Dian tak pernah tahu, seberuntung mana dirinya selama ini. Hingga memiliki Darwis yang sungguh manis, ah susah untuk dijelaskan.
Darwis membawanya ketaman belakang rumahnya, tempat yang dibuat khusus untuk berbagai tanaman bunga.
Setengah jam setelah hujan reda, barulah Darwis membawanya kesana. Harus mengurus Dian dulu yang tak mau melepas pelukannya.
Dian menatap pada pemandangan yang terhampar didepan matanya, terdapat lilin dengan ukuran kecil membentuk love.
“I-ini?”Dian menoleh pada Darwis dibelakang tubuhnya, dan dibuat terpesona lagi oleh Darwis yang membawa tiga buket bunga ditangan serta kertas karton sedang mengalungi lehernya dengan sebuah tulisan disana.
Happy Anniversary to our 3th relationship❤️
Sederhana ya? Atau bahkan mungkin bisa dikatakan kampungan? Hohoho maaf, Dian tidak peduli.
Astaga, kenapa dia sampai lupa untuk hari itu? Jadi selama beberapa hari Darwis jarang menghubungi karena mempersiapkan ini?
Sebentar, boleh tidak Dian menangis sekali lagi?
Darwis terkekeh lucu, melihat Dian yang kini mengusap pipinya dengan punggung tangannya.
“Karena ini anniv kita yang ketiga, jadi saya buat tiga buket bunga. Dua untuk saya dan Ano, sisanya lagi untuk kita pegang bersama”halangi tangan Dian yang akan mengusap kembali pipinya, diganti dengan usapan dari tangan Darwis.
Melihat Darwis yang kesusahan membawa bunganya, Dian ambil alih dua buket.
“Bian, maaf sekali lagi. Saya lupa tentang ini, ingatan saya sepenuhnya tentang kamu. Tapi kenapa saya lupa hari jadi kita? Eum, happy anniversary babe”
Darwis mengangguk dengan tersipu malu saat mendengar Dian yang memanggilnya babe diakhir kalimatnya. Aww, untuk pertama kalinya. Tentu saja Darwis malu sekaligus senang bercampur bahagia.
“Bian, saya juga belum ada persiapan apapun. Maaf ya”sesal Dian memasang wajah melasnya.
“Ano minta maaf terus ishh. Sebenarnya kan ini untuk tanggal lima belas, tapi karena Ano datang malam ini. Yasudah diberitahu sekarang saja hehehe”
Pelukan semakin dipererat oleh keduanya, tak sia sia Dian datang kerumah Darwis bermandikan air hujan. Sekarang hatinya yang bermandikan rasa bahagia melingkupi.
“Tak apa Bian, saya sudah cukup senang dengan ini. Terima kasih, terima kasih Darwishan Ebiandra”
Kecup lembut kening Darwis disertai usapan dirambutnya.
“Tapi, Ano. Saya gak buat kue, maaf ya”
“Saya gak butuh kue, Bian. Saya butuhnya Bian buat dampingi saya sekarang dan kelak”
“Jika Tuhan menciptakan saya untuk Ano, saya sudah tak bisa berpaling pada siapapun itu”
Tolong beritahu Dian, bagaimana lagi caranya bersyukur?
“Bian, tolong peluk saya dengan erat. Sepertinya saya akan terbang”
“Yasudah, saya juga mau ikut terbang”ujar Darwis setelah meletakan tiga buket bunga tadi ditanah dan beralih memeluk Dian.
Keduanya tertawa begitu mesra, saling memeluk.
“Ayo besok bertemu dengan kak Riskimu itu, saya mau minta maaf”
“Biar saya beritahu kak Riski, besok suruh datang kesini”
Setelahnya hening menyelimuti, menemani mereka menikmati kenyamanan yang mendera.
“Bian, saya sayang kamu”
“Sama kalau begitu”
“Sama apa?”
“Saya juga sayang diri saya sendiri”
“Bian~”rengek Dian sambil memajukan bibirnya agar terlihat menggemaskan dimata Darwis, dan itu memang benar adanya.
“Iya Ano, saya juga sayang kamu”jawab Darwis spontan, kedua tangannya sibuk mencubit pipi Dian.
Nah, iya. Seringan dan sesederhana itu kisah mereka. Mungkin kebelakangnya akan ada banyak lagi masalah yang datang, tapi mereka akan menghadapinya bersama.
End
©_Moondh, 2020-02-14
KAMU SEDANG MEMBACA
Pudar?✓
Fiksi Penggemar"Darwis kok, sekarang agak lambat sih balas pesan saya?"gumam Dian, seraya menopang dagu diatas meja belajarnya. Teringat akan Darwis sipujaan hati, buat Dian berpikir. Apakah ada orang lain, selain Dian? Entah. Siapa yang tahu? 🔸02 februari 2020 �...