3.3 Ramai

20 3 0
                                        

Dia tahu, dia sadar. Hanya saja dia tidak peduli. - Alvira Queen Syera.

Jam istirahat sudah terdengar sejak lima belas menit yang lalu disaat semua murid sibuk kekantin yang Era lakukan hanya makan bekal yang mamanya bawakan. Hemat satu pelajaran hidup yang sudah diajarkan orang tuanya pada Era.

"Gak kekantin ra?" Tanya Riska pada temannya.

"Enggak, uangnya mau gue tabung buat beli pesawat" Ucap Era sembari menyendokan nasi ke dalam mulutnya.

"Yaadah aku ke perpustakaan dulu ya" Pamit Riska.

"Busett tanyanya ke kantin kagak, pamitnya ke perpustakaan" Gerutu Era.

Melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda Era mulai melihat-lihat keadaan kelasnya yang sepi. Hanya dirinya sendiri di dalam kelas.

Sendirian. Era paling takut dengan kata sendirian bawaannya takut. Berbagai bayangan muncul di otaknya mulai dari hantu yang ada di film pengabdi setan. Sampai terbayang adegan psikopat yang dia baca kemaren malam di novel.

"Woy" Ucap seseorang tepat di telinganya.

Brukk..

"Anjirr!!!!" Umpat orang yang sudah menjadi sasaran tasnya yang keras.

"Aduhh!! Sorry sorry. Sengaja" Ucap Era.

"Bangke loo. Ini muka bukan samsat" Ucap Toro.

"Ya maap. Lagian lo ngagetin aja" Ucap Era tak mau kalah.

"Yaudah gue maafin tapi ada syaratnya" Ucap Toro.

"Apa'an" Ucap Era nyolot.

"Nama lo siapa?" Tanya Toro nyolot.

"Lo tanya nama apa nantang berantem sebenernya?" Ucap Era terpancing emosi.

"Nanya nama lah!" Ucap Toro tak kalah nyolot.

"Biasa aja woy!!" Ucap Era menggebrak meja.

"Kalian ngapain?" Ucap Bestari sembari meminum kuah pop mie dengan sedotan.

"Nyinden!!!" Ucap Era dan Toro kompak.

"Oh nyinden. Yaudah" Ucap Bestari berjalan menuju bangkunya.

"Udah lah gak usah berantem" Ucap Toro yang masih memegangi mukanya yang memerah akibat pukulan Era.

"Oke-oke. Nama gue Alvira anaknya Fandi" Ucap Era.

"Kenalin gue Kuadrat Iqbal Michel Rattus Norvegicus. Panggilannya Toro" Ucap Toro memperkenalkan namanya yang panjang kali lebar kali tinggi.

"Hah?" Ucap Era yang cengo dengan nama temannya yang panjangnya ngalahin rel kereta api.

"Apa lo terkesima ya dengan nama gue yang keren juga kaya orangnya" Ucap Toro dengan menyugarkan rambutnya kebelakang.

"Itu nama lo beneran ada Rattus Norvegicusnya apa?" Ucap Era.

"Iya dulu pas lahiran tikus ibu gue juga lahiran. Jadinya ya gue dinamain itu" Ucap Toro.

"Ohh. Jadi cuma itu doang kan yang lo pingin" Ucap Era.

"Iyaa semoga kita jadi temen baik ya selama tiga tahun kedepan" Ucap Toro.

"Oke sama-sama semoga lo gak ngeselin ya" Ucap Era.

Setelah berjabat tangan banyak yang dua orang ini ceritakan mulai dari musibah apa yang menimpanya ketika akan mendaftar sekolah. Sampai rempongnya mamanya ketika akan wawancara test untuk kelulusan siswa.


****

Bel pulang sudah bergema di seluruh penjuru sekolah menandakan sudah saatnya para siswa untuk kembali ke habitat masing-masing. Berbeda dengan Era yang masih menunggu jemputan papanya.

Era menunggu kedatangan papanya di depan gerbang sekolah. Bisingnya bunyi kendaraan sangat terdengar di telinganya sampai-sampai satu pemandangan objek menyita perhatiannya. Yaitu mantannya yang membonceng pacar barunya.

Panas dengan apa yang dia lihat Era mulai meremas-remas rok. Tapi sayang yang diremas rok nya orang.

"Woy ini rok gue lo apain" Ucap Orang di sebelahnya.

"Ehh maaf kak gak sengaja" Ucap Era yang menyedari tindakan bodohnya.

"Dasar" Umpat kakak kelasnya.

"Dihh sensian amatt" Ucap Era.

Tak lama tibalah papanya yang menjemputnya dengan si Udin kesayangannya. Si Udin adalah motor kesayangannya yang dia rawat dengan sepenuh hati. Walaupun sudah tua motor klasik ini selalu dia rawat. Motor inilah yang jadi saksi bisu kisah cintanya dengan Finda yang sekarang merangkap jadi istri sekaligus ibu dari anak-anaknya.

"Kok pake si Udin sih paaa. Nanti kalo mogok gimana?" Ucap Era dengan nada malas.

"Yaaa didorong lah. Masa di yasinin" Ucap pak Fandi.

"Bodo amatt" Ucap Era langsung duduk di joke belakang.

"Pegangan papa mau ngebut" Ucap pak Fandi.

"Ngebutnya papa itu cuma 20 km/jam" Ucap Era santai.

"Hehe" Cengir pak Fandi.

Satu jam kemudian baru lah Era sampai di rumahnya. Ini semua karna papanya yang membawa motor leletnya ngalahin siput nungging. Dengan sisa-sisa kesabaran yang masih ada Era mengucapkan salam terlebih dahulu.

"Era pulang" Ucap Era.

"Ehh anak mama udah pulang" Ucap bu Finda yang mendengar kedatangan anaknya langsung menghampirinya.

Era hanya membalas sapaan ibunya dengan senyum tipis. Enggan membalasnya karna pasti ada omongan yang lain setelahnya.

"Gimana kamu dapet pacar? Cogan gak? Anak kelas berapa?" Ucap bu Finda menggoncang-goncangkan badan anaknya yang sudah lemas.

"Maaa aku itu sekolah buat nyari ilmu bukan buat cari pacar" Ucap Era malas meladeni mamanya.

"Iyaa mama tau tapi kan pacar juga penting. Bisa buat mama ngirit. Contohnya kamu bisa kan minta beliin jajan dengan begitu mama gak perlu keluar uang buat kamu jajan" Ucap bu Finda.

Era cengo dengan pernyataan mamanya yang kelewat jenius.

"Jadi selama ini mama gak niat nafkahin aku, tau gitu mending gak usah punya anak sekalian" Ucap Era sok dramatis.

"Bukan begitu~"

"Tau lah" Ucap Era malas memulai perdebatan dengan mamanya itu.

After EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang