Beomgyu capek. Dia ingin mati, sungguh.
Mengherankan bukan? Dia melarang Taehyun mati, tapi dia sendiri ingin mati.
Ini semua berawal sejak 2 hari lalu, saat kondisi Taehyun malah semakin parah.
Emosinya tak terkendali. Lebih gampang ngamuk dari biasanya dan membuat Beomgyu kewalahan.
Diperparah lagi dengan masalah di perusahaannya, di mana seorang bawahannya membuat masalah yang berdampak terhadap jatuhnya perusahaan.
Pikiran Beomgyu sudah sangat berat. Ia tak mampu menahan semuanya lagi. Istri yang dia harap bisa menjadi penguatnya di masa-masa kritis seperti saat ini, justru membuat bebannya makin berat.
Beomgyu menghela napas. Sebatang rokok di jarinya masih mengepulkan asap. Membiarkan nikotin itu terbakar dan asapnya memasuki paru-parunya. Pandangannya kosong menembus awan di langit. Dia di sana, masih memikirkan Taehyun yang baru saja menamparnya hanya gara-gara dia menghela napas.
"Kau capek karena harus mengantarku terus ke kamar mandi? Brengsek!"
Beomgyu mengusap wajahnya, sungguh tak mengerti kenapa Taehyun tiba-tiba sensitif begitu.
Memang benar bahwa Beomgyu lelah mengantar Taehyun bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan dari perutnya. Tapi dia melakukannya secara refleks, bukan disengaja. Dia hanya sial saja karena melakukannya di dekat Taehyun, makanya langsung ditampar. Hanya saja, apakah harus sekasar itu sampai mengatainya brengsek segala?
Beomgyu akhirnya memilih pergi ke rooftop untuk menenangkan diri. Membiarkan Taehyun hanya bersama para suster, toh Taehyun juga yang mengusirnya. Katanya sih Beomgyu bau.
Hingga tak terasa langit sudah mendung saja. Awan yang semula putih bersih, kini berubah menjadi abu-abu gelap. Segelap pikiran Beomgyu saat ini.
Sudahlah, tak ada gunanya lagi Beomgyu di dunia ini. Bebannya terlalu berat dan Beomgyu tak bisa menahannya lebih lama. Jalan yang cepat adalah dengan menghindari tanggung jawab.
Lompat misalnya?
Kalau beruntung, dia akan berakhir di rumah sakit dengan tulang di sekujur tubuh yang patah serentak, dan kalau sedang apes nasibnya, ya mati menyusul Seonie.
Ah Seonie, ayahmu ini ingin bertemu.
Beomgyu pun menjatuhkan rokoknya, dan menginjaknya tak tahu diri. Sudah ditemani nyebat di rooftop, begitu sudah tidak berguna langsung dibuang.
Ia mengambil napas panjang, lalu menghembuskannya dengan berat.
Maafkan aku, Taehyun.
"Sayangku, Beomgyu, sedang apa?"
Beomgyu yang sedang memanjat pagar pembatas pun langsung menoleh. Dia kaget melihat Taehyun sudah ada di rooftop, berjalan ke arahnya dengan senyum sendu.
"Taehyun?"
Dia buru-buru turun lagi dan berlari menghampiri sang istri. Bisa dilihatnya sorot kekecewaan dari mata bulat itu, Beomgyu sadar betul itu karena dirinya.
"Sedang apa di sana tadi, hm? Mau apa?"
Beomgyu hanya diam saat Taehyun menangkup wajahnya. Membelai pipinya dengan lembut yang sangat dirindukan Beomgyu.
"Jangan bertindak gegabah, nanti kau ikut hilang," lanjut Taehyun dengan suara yang mulai tidak stabil, dan matanya berkaca-kaca.
"Aku bersama siapa kalau kalian semua pergi? Harapanku hanya dirimu seorang, Beomgyu."
Air mata Beomgyu meleleh lebih dulu. Ia lantas memeluk erat tubuh yang lebih mungil dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher itu.
"Maafkan aku, Taehyun. Maaf."
Taehyun pun mengelus surai rambut kecoklatan Beomgyu. Merasakan betapa kasar dan tak terawatnya rambut itu. Pasti karena Beomgyu tidak sempat merawat dirinya demi mengurusi mood swing Taehyun yang luar biasa parah.
"Aku juga, Beomgyu. Gara-gara aku kau jadi begini."
Taehyun membiarkan Beomgyu memeluknya makin erat. Walaupun sebenarnya dia ingin sekali menjauh dari Beomgyu karena baunya yang entah mengapa begitu buruk di hidung Taehyun. Iya karena rokok, tapi ada bau lain yang itu dapat membuat hidungnya mengkerut.
"Jangan lakukan itu lagi, ya? Nanti Byulie lahir tanpa ayah."
"Aku janji tidak akan me--tunggu, Byulie?"
Beomgyu langsung menarik wajahnya. Dia menatap Taehyun bingung.
Taehyun sendiri tersenyum penuh arti, bikin Beomgyu tambah bingung. Pandangannya mengarah ke bawah saat tangannya dipindah ke perut Taehyun, dituntun untuk mengelus perut itu.
"Byulie ... Choi Byulbit, anakmu, Beomgyu."
"Hah?"
Taehyun pun mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah testpack dan foto. Tanpa banyak bicara dia langsung menyerahkannya pada Beomgyu.
"I-ini--"
Taehyun mengangguk. Dia menangkup wajah Beomgyu, membelai pipinya lagi.
"Iya, dokter bilang aku hamil lagi. Anak perempuan, berusia 3 minggu."
"H-hamil?"
Taehyun mengangguk. Dia menarik wajah Beomgyu supaya bibir itu dapat diciumnya.
"Iya Beomgyu sayang, itu foto anakmu di dalam perutku. Dia yang sudah membuatku menjadi lebih emosian akhir-akhir ini."
"Tapi kenapa bisa? Bukannya kesempatan punya anak hanya sekali?"
Taehyun menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Saat di usg tadi anak ini benar ada. Dia hidup."
Beomgyu menyentuh perut rata itu lagi, mengelusnya hati-hati mencoba merasakan kehadiran putrinya.
"Astaga ... syukurlah kau datang lebih cepat, Taehyun. Terima kasih untuk kesempatan kedua ini...."
End
