tadi ternyata adalah trio ce-ce. Satu 'ce' untuk Cerdas. Ketiganya sangat aktif di kelas. Dan satu 'ce' untuk cantik. Saila berkulit kuning langsat berwajah manis khas gadis Jawa. Ayana juga berkulit bersih namun berwajah bulat dan bermata sipit khas keturunan Cina. Sedangkan Noora berwajah Arab. Setahu Athya saat dahulu perkenalan, orang tua Noora ternyata tinggal di Singapura.
Meskipun dari latar belakang yang berbeda-beda, namun mereka bisa berteman dengan akrab.

Athya Uzhma melanjutkan langkahnya menuju sekolah. Ia mendapati mbak Azza sudah berdiri di gerbang antara madrasah dan asrama putri. Menyambut santri yang datang dengan berjabat tangan.

"Assalamu'alaikum mbak, eh, Ustadzah Azza"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ish... Panggil ustadzahnya kalau di depan anak-anak aja mbak"

Dua orang itu pun akhirnya bergelak tawa setelah saling berjabat tangan. Semakin hari mereka berdua semakin terlihat akrab.

"Oh ya mbak, mumpung keingat, ada sesuatu yang harus kami sampaikan. Eh tapi nanti saja lah, gak enak kalau saya sampaikan sambil berdiri di sini"

"Masyaallaah mbak Azza, santai saja mbak. Ndak papa kok!"

"Begini mbak, ada pesan dari Waka Kurikulum, ustadz Hasan, bahwa pekan depan ini ternyata sudah pekan terakhir pembelajaran. Pekan depannya lagi sudah penilaian akhir semester ganjil."

Athya mengerti maksud Azza. Itu berarti ia hanya bisa melakukan penelitian selama dua pekan. Padahal seharusnya satu bulan.

"Ooh begitu ya mbak. Umm... Kalau misalnya semester genap saya melanjutkan penelitian di sini boleh kan mbak?"

Gus, Kutunggu di Aya SofyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang