Bagian 9: Mimpi?

16 5 0
                                    

Dengan langkah gontai Ara menaiki tangga menuju kamarnya yang di lantai 2, hari ini ia sangat bosan entah mengapa, pembawaannya pun marah. Mungkin karna mendekati masa bulananya.

Dorrrr

Ara terjengit kaget kala Devan mengagetinya di ujung tangga, Ara menatap sengit sang kakak lalu menghentakkan kakinya di ikuti bantingan pintu kamar yang keras membuat Devan bingung dengan kelakuan sang adik.

"Nape lagi tuh bocah, kagak gue apa-apain dah sensi duluan. Lagi pms kali ya?" guman Devan lalu menghendikan bahunya acuh.

Ara menatap langit-langit kamarnya, kemudian memejamkan matanya sebelum kantuk mengambil alih kesadarannya.

....

"Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima..."

Ara menatap sekelilingnya, keningnya mengerut merasa ia berada di tempat yang asing. Ara memutar tubuhnya, melihat sekeliling taman tersebut. Ara tersenyum melihat seorang anak kecil perempuan yang sedang berhitung di pohon taman tersebut, di ikuti seorang anak laki-laki yang berusaha mencari persembunyian.

"Lagi main petak umpet toh" gumamnya

"Sepuluh! Hayo loh kak Senja ngumpetnya bener belom, nanti ketauan ama Ysca lagi. Kalo kak Senja kalah harus jajanin eskrim coklat buat Ysca" ucap anak perempuan tersebut sambil menelusuri taman.

Kening Ara semakin mengkerut kala melihat wajah anak perempuan itu.

"Lah kok tuh anak mirip gue ya mukanya?"

"Dorrrr ketauan, Ysca menang, Ysca menang. Kak senja kalah huuuuuu. Janji loh tadi jajanin Ysca eskrim cokla. Bleeeee" girang anak perempuan meledek si anak laki-laki sambil menjulurkan lidahnya.

Ara semakin heran kala melihat wajah sang anak lelaki yang tak asing, ia seperti pernah melihatnya. Fokus Ara terpecah kala melihat seorang anak laki-laki yang baru datang dengan baju seragam sd.

"Kenapa anak sd itu muka mirip bang Devan ya"

"Dekkk, pulang yuk udah lohor. Makan dulu baru main" ajaknya kepada anak perempuan itu.

"Ishhh bang Devan, Ysca gak mau makan. Nanti kalo Ysca udah makan Ysca gak bisa maen ama kak Senja lagi, soalnya nanti dikelonin ama abang" oceh anak perempuan sambil memeluk erat anak kecil laki-laki itu.

"ishhh itu disuruh bunda, makan dulu. Nanti abang di marahin bunda kalo adek gak mau pulang"

"Ysca gak mau pulang, Ysca bakal pulang kalo kak Senja ikut" rengeknya.

Mendadak kepala Ara terasa pening, sekitarnya terasa berputar. Ara memegang kepalanya erat, keringat dingin mengalir di dahinya.

"Ysca gak mau pulanggggg Ysca maunya sama kak Senja"

"Akhh, sakit" Ara melihat anak perempuan itu yang kini sedang menangis sambil menggenggam erat lekan anak laki-laki yang tadi bermain dengannya.

"Huwaaaaaaa, kak Senjaaa. Hiks hiks hiks" tangis anak perempuan yersebut pecah kala anak laki-laki dengan seragam sd menarik paksa tangannya.

Anak laki-laki itu melambai lalu tersenyum kearah anak perempuan tadi. Ia membalikkan badannya, lalu menatap Ara yang masih memegang kepalanya kesakitan. Anak kecil laki-laki itu tersenyum.

"Jangan di paksakan kalo sakit, suatu saat kamu akan mengingatnya" ucapnya lalu tersenyum.

....

"Akhhhhh" teriak Ara sambil bangun dari tidurnya.

Ia memegang kepalanya yang sakit, matanya memburam. Ara menatap sekelilingnya.

"Kamar?"

Brakkk

Suara dobrakan pintu membuat Ara terkejut bukan main.
"Adekkkkkkk, lo kenapa?" teriak Devan sambil mengecek keadaan Ara.

"Lo, lo nangis. Lo nangis kenapa?" tanya Devan yang membuat Ara mengerutkan keningnya bingung.

"Ishhh, gue gak nang-" Ara menatap wajahnya dipantulan meja rias."is"

"Kok gue nangis?" tanya Ara bingung lalu menghadap Devan. Devan di buat bingung dengan kelakuan adiknya.

"Jelas-jelas mata lo sembab masih aja bilang gak nangis. Pake acara nanya ama gue lagi, ya jelas gue gak tau atuh deeeek lu ada-ada aja dah" dumel Devan kesal.

"Tadi gue tidur, bangun bangun mata gue sembab kayak abis nangis?" gumam Ara.

"Lo mimpi kali?" tanya Devan.

"Gue mimpi? Tapi kok gue gak inget apa yang gue mimpiin?"

"Ya nama nya juga mimpi atuh dek, dua detik aja lo bangun langsung ambyar tuh. Kagak bakal inget apa-apa" omel Devan sambil tangan nya bergaya mengudara. Ara menajamkan pandangannya lalu bertanya pada Devan, hingga menyebabkan muka masam Devan muncul.

"Bang lo waraskan?"

"Waras banget"

...
.
.
.

Ara menatap langit malam yang nampak gelap tanpa bintang dan bulan yang menghias. Tampak sangat sunyi dan kesepian, seperti dirinya. Ara menghela nafas berulang kali, udara dingin terasa menusuk hingga ketulang. Sudah tiga hari ini Ara melupakan mimpi aneh itu, tapi siang tadi ketika ia tidur ia kembali memimpikan anak kecil laki-laki itu dan berkata hal yang sama.

"Jangan di paksakan kalo sakit, suatu saat kamu akan mengingatnya"

Ara memikirkan maksud dari kata-kata itu, tapi semakin ia memikirkannya ia malah semakin kesal karna tak kunjung menemukan jawaban. Yang ada ia malah bertanya pada diri sendiri.

"Apakah aku kehilangan memory masa kecilku? Apa aku pernah mempunyai teman blasteran dengan warna mata abu pudar? Dan lagi namanya tak asing bagiku?"

Ia malah terpikirkan hal itu, bukan menemukan jawaban atas maksud kata-kata yang di ucapkan oleh bocah dalam mimpinya.

"Tidur Ra, besok lu sekolah. Dah jan mikirin bocah yang ada di mimpi lo, mendingan tidur" gumamnya lalu masuk kedalam kamar dan menutup pintu balkon.

Our Happy Ending {Judul sebelumnya (Senja & Ara)}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang