Empat

27 1 0
                                    

Nasi, sup, chicken teriyaki, dan beberapa makanan penutup lainnya menyambut hangat perut Kai yang sedang kelaparan. Akhirnya, kepala sekolah sudah benar-benar melapas murid kelas XII dari SMA-nya. Suara ketukan sendok kepada piring kini terdengar di sekujur gedung tersebut. Seluruh siswa sedang menyantap makan siangnya. Karena kelaparan, Kai mendahului Idam, Ahmad, dan Azka dalam hal makan. Setelah itu, ia putuskan untuk ke toilet untuk buang air kecil.

Malapetaka datang. Kunci toilet macet. Sudah Kai coba geserkan ke kiri untuk membuka, tetapi tidak juga bisa. 

"Mampus gue" keluhnya seraya menepuk dahi.

Hingga ia coba berteriak minta tolong, namun tak ada satu pun orang yang berada di toilet wanita. Ia coba mengirim pesan kepada Ahmad, Idam, dan Azka, mereka tak ada yang membalas. Untuk menelpon, Kai tak punya pulsa karena di zaman sekarang keberadaan kuota mungkin lebih penting dibanding pulsa. Saat Kai coba hubungi mereka secara online pun  masih tetap tidak bisa. 

Mau bagaimana lagi. Akhirnya keputusan ada di tangannya. Sebagai perempuan yang mandiri dan tidak mau terlihat ringkih di mata orang lain, ia harus bertindak sendirian. Otot-otot kakinya ia persiapkan terlebih dahulu. Roknya ia ke ataskan sementara. Dengan kekuatan penuh, ia coba dobrak pintu tersebut. Setelah tiga kali menendang, alhasil malah kakinya yang kesakitan.

Momen seperti ini benar-benar membuat Kai jengkel minta ampun. Tak ada satu pun orang yang mengulurkan tangannya. Bahkan, sahabatnya pun sendiri tak ada yang membaca pesan dan menjawab panggilannya. Dan juga, bisa-bisanya tak ada seorang pun yang masuk ke dalam toliet wanita selain dirinya. Benar-benar kesempatan yang kurang memberuntungkan Kai.

Tak seperti perempuan lain yang mungkin jika dalam waktu 15 menit terkurung di dalam toliet seperti itu akan menangis, Kai hanya duduk saja menunggu orang masuk ke toilet. 

"Ya kali enggak ada yang dateng ke sini? Gue doain mereka yang makan sambel biar pada mules"

Bukannya berdoa agar ada yang menolongnya, Kai malah mendoakan yang buruk. Mungkin sebab doa tersebut, ia harus menunggu 5 menit lagi sebelum seseorang pun datang menolongnya. 

"Kai?" seru seorang lelaki dari luar.

"Iya? Siapa ya? Boleh tolongin gue enggak?" spontan Kai meminta tolong meski belum tahu siapa lelaki yang menyapanya tersebut.

"Oke. Kamu mundur dulu ya"

Kai pun menuruti perintahnya. Dalam hitungan lima detik, pintu terbuka. Seketika rupa lelaki yang menolongnya itu tampak jelas di penglihatan Kai. 

"Mm makasih ya udah tolongin gue"

Gelagat Kai berubah menjadi malu-malu. Tak pernah terbayangkan sosok lelaki itu akan menolongnya dalam situasi seperti tadi. Karena grogi melihat lelaki yang menolongnya tersebut, Kai langsung keluar dari toilet dan meninggalkan lelaki itu sendirian.

***

Teman-teman kelas Kai sedang berdiri berjejer di depan sebuah backdrop yang membentang panjang. Mereka sedang melakukan sesi foto bersama, termasuk ada Idam dan Azka.

"Eh Kaila, sini kita foto bersama dulu" ajak Bu Rosa.

Walau Bu Rosa tidak dekat dengan Kai, namun ia merupakan seorang guru yang memandang Kai secara terbuka tidak seperti guru lain. Mungkin karena ia wali kelas Kai, jadi harus lebih memahami kondisi Kai dibanding guru lain. 

Kai menghampiri mereka dan dengan awkward-nya ia menyamakan gaya dengan siswa lain dalam berfoto. Kai bukanlah sosok yang photo genic atau suka foto-foto, melainkan ia lebih suka membidik foto. 

"Eh sorry Kai, gue baru baca chat dari loe" ujar Idam. Lanjutnya, "Loe jadinya bisa keluar gimana caranya?"

"Ada yang nolong lah" jawabnya dengan nada sinis.

"Maaf juga Kai, hehe. Gue dari tadi diajak foto-foto sama yang lain jadi enggak sempet pegang handphone" Azka cengengesan sekaligus meminta maaf.

"Dasarr. Eh btw si Ahmad ke mana dia?" 

"Engga tahu. Tadi pas giliran kita buat foto, dia malah pergi" jawab Idam.

"Engga tahu tuh anak, aneh. Jadinya nanti dia enggak ada di foto" tambah Azka.

Hari ini memang hari yang membuat Kai senang bisa lulus dari sekolah yang baginya semi penjara itu. Namun, banyak juga kejadian yang tak disangka seperti tadi terkurungnya ia di toilet. Sebelum acara sepenuhnya berakhir, ada doa penutup yang akan dibacakan oleh seorang siswa. Semua siswa pun duduk kembali di kursinya masing-masing. 

Mata Kai tiba-tiba membesar melihat siswa yang akan memimpin doa tersebut. Matanya agak berbinar dan hatinya merasa ada sebuah kedekatan antara Kai dan siswa tersebut. Pembacaan doa dilantunkan olehnya dengan nada yang membuat hati Kai bergetar dan membuatnya otomatis mengingat semua dosa. Di balik, khusyuan doa para siswa, Kai masih memikirkan tentang si pembaca doa tersebut. Bagaimana dia bisa menolongnya saat terjebak di toliet tadi? Dan yang lebih parah, bagaimana sejak tadi ia terus memikirkannya? Dan di saat ia terus memikirkannya, takdir malah memberi kesempatan menunjukkan keberadaannya kembali di hadapan Kai. Siswa tersebut semakin membuat hati Kai penasaran. Dan siswa yang membuat Kai hari ini tak karuan itu bernama Bilal.

Panggil Aku UKHTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang