Part 9

86 4 4
                                    

"Uhuk ... uhuk ..."

"Buat apa Rama sekolah, jika hidup kita aja udah kayak gini!"

"RAMA."

Plak ...

Samar tapi jelas suara kegaduhan memasuki gendang telinga, berhasil membuat waktu istirahatnya terhenti. Perlahan kelopak mata indah itu terbuka, menampilkan dua buah manik mata hitam legam menyorot linglung.

Masih dengan keadaan setengah sadar, Lafa mencoba bangkit untuk duduk, tapi apa? Rasa sakit pada seluruh tubuh yang tak terundang datang tanpa rasa sopan, membuat sang empu tubuh meringis kesakitan.

"Akhhh ..., Shitt.. sakit banget," gumam Lafa lirih setelah berhasil mengubah posisinya menjadi duduk menyender di atas ranjang.

Netranya menyusuri keadaan sekitar, masih sama, sebuah ruangan berdinding anyaman bambu dan beratap potongan kayu ulin. Lafa jadi ingat bahwa dari kemarin ia berada di rumah sederhana milik Rama.

Ketika pandanganya jatuh pada pintu kayu lapuk di seberang, terdapat Farel Adiknya sedang menempelkan salah satu telinga di pintu lapuk yang tengah tertutup itu, wajahnya terlihat serius sekali. Apa yang sedang di lakukan?, Pikir Lafa.

"Farel, ngapain?" celetuk Lafa agak keras, membuat sang pemilik nama terlonjak kaget di tempatnya.

"Kutu kupret terbang," ucap Farel refleks, jantungnya hampir saja melompat dari tempatnya berada.

Pandanganya jatuh pada sang Kakak yang nyengir lebar di atas ranjang, sepertinya Lafa senang sekali melihat dirinya terkejut.

"Kak Lafa apa-apaan sih, pagi-pagi gini udah bikin anak orang hampir jantungan," gerutu Farel sambil menghampiri Lafa, bibirnya mengerucut lucu, membuat Lafa malah terbahak keras melihatnya.

"Hahaha ... , kamu tuh Dek yang apa-apaan, ngapain nguping gitu, nggak baik Dek nguping, nanti Kakak laporin Ayah loh, biar uang jajan kamu di potong." masih dengan tawa, Lafa menasehati sang Adik sambil memelotot kecil.

"Huuuhhh," Farel menghembuskan nafasnya keras, lalu iapun melanjutkan ucapannya, "Kakak udah sehat?" Lanjut Farel bertanya, raut wajahnya nampak secercah guratan khawatir, melupakan perdebatan sepele dengan Lafa beberapa detik lalu.

"Udah mendingan kok Dek," jawab Lafa atas pertanyaan sang Adik, sebenarnya sakit lebih mendominan daripada sehatnya, tapi Lafa tak ingin Farel kesusahan lagi karena menghawatirkannya.

"Abah kan sedang sakit, Rama mohon yah ... Biarin Rama yang bekerja, Abah istirahat saja di rumah." sayup-sayup keributan kembali terdengar, membuat Lafa mengernyitkan dahinya dalam, ia tahu suara siapa ini.

"Ada apa ya dengan Rama?" bersamaan dengan suara batin Lafa, suara seseorang terdengar penuh penekanan.

"ABAH BILANG TIDAK RAMA." Bentakan keras dengan penekanan di setiap kata yang terucap, membuat Lafa terperanjat kaget di tempatnya terduduk.

"Dek sebenarnya ada apa sih?" tanya Lafa penasaran, kedua alisnya terangkat ke atas, seolah menggambarkan berbagai pertanyaan di kepalanya.

"Meneketehe," jawab Farel ngawur sambil mengangkat kedua bahunya acuh.

Jawaban yang di berikan Farel, sontak membuat mulut Lafa menganga lebar, kedua matanya membulat utuh, bagaimana Lafa tidak bereaksi seperti itu?, Orang jawaban Adiknya kelewat luar biasa.

Tuk..

"Aishhh ..." Ringis Farel kesakitan sebab tiba-tiba sebuah sentilan kecil mendarat tepat di dahinya, walau sentilan itu kecil, tapi rasa denyutan setelahnya terasa sakit sekali.

L A F ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang