Bab 8 - Vanilla

667 2 0
                                    

“Kau gugup dear?” Chris mencoba mencari sesuatu yang membuat Inka akhirnya terlihat gusar.
Tangan Inka gemetar. “Yes a little!” akunya. Entahlah padahal kau tldilihat dari riwayat sepak terjangnya, hal ini bukan pertama kalinya Inka mendapatkan job besar. Dia sudah sering melakukannya. Namun begitu, dia masih saja gugup.

Semua crew sibuk dengan tugas masing-masing, hilir mudik mempersiapkan segala sesuatunya. Juice, sekretaris Xian datang seorang diri melihat perkembangan sampai sejauh mana. “Bagaimana Mr. Lawrence apa semuanya baik-baik saja?” tanyanya. Senyum ramah tak lekas hilang menghias wajah cantiknya.
“Sejauh ini belum ada kendala. By the way, sepertinya kita terlalu formal ya. Kamu bisa memanggilku Chris.” Chris balas dengan tersenyum juga.
“Emm baiklah Mr. Lawrence, eh maaf maksudnya Chris.” Juice mulai salah tingkah. Dag-dig-dug detak jantungnya mulai tak karuan.
“Ok. Dan aku boleh memanggilmu cukup dengan Juice saja kan?” ucap Chris seraya mengedipkan sebelah matanya.
“I-iya boleh.” ucapnya seraya menundukkan kepala, menyembunyikan rona dipipinya yang memerah. 

Dibalik obrolan basabasi tersebut, tanpa Chris sadari, ada sesuatu yang menarik dari Juice. Seakan Chris ingin mengenal wanita penuh senyum itu lebih dekat. Mungkinkah Chris jatuh cinta pada pandangan pertama?

***

Xian berdiri seraya melipatkan sikunya, mengamati dari kegelapan. Xian melihat Inka sedang melakukan beberapa pose. Wanita itu cantik sekali dengan style ala perusahannya. Xian tak boleh salah langkah, apalagi mundur, Xian pasti bisa melakukannya.

“Pagi Inka!” ucap Xian dengan suara berat khasnya. Xian menghembuskan napas panasnya di telinga Inka, membuat cuping telinga wanita itu berkedut.
“Pagi Mr. Creighton!” semerbak wangi vanila menguar, untuk sesaat Xian tergoda untuk menciumi Inka. Namun sebisa mungkin Xian memendam kabut gairahnya.
“Kenapa Inka?” tinggi Inka sebatas bahunya, termasuk ideal postur tubuh mereka, pas sekali saat melakukan itu, pikirnya. 
“Tidak, tidak ada apa-apa.” Inka mendongakkan kepalanya, mata biru Xian menatapnya dengan aura intimidasinya yang kentara. Inka akui Xian memang tampan, bahkan sempurna. Wajahnya bak malaikat tetapi terkesan dingin.
“Hmm” Xian berdeham seraya menyunggingkan senyum evilnya.

***

Ketika berhasil sampai ke ruang ganti, Inka memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Rona merah itu masih ada, menghias pipi tirusnya dengan samar. “Kenapa aku memerah, apa karena Mr. Creighton terlalu dekat saat berbicara tadi?” tanyaku lebih kepada diriku sendiri. Inka pun memegang cuping telinganya yang berkedut tadi.

“Aku bahkan tak berkutik sedikit pun, hanya melongo saat menatap mata biru lelaki itu. Aku akui Mr. Creighton luar biasa tampannya, tetapi dia berbahaya.” Inka tak bisa lupa bagaimana tatapan intimidasi Xian yang kentara, membuat siapapun yang balas menatap mata Xian pasti merasa ditelanjangi. Tatapannya tajam bahkan terasa menusuk uku hati yang ditatapnya.

“Profesionallah Inka. Hubungan kalian hanya sebatas partner kerja. Sudah itu saja dan tidak ada yang lain lagi!” serunya mengingatkan. Setelahnya Inka kembali mengganti gaun untuk melanjutkan sesi berikutnya.

***

Berhubung masih nuansa imlek (telat thor udah kemarin🤦‍♀️), author mau ngucapin 恭喜 发财 bagi readerku yang merayakan. Untuk part selanjutnya ditunggu saja ya, entar kalo authornya ada inspirasi baru diup🤣. See you...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

End Game 18+++ || Breathe #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang