11 (Plester)

745 85 1
                                    

ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ

''Iya Niel—aku juga sayang kamu. Cup cup, udah dong jangan nangis, aku beliin permen mau?,'' Seongwoo bertanya sembari menjauhkan sedikit tubuhnya dari tubuh Daniel yang otomatis membuat pelukan erat keduanya terlepas. Seongwoo mengusap pipi Daniel yang basah karena air mata dan mengecupi seluruh wajah laki-laki tampan yang memangkunya itu.

''Aku sayang kamu Seongwoo,'' ucap Daniel lagi membuat Seongwoo mengerjapkan matanya lucu. Dia salah tingkah dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

''Aku juga sayang kamu Niel, kan tadi aku udah bilang,'' kali ini bibir tipis itu mengerucut sebal.

''Aku sayang kamu lebih dari temen, paham ngga sih?''

''Ngga,'' lirih Seongwoo dengan kepala yang menunduk. Terlalu takut bertatapan dengan Daniel. Raut wajah teman dekatnya itu terlihat mengerikan. Seongwop baru tahu kalau setelah menangis—raut wajah Daniel menjadi mengerikan dan jujur—dia takut.

''Sekarang aku nanya deh. Kalo aku peluk Kak Hani—apa kamu ngebolehin?,'' tanya Daniel pelan dan terdengar sekali bahwa suaranya tegas dan mengintimidasi Seongwoo.

''Ngga''

''Kalo aku cium Kak Hani kaya aku cium kamu—apa kamu ngebolehin?''

Seongwoo menggelengkan kepalanya kencang dan bulir-bulir air mata kembali menuruni pipinya. Entah mengapa, dia kesal dan kecewa mendengar pertanyaan yang di ajukan Daniel. Hatinya mendadak sakit membayangkan Daniel memeluk dan mencium Kak Hani yang terang-terangan tidak menyukainya.

''Kalo aku cium Kak Irene, Kak Seulgi, Lisa sama Rose, ngga boleh juga?,'' tanya Daniel lagi sembari mengingat wajah wanita yang menurutnya cantik untuk di jadikan umpan yang di gunakan untuk memancing emosi Seongwoo.

Daniel benar-benar frustasi selama ini karena memendam rasa pada laki-laki yang teramat polos yang tidak memahami perasaannya sendiri. Daniel hanya ingin mendengar dari mulut Seongwoo bahwa laki-laki manis itu memang benar menaruh rasa yang sama seperti dirinya.

''Hiks—ngga boleh—hiks, huwaaa Bundaaaaa, Daniel jahat hiks hiks,'' dia kembali memeluk erat Daniel dan terisak lagi di bahu laki-laki yang baru saja di katakan ''jahat'' olehnya.

''Aku tuh mau hubungan kita lebih dari temen Woo, kaya Kak Kai sama Jennie, masa kamu ngga paham?,'' Daniel berkata dengan nada yang masih kesal.

''Aku ngga paham, aku tuh pusing hiks, perutku juga sakit. Huwaa Bundaaa, mau pulang hiks''

Daniel memejamkan matanya sembari menahan emosi untuk tidak mengumpati laki-laki manis yang duduk di pangkuannya ini. Sungguh, Daniel harus berbuat apa lagi untuk bisa mengklaim Seongwoo sebagai miliknya?

Terlintas pikiran kotor untuk memberikan kissmark di leher Seongwoo. Haruskah Daniel lakukan sekarang?

Dia hilang kendali dan mengendus leher Seongwoo lalu menggigitnya pelan. Menghisap kuat bekas gigitan itu yang menghasilkan lenguhan dari belah bibir Seongwoo yang tengah terisak.

''Nghh—Niel''

Pikiran Daniel mendadak kosong melihat ruam merah keunguan yang tercetak jelas di leher kiri Seongwoo. Dia mengusap lembut bekas gigitan dan hisapannya itu, lalu mengecupnya lembut.

''Hiks Daniel jahat, kenapa leherku di gigit hiks, sakit''

Daniel menurunkan Seongwoo dari pangkuannya dan buru-buru dia mengambil kotak obat yang ada di nakas samping ranjang untuk mengambil plester. Tentu saja, plester itu akan dia gunakan untuk menutupi bekas gigitan dan hisapannya di leher laki-laki manis yang kini menatapnya dengan raut wajah yang kesakitan.

Mendadak dia merasa bersalah, ''maaf.''

Dia kembali memeluk Seongwoo erat dan menenangkan Seongwoo supaya berhenti menangis. Dia masih waras untuk tidak mengundang kecurigaan dokter dan perawat sekolah yang berada di ruangan sebelah karena tangis Seongwoo yang sedari tadi tak kunjung berhenti.

''Bekas gigitanku tadi, aku tutup pake plester ya?,'' tanyanya lembut setelah berhasil menenangkan Seongwoo yang menangis.

''Biarin, jangan di tutupin pake plester biar aku bisa pamer ke Minhyun sama Bunda kalo aku habis di gigit kamu''

Ya Tuhan, tolong beri kesabaran yang berlebih pada Daniel. Dia memaksakan senyum lembutnya dan tetap menempelkan plester yang dia ambil dari kotak obat ke leher Seongwoo.

''Nah udah ketutup, dan kamu ngga perlu pamer ke siapa pun kalo aku habis gigit leher kamu, ngerti?''

''Ngga mau—aku tetep bakal pamer ke Minhyun sama Bunda. Ayo cepet pulang, aku mau tidur''

Seongwoo berjalan mendahului Daniel seolah tidak merasakan sakit di kepala dan perutnya. Sekali lagi, dia merutuki kebodohannya sendiri. Mau di letakkan di mana wajah Daniel ketika berhadapan dengan orang tua Seongwoo nanti?

''Ihhh Daniel—cepetan,'' di depan sana Seongwoo menatapnya galak. Mau tidak mau, dia berjalan cepat dan menghampiri laki-laki manis kesayangannya itu.

''Gendong sampe parkiran, aku cape habis olahraga tadi,'' ucap Seongwoo begitu Daniel berdiri di sampingnya.

''Gendong depan apa belakang?''

''Depan''

Mengabaikan beberapa pasang mata yang menyaksikan adegan dirinya yang di gendong oleh Daniel, dengan tidak tahu malu—Seongwoo mengecup pipi Daniel lalu memeluk erat leher teman dekatnya itu. Tersenyum manis pada beberapa siswa yang memperhatikan dirinya dan Daniel sedari tadi.

Bahkan, Seongwoo sesekali melambaikan tangannya di sepanjang jalan dari ruang kesehatan sampai parkiran. Dia juga menyunggingkan senyum manisnya setiap di tatap dan di perhatikan oleh beberapa siswa serta guru yang kebetulan lewat dan melihat dirinya yang berada di gendongan Daniel.

ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ

TBC

Ongniel | Temen Masa Gitu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang