Bagian 6: Maaf dari Adam

26 7 0
                                    

Ara membuka matanya perlahan saat sebuah sinar menusuk penglihatannya, buru-buru ia memejamkan matanya kembali. Ia mengedipkan matanya perlahan berusaha menyesuaikan penglihatannya, tangan kanannya terasa berat ia menoleh untuk melihat siapa yang menggenggam tangannya

Brakk...

Pintu kamar inap Ara terbuka tiba-tiba membuat Ara terlonjak kaget dan orang yang ternyata tidur sambil menggenggam tangan Ara terbangun.

"Rara sayangnya Bundaaaaaa, oh may gadddddd. Kamu gak apa kan sayang? Bunda khawatir tau, sampe dari bandara langsung meluncur kesini bawa abang kamu" ucap bunda Lena sambil memeluk Ara erat dan memberinya omelan yang panjang sepanjang jalan tol, gada belok-beloknya.

Ara menatap belakang Bundanya yang terdapat seorang laki-laki dewasa, berperawakan tinggi berkulit putih seperti dirinya menatap bundanya ngeri. Lena tak melepas pelukannya, malah ia mengeratkan seakan-akan Ara akan pergi jauh. Ara meringis nafasnya sesak, ia berusaha menggapai tangan abangnya sambil mengisyaratkan kalau ia sesak nafas akibat ulah bundanya. Davin yang mengerti isyarat adiknya pun mengangguk kasian, pasalnya bundanya itu kalau sudah dibuat khawatir pasti akan memeluk orang itu sampai sesak nafas.

Jelas ia tau ia pernah merasakannya dulu saat ia jatuh terpeleset dari satu tangga rumahnya, dan ketika ia melihat ibunya mendekap ayahnya erat padahal sang ayah cuman sakit perut biasa. Tapi reaksi bundanya seolah dunia hancur, lebay memang.

Davin memegang pundak bundanya lembut "Bun, dah dong itu Ara kasian baru sadar dah bunda peluk kenceng, sesak nafas dia. Lagian bunda dah liat kan Ara baik-baik aja kok" ucap Davin yang di hadihi jeweran di telinga oleh bundanya, usai wanita paruh baya itu melepas pelukan pada anak bungsunya.

"Baik-baik dari mana sih bangggg, liat tuh adek kamu lecet keningnya. Masih kamu bilang baik-baik saja, otak kamu gak konslet kan?" tanya bunda Lena lalu menghempaskan jewerannya pada anak sulungnya.

Sedangkan Davin hanya meringis sambil memegangi telinganya yang sudah pasti merah akibat ulah bundanya itu. Mereka melupakan kehadiran sosok yang masih duduk di kursi sebelah brangkar Ara. Davin yang menyadari ada orang lain menoleh, dan menyapanya bak sahabat yang lama tidak berjumpa.

"Weh bro, napa lo disini?" tanya Davin ramah.

Ara pun melihat ke arah samping brangkarnya yang ternyata disana duduk seorang Adam. Adam, ya Adam sambil tersenyum menatap kearah Ara yang menatapnya biasa saja. Davin melihat gelagat dari Ara yang biasa saja pun dibuat bingung, pasalnya Davin tau kalau Adam itu pacar adeknya yang Davin tak tahu adalah Adam sudah menjadi mantan Adeknya.

"Dek lo sombong amat dah ama pacar, lagi berantem?" tanya Davin santai.

Ara menatap Davin tajam, lalu mengalihkan pandangannya ke arah bundanya. Lena yang mengerti maksud anak bungsunya itu pun bertanya pada Adam.

"Nak Adam mau pulang kapan, udah malem loh?" tanya Lena hati-hati.

"Emmm, Adam boleh minta waktu Ara bentar gak tan? Adam mau ngomong sama Ara" ucap Adam pada Lena.

Lena menatap anak bungsunya yang kini menatap tajam bundanya sambil menggeleng kecil. Lena kembali menatap Adam, kemudian mengajak Davin keluar dengan alibi membeli makanan karna Ara pasti lapar.

"Eh, iya Dam gak papa lagian bunda mau tinggal Ara sebentar. Mau beli makan buat Ara kasian laper dia katanya. Yuk Vin anter bunda ke kantin" ucap Lena seraya menyeret putra sulung nya untuk keluar.

Ara membulatkan mata tak percaya pada bundanya itu.

Usai bunda dan Davin keluar dari kamar inapnya, keheningan menguasai. Tak ada yang berbicara diantara keduanya. Ara sibuk menatap keluar jendela, sedangkan Adam menatap Ara terus.

"Ra, kamu masih marah sama kakak?" tanya Adam pada Ara yang sama sekali tak menghiraukannya.

"Ra, kakak minta maaf buat kamu kecewa berulang-ulang. Tapi bisa kah kamu maafin kakak?" tanya Adam lagi

Ara masih diam tak bergeming, Adam menghela nafanya pelan. Adam beralih memegang tangan kananya lagi, namun dengan cepat Ara hempaskan tangan Adam.

"Gak usah pegang-pegang gue" ketus Ara.

Adam frustasi ia mengakui kesalahannya karna sudah terjebak pada rencana Ratu, dan malah menghancurkan hubungannya dengan Ara. Gadis yang sangat ia cintai.

"Ra, kasih kakak kesempatan sekali lagi ya. Kakak gak akan sama Ratu kalau bukan terpaksa menerima taruhan waktu itu" jelas Adam lagi. Namun Ara seolah menulikan pendengarannya.

"Pergi" ucap Ara sambil penuh penekanan di setiap katanya.

Adam menatap Ara kembali, mencoba menggenggam tanya mungil gadis itu. Namun dengan cepat Ara menghempaskan kembali tangan Adam.

"Udah, gue gak mau ama lo. Belom puas lo liat gua luka kaya gini? Sekarang mau bikin apa lagi? Kemarin perasaan gue. Tadi cewek ular lo bikin fisik gue luka dan berakhir di rumah sakit ini. Besok lo mau buat gue luka dimana lagi?" tanya Ara sarkastik

Adam menunduk berusaha menahan perasaanya, ia mendongak kembali lalu menatap Ara dalam.

"Pergi" ulang Ara melemah

"Iya, kakak pergi Ra. Maafin kakak, kakak cinta kamu Ra. Maafin semua luka yang udah kakak bikin, maafin kakak Ra. Kakak bodoh udah nyia-nyian kamu dan malah terjebak pada rencana Ratu. Coba aja waktu itu kakak dengerin saran kamu buat berhenti ladenin taruhannya Ratu mungkin sekarang kamu masih sama kakak, maafin kakak Ra. Kakak bodoh, sekali lagi maaf Ra. I LOVE YOU ARABELLA YSCIANI" ucap Adam lembut sambil bergerak mencium pelipis Ara sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya.

Adam, pergi dari hadapan Ara. Ara kembali menatap keluar jendela rawat inapnya, tak ada perasaan apa pun lagi untuk Adam. Karna Adam sendiri telah menghancurkan perasaan Ara untuknya berulang-ulang.

...
.
.
.

Devin merutuk saat didalam mobil sedang mengantar Ara ke sekolah. Karna bundanya memintanya pagi-pagi sekali disaat dirinya sedang nyaman di alam mimpinya. Sedangkan Ara menatap keluar jendela, telinganya disumpal earphone karna malas mendengar dumelan abangnya itu.

Beberapa menit kemudian Ara sudah sampai didepan gerbang sekolahnya, Ara melepas sealtbelt lalu salam ke abangnya dan keluar dari mobil. Tapi lengannya di tahan membuat Ara menoleh kan kepala pada abangnya itu.

"Ra, bilangin ke Mawar abang pulang gitu. Sampein juga malem minggu nginep di rumah, sekalian malmingan. Ok?" Ara mengangguk mengiyakan pesan abangnya.

Sambil berjalan menuju kelasnya. Davin masih memperhatikan adiknya itu sampai hilang di tangga menuju kelas lalu kembali pulang.

"Oemjiiiii, my bebi hani Araaaaaaaaaa" teriak Adit yang membuat seisi kelas melihat kearah pintu kelas.

Ara berdecak sebal, pasalnya dari tadi pagi banyak sekali yang menanyakan bagai mana keadaanya. Ara menatap Adit yang telah mebuat hari Ara badmood, bagaimana tidak? Baru saja ia akan masuk kelas dengan tenang namun akibat teriakan Adit, teman sekelasnya menggerumbul padanya dan melayangkan berbagai pertanyaan perihal lukanya. Kelima sahabatnya saja sampai tersingkirkan, karna gerumbulan ini.

"Awas lo Dit, jam istirahat gue sleding" batin Ara, sambil menatap tajam Adit dari kejauhan. Membuat Adit bergidik ngeri, sedangkan keempat teman lainnya menanti apa yang akan terjadi pada Adit nanti.

Our Happy Ending {Judul sebelumnya (Senja & Ara)}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang