Tiada terasa sebulan telah berlalu. Nampaknya waktu semakin hari kian cepat bergulir. Kini setelah lama menanggung kerinduan yang tak kunjung terobati, rupanya cahaya terang setelah gelap gulita menyinggahi, serupa laksana embun membasahi pucuk dedaun dipekarangan. Karena Axelle, pria tampan yang selalu membangkitkan asanya untuk menghadapi dunia dengan senyuman tlah kembali ke pelukannya.
Sesampainya mereka disalah satu situs hiburan, Axelle segera memarkir mobil kekasihnya. Lalu, digendonglah Inka ke punggung lebar miliknya. Dari posisi seperti ini, Inka pun bisa leluasa menciumi aroma tubuh pria yang dicintainya tersebut. Semua mata memandang sejoli ini. Tatapan iri tertuju atas keromantisan yang mereka perlihatkan, tetapi ada juga beberapa yang terlihat tersenyum bahagia.
Cinta memang apa adanya. Tiada menghendaki akan hadirnya tuntutan suka cita. Dua raga yang membaur dalam satu hati dengan beratmosferkan suatu kasih tulus.
Senja terlukis indah di ufuk barat, matahari terbenam berganti petang. Axelle dan Inka mengakhiri petualangan cintanya hari ini dengan dinner.
"Sorry dear, aku tak sempat mempersiapkan sebuah dinner romantis untukmu!" sesal Axelle atas ketidaksempurnaan kebersamaan mereka.
"Tak apa Axe. Ini lebih dari sekedar cukup!" Inka tersenyum memaklumi. Bisa bersama Axelle menghabiskan waktu saja sudah membuatnya senang, Inka tak menginginkan apapun lagi selama Axelle selalu disisinya.Axelle menginstruksikan pegawainya menyiapkan tempat VVIP kelas pertama. Tak perlu ribet reservasi, karena restaurant ini berada dalam satu gedung dengan hotel milik keluarga Aguilera. Praktis tapi juga hasilnya kurang memuaskan karena dilakukan tanpa perhitungan. Semua pegawai restoran yang berada di lantai teratas gedung itu pun hilir mudik mempersiapkan segala sesuatunya.
***
Xian berkali-kali menarik napas kuat-kuat, kemudian menghembuskannya. Rasanya Xian sudah seperti terdakwa yang akan dijatuhi pidana mati. Mungkin itu lebih baik, pikirnya dalam hati. Untuk kesekian kali, Xian mengatur pernapasannya, sebelum akhirnya membuka pintu.
"Nan jeongmal bogoshipo Xian-ah! (aku sungguh merindukanmu Xian)" seorang wanita paruh baya memeluk Xian dengan hangat sesaat setelah Xian masuk.
"Uljima Eomeoni (jangan menangis ibu)." Xian membalas pelukan ibunya dengan dekapannya yang tak kalah hangat.
"Kurosho? (benarkah)." tanya sang ibu tak percaya kalau dirinya meneteskan air mata.
"Geurom (tentu saja." Xian memberi sedikit penekanan pada ucapannya. Mereka berpelukan cukup lama, mengurai jarak, mengungkapkan kerinduan seorang ibu kepada anaknya. Begitupun sebaliknya.Xian memanggil pelayan untuk menyiapkan kamar untuk ibunya. Xian mendorong koper wanita yang melahirkannya ke dunia ini. Ibunya pasti lelah menempuh perjalanan yang cukup lama, maka dimintanya sang ibu lekas beristirahat dengan nyenyak.
***
Xian hampir saja terlambat jika tidak segera bergegas. Ketika sampai di lobi perusahaan, sapaan hormat karyawan mengiringi setiap langkahnya. Xian terbiasa dingin, acuh tak acuh terhadap siapa pun yang mencoba mencari simpatinya. Xian pun melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
Ponsel Xian berdering, tak lama setelah dia duduk dikursinya. Xian merogoh saku jasnya, muncul nama ibunya di layar ponsel. "Ibwa, eodigaseo jigeum? (hei, kamu dimana sekarang)." cecar suara di seberang.
"Omo eomeoni museun il-ya? (astaga ibu apa yang terjadi)." Xian harap cemas akan keadaan seorang di seberang telepon.
"Gwaenchana (tak apa-apa). Dwaseo (sudahlah)." tut-tut-tut panggilan terputus. Xian tak habis pikir dengan perilaku ibunya. Xian hanya geleng-geleng kepala. Tanpa sadar senyum kecut mengukir wajah tampan tanpa ekspresinya.***
Chris merampungkan sisa pekerjaannya yang masih tertinggal. Karena besok weekend, Chris ingin mengajak Inka berlibur bersama. Chris memacu mobil hitamnya dengan kecepatan penuh, menyusuri jalanan yang mulai lenggang, mengingat hari yang kian larut.
Chris meraih ponsel di dashboard mobilnya yang terus berdering. Chris terlalu sibuk dengan ponselnya sampai tak memperhatikan jalanan. Ada sebuah mobil yang juga melaju dengan kecepatan penuh dari arah berlawanan.
"Ya Tuhan!" Chris oleng, tak bisa mengontrol mobilnya. Dibantinglah setirnya ke kiri berusaha menghindar, namun, mobil didepannya pun juga melakukan hal yang serupa dengan yang dilakukan Chris. Tak terelakkan, tabrakan pun terjadi. Kedua mobil itu berciuman, kemudian berguling-guling menabrak pembatas jalan.
***
Annyeonghaseyo🤗 (sok bisa bahasa korea ajin🙄)
Maaf pemirsa, upnya cuman dikit, gak ada alasan khusus cuma mau buat you you penasaran aja🤣
Jangan lopa votenya chinguya 👍Tunggu up selanjutnya ya, tetap setia sama nih cerita jangan diselingkuhin (plakkk!) Gomawo😊
KAMU SEDANG MEMBACA
End Game 18+++ || Breathe #2
RomanceWAJIB FOLLOW, LIKE DAN KOMEN AGAR PENULIS BERSEMANGAT MENULIS NEXT PART🙂 WARNING!!! Konten khusus 18+++ Mohon kebijaksanaan pemirsa dalam membaca cerita ini! Thanks! "Nyawa tidak mungkin terbeli oleh uang, tetapi nyawa dapat dibeli dengan kasih sa...