Part 4

83 9 0
                                    

Silau cahaya mulai memasuki retina mata, mengerjap ngerjapkan matanya beberapa kali menyesuaikan cahaya terang yang begitu menusuk pupil mata. Dan hal pertama yang Lafa lihat adalah lampu menyala di langit-langit sebuah ruangan berwarna putih, ruangan yang biasanya di sebut UKS.

"Syukurlah lo udah sadar,"

Suara berat itu menyadarkannya bahwa sedari tadi ada orang lain yang memperhatikannya.

Ketika Lafa menoleh ke arah samping kiri nya, dapat ia lihat seorang pemuda yang menampilkan senyum yang menurutnya sangat manis di tambah matanya yang menjadi sipit di kala tersenyum.

"Heiii ..." seru pemuda itu sambil menggoyang goyangkan satu telapak tangannya di hadapan Lafa, ketika mendapati Lafa memandangnya dengan waktu yang cukup lama tanpa berkedip.

"Ehhh ..., maaf! maaf!" Segera Lafa meminta maaf kepada pemuda di sampingnya karena kepergok telah memandangnya lama.

"Gak papa kok, santai aja sama gue. Lo udah baikan kan? Gak ada yang sakit?" tanya pemuda tersebut, dengan tatapan kekhawatirannya yang mencolok.

"Hmm ..., aku baik-baik aja kok," jawab Lafa sejujurnya.

"Untunglah, tadi murid PMR udah ngobatin luka lo, saat lo pingsan," cerita pemuda itu.

Ahh.., Lafa baru ingat kejadian tadi sebelum kegelapan menguasainya.

Flashback on.

"Hahahaha ..."

Mereka semua tertawa, menertawai penderitaan Lafa yang saat ini sedang di kerjai di oleh Geng King Bullying.

"Cepat ambil ini, ambil," ledek Bara sambil menyodorkan bola basket yang ada di tangannya kepada Lafa yang sudah banjir oleh keringat.

Tantangan aneh yang Bara ajukan untuk Lafa. Ia akan melepaskan Lafa, namun dengan syarat Lafa harus bisa merebut bola basket darinya maupun teman temannya.

Dengan tangan yang terasa lemas akibat darah yang mengalir deras di kedua siku-siku tangannya. Membuat Lafa kesulitan untuk mengambil bola basket dari tangan Bara.

"Tangkap!" teriak Bara, melemparkan bola basket kepada Rassya yang ada di seberangnya.

Happ ..., bola di tangkap tepat oleh Rassya. Senyuman miring terukir jelas di bibirnya, menatap sinis Lafa yang terlihat sangat sayu dan kelelahan.

"Woy cupu, semangat dong, lo mau di lepasin gak? Kalo mau sini ambil bola nya!" remeh Rassya dengan senyuman miring yang masih setia di bibir merah mudanya.

Lafa mencoba kembali merebut bolanya, tetapi lagi dan lagi ia gagal.

"Bro ..." teriak Rassya melemparkan bola kepada Rama yang sudah stay di tempatnya berdiri.

Brukk ...

Sebelum bola terlempar, kaki jenjang seseorang menjegal kaki Lafa yang hendak melangkah, membuatnya terjatuh berlutut membentur lapangan.

"Hahaha ..."

"Kasihan,"

"Syukurin lo!"

"Pantes Lo berlutut di hadapan kami!"

Suara-suara mereka memasuki gendang telinga Lafa, apalagi kata terakhir itu membuat hatinya serasa di tikam benda berkilo-kilogram.

"Gak pantaskah aku hadir di antara mereka," batin Lafa merasa dirinya buruk, kepercayaan dirinya mulai hilang, tak seperti awal-awal saat menginjakkan kakinya di sekolah ini.

L A F ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang