06

591 54 4
                                    

Di kamp musim panas tahun lalu. Angkatan kelas 2 SMP tahun ini, melakukan kamp di hutan selama tiga hari. Saat itu mereka masihlah kelas 1 SMP, seorang adik kelas yang manis. Setiap tenda harus berisikan dua orang, dan Donghyun sangat beruntung bisa bersama dengan Jaehyun. Jibeom berpasangan dengan seseorang di kelasnya, begitupula dengan Joochan.

Pertengahan acara, panitia memberikan instruksi kepada setiap peserta untuk menyiapkan persiapan api unggun malam ini. Mereka masing-masing harus mencari kayu bakar untuk api unggun juga untuk memasak. Sayangnya, Jibeom harus membantu pasangannya, seorang pemuda manis, untuk mencari kayu bakar. Padahal ia ingin membantu Donghyun yang kelihatan tak akan kuat mengangkat kayu-kayu berat itu.

"Tenang, beom, lagian ada Jaehyun."

Jibeom mencoba menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang menghantui.

Donghyun menarik tangan Jaehyun, semangat, mengajak Jaehyun menuju ke arah yang ia prediksi paling banyak terdapat kayu agar mereka bisa cepat-cepat istirahat dan bermain UNO bersama yang lainnya. Sementara Jibeom berjalan berdampingan dengan partnernya memasuki hutan. Partner Jibeom hanya berdiam diri, namun ia sering senyum-senyum sendiri saat memungut kayu-kayu itu.

Joochan dan partnernya sudah mendapat cukup kayu dalam waktu singkat. Terlihat tiga atau empat  pasangan lainnya juga telah menyelesaikan misi mereka. Partner Joochan, seorang lelaki tinggi, berpamit kepada Joochan untuk pergi menemui temannya. Joochan mengangguk, dan ia ditinggalkan sendiri di tendanya.

Tak ada satu pun temannya yang telah menyelesaikan misi. Joochan berbaring bersantai. Ia lalu melihat Jaehyun melintas. Tenda mereka berhadapan, jadi Joochan dapat melihat Jaehyun yang sedang mengambil minuman dari ranselnya. Joochan berpikir di manakah partner Jaehyun, Donghyun, berada.

Joochan lalu melihat Jibeom dengan partnernya. Melihat partner Jibeom, emosi Joochan naik tiba-tiba. Ia memasuki hutan dan mencari keberadaan pria mungil itu. Donghyun, ia sedang duduk dengan beberapa kayu dipelukkannya, menunggu Jaehyun. Joochan menghampiri Donghyun, mengganggu anak itu.

"Donghyun. Sedang apa?"

Joochan berbasa-basi.

Donghyun mendongkakkan kepalanya, menatap Joochan. Tak lupa, ia tersenyum untuk menyapa.

"Halo, Chan," sapa Donghyun dengan hangat.

"Chan, Chan. Sok kenal sekali."

Mendengarnya, terpasanglah ekspresi masam di wajah Donghyun.

Joochan menarik tiba-tiba tangan Donghyun. Membuat Donghyun terkaget dan menjatuhkan kayu-kayu itu. Dia menuntun Donghyun melihat Jibeom dan partnernya dari belakang tenda. Tak ada apapun yang salah dari itu. Donghyun lalu menanyai Joochan.

"Ada apa?"

Joochan menatap tak percaya Donghyun. Donghyun ternyata tak peka akan partner Jibeom yang sedari tadi menghidari Jibeom bukannya malah bekerja sama dengan Jibeom. Mereka telah selesai mengumpulkan kayu. Jibeom berpamitan kepada partnernya itu untuk berkumpul dengan temannya, sementara partnernya itu hanya mengangguk dan duduk sendiri di sana seperti orang introver.

"Kau lihat! Itu salahmu! Kau membuat Minseok menghindari semua orang," tuduh Joochan.

Donghyun membulatkan matanya. Ia masih bingung apa salahnya.

"Memangnya apa yang aku perbuat?" Mi-Minseokkie!"

Donghyun memasang wajah khawatir. Ia berlari ke arah Minseok, sahabatnya, namun dicegat oleh Joochan dengan menarik tangannya.

"Kau bercanda?"

Joochan meneriaki Donghyun. Ia mengeret Donghyun memasuki hutan lebih dalam. Menyudutkan Donghyun pada sebuah pohon besar. Minseok yang tadi mendengar ada seseorang yang memanggil namanya, menoleh ke belakang. Namun tak ada seorang pun, lalu ia kembali menatap pohon seperti tadi.

"Ini salahmu, Donghyun. Salahmu!" teriak Joochan tepat di depan wajah Donghyun.

Donghyun terkejut. Tangannya bergetar. Joochan meremas bahunya dengan kuat.

"Kau yang sudah membuat dia berpacaran dengan orang yang tidak benar!"

"Kau sudah membuat dia diusir orangtuanya!"

"Kau sudah membuat seisi sekolah membencinya!"

Teriak Joochan bertubi-tubi. Dasar, kasar sekali dia. Donghyun menggapai tangan Joochan, ragu-ragu. Ia menggenggam pergelangan tangan itu dengan lemah. Wajahnya sangat menyesal. Air matanya hampir terjatuh.

"A-aku tau. Aku sudah–" ucapan Donghyun terpotong, atau lebih tepatnya dipotong. Karena Joochan langsung nyerocos begitu saja.

"Meminta maaf?" tebaknya.

Donghyun mengangguk. Tapi Joochan malah menghinanya.

"Kau kira minta maaf saja bisa menyelesaikan masalah?"

"Piring yang sudah pecah, tidak bisa kembali lagi menjadi untuh jika hanya dengan meminta maaf, Donghyun."

"Kau yang sudah membuatnya menderita, dan kau pikir dengan meminta maaf, traumanya bisa hilang begitu saja? Tidak!"

Donghyun menyeka ocehan Joochan, karena suaranya isakannya yang berisik di telinga Joochan.

Memutar bola matanya malas. Joochan pun melepaskan tangannya dari bahu Donghyun yang menangis sangat kencang. Tanpa rasa bersalah, Joochan juga meninggalkan Donghyun. Namun sebelum itu, ia masih sempat membuat anak itu menangis lebih keras.

"Seharusnya kau berterimakasih kepadanya. Karena masih ingin berteman denganmu. Tapi kau malah mencari teman baru dan sudah jarang bermain lagi dengannya."

Joochan melemparkan sebuah sapu tangan, lalu ia benar-benar pergi meninggalkan Donghyun yang menangis sembari duduk dengan kaki ditekuk.

KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang