Hng~ tiga hari berlalu, dan Darwis belum ada menghubungi Dian meski sekedar menyapa dengan kata 'hai'.
Huhuhu, Dian uring uringan memikirkannya. Bahkan mamanya menggelengkan kepala, melihat kelakuan Dian yang membawa ponselnya kemanapun. Tak terkecuali saat pergi mandi, wajahnya selalu terlihat murung.
Makan pula Dian seperti niat tak niat, matanya tak lepas dari layar ponselnya.
“Ihh, Bian kemana Ya Tuhan”
Mengecek lockscreen dan tak ada satupun notifikasi dari Darwis. Bahkan pesan yang dikirimnya tiga hari lalu, juga belum dibaca oleh Darwis.
“Abdi, kamu kok jadi kayak gembel gitu sih?”
Dian cemberut mendengar ejekan sang mama,“Bian ma~ Bian tak ada ngabarin Ano”rengek Dian, dengan gaya sok imutnya.
Dih, Dian manja ih. Sok kalem bila berdekatan dengan Darwis, bahkan lewat jalur pesanpun begitu. Beda lagi jika didepan mama papanya, ewh geli.
“Hao, kemana itu Bian”
“Mama kok gitu, hibur Ano dong~”
“Percuma, kamu kan bakal terhibur kalau dapat kabar dari Bian”
Dian mengangguk, membenarkan ucapan mamanya.
“Huh, Ano rindu Bian ma~”adunya, sambil mengaduk aduk sisa makanan dipiring.
Papanya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan kemudian berceletuk,“kamu kok jadi bodoh kalau soal Bian, kenapa gak kamu samper kerumahnya”
Langsung saja Dian tercerahkan dengan cetusan sikepala keluarga.
©_Moondh, 2020-02-03
KAMU SEDANG MEMBACA
Pudar?✓
Fanfiction"Darwis kok, sekarang agak lambat sih balas pesan saya?"gumam Dian, seraya menopang dagu diatas meja belajarnya. Teringat akan Darwis sipujaan hati, buat Dian berpikir. Apakah ada orang lain, selain Dian? Entah. Siapa yang tahu? 🔸02 februari 2020 �...