Part 2

291 30 5
                                    

Hana akhirnya bisa menikmati ramen instannya, setelah minum dan membersihkan tempat makannya ia memilih untuk duduk sebentar di ruang tengah sambil melihat ke arah televisi yang menampilkan sebuah acara drama. Entah karena dia yang terlalu lelah atau acara dramanya yang terlalu membosankan membuat kelopak matanya terasa berat dan berakhir tertidur di atas sofa dengan televisi yang masih menyala.

Sebuah deringan nyaring dari ponsel membangunkannya, tanpa sempat melihat siapa yang menelpon ia langsung menerima telepon tersebut.

"Halo?" ucap seseorang di seberang telepon.

Alih-alih menjawab sapaan dari sang penelepon, matanya yang tadi terasa berat kini menyipit, ia tidak pernah mendengar suara ini sebelumnya. Lantas ia menjauhkan ponsel dari daun telinganya untuk melihat siapa gerangan yang menelponnya.

Takahiro.

Nama laki-laki itu lagi yang muncul, namun mengapa suaranya terdengar berbeda.

"Taka?"

"Ini bukan Taka, tapi temannya."

Sebuah kerutan muncul di dahi Hana. "Okey, ada apa? Kenapa bukan dia yang berbicara?" Selama mengucapkan kalimat tersebut, ia bisa mendengar suara musik yang menghentak.

"Iya, jadi begini, sepertinya Taka mabuk. Aku tidak tahu harus menelpon siapa lagi karena hanya nomormu yang tersambung. Bisakah kau menjemput dia? Aku akan mengirimkan alamatnya."

"Ba-baiklah kalau begitu."

Lalu sambungan telepon mati. Hana menjauhkan ponsel dari telinganya, dengan sedikit kesadaran yang perlahan masuk ke dalam ruang warasnya. "Astaga! Kenapa aku tidak bertanya, kenapa bukan dia saja yang membawa Taka pulang? Kenapa malah menyuruhku?!" sekali lagi Hana merutuki atas kebodohannya.

"Ya sudah, mau bagaimana lagi."

Meskipun begitu, ia tidak bisa berbohong akan raa khawatirnya kepada laki-laki itu. Dengan segera ia meraih mantel yang tergantung di dekat pintu. Setelah mengunci unit apartemennya ia segera berlari di lorong apartemen dengan tangan yang menggenggam ponsel, benda itu kemudian bergetar, menampilkan pesan dari nomor Taka yang berisikan alamat.

Hana berhenti di depan sebuah tempat minum, setelah meminta taxi itu untuk menunggu, ia lalu melihat kembali pesan dari nomor Taka dan mencocokkan alamat yang tertulis di dalam pesan itu. Mengangguk, ia segera berjalan masuk, membuka pintu ia bisa mendengar suara musik yang bercampur dengan suara orang-orang yang sedang mengobrol.

Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh arah, berusaha mencari laki-laki itu. Atensinya kemudian menangkap sosok yang sedang bersandar di meja bar, jas hitam yang begitu cocok di badannya kini terlepas, menyisahkan kemeja putih yang terlihat pas di badannya.

Kakinya kemudian bergerak mendekati laki-laki itu, di sana ia bertemu dengan seorang pria yang mengaku sebagai orang yang menelponnya tadi. Dengan bantuan pria itu ia membawa Taka ke depan dan membantunya masuk ke dalam taxi yang sudah menunggu mereka.

Di dalam taxi, Hana membiarkan Taka terbaring di atas pangkuannya. "Taka, kau bisa dengar suaraku?"

Laki-laki itu hanya menggumam. Hana bersyukur dalam hati, meskipun ia tidak sadar sepenuhnya. "Kenapa sih kau minum banyak? Lihat yang susah sekarang siapa? Untung saja aku tau di mana kau tinggal, kalau tidak, aku tidak mungkin membawamu ke apartemenku. Maksudku yang benar saja!" Hana mengoceh sendirian, ia baru tersadar ketika melirik ke arah depan dan menyadari kalau ia tidak sendiri di dalam mobil itu.

"Ma-maaf, pak." Hana berucap dengan volume suara yang rendah, menundukkan kepalanya dan pandangannya kembali tertuju pada Taka yang sedang menutup mata dengan kesadaran diri yang sebagian hilang.

***

Di dalam lift Hana memperhatikan Taka yang sedang bersandar di bahu supir taxi yang membawa mereka ke sini. Bau alkohol yang bersumber dari laki-laki itu mengganggu penciumannya. 

Berapa banyak sih yang kau minum?

"Pacar nona?" tanya supir taxi yang membawa mereka tadi.

Hana menggeleng. "Bukan, Pak. Teman saya."

Pria yang berumur sekitar 40 tahunan itu kemudian mengangguk. Hana lalu kembali melirik ke arah Taka yang masih tidak sadarkan diri. 

Lihat Taka, orang-orang mulai mengira kalau kita ini ada sesuatu.

Taka kini tergeletak di atas tempat tidurnya, masih lengkap dengan setelan pakaian yang ia kenakan meskipun Hana sudah melepaskan ikatan dasi yang ia pasangkan untuk laki-laki itu tadi. Perempuan itu lalu menarik selimut ke atas badan laki-laki yang sepertinya sudah tidur itu.

Sekali lagi ia menatap Taka yang tengah tertidur pulas. Tiba-tiba pria itu berseru heboh, Hana mundur beberapa langkah saking kagetnya. Racauan laki-laki itu masih berlanjut, kini nama perempuan yang tak ia kenal disebut-sebut, ia berusaha menghilangkan perhatiannya dari racauan Taka.

"Taka, istirahatlah. Aku ada di luar jika kau butuh sesuatu."

Hana memutar badan, hendak melangkah ketika tangan Taka tiba-tiba melingkar di pergelangan tangannya yang kurus. Degup jantung Hana berpacu, ia lupa sebuah fakta bahwa Taka sedang dalam keadaan mabuk dan ia bisa saja hilang kendali.

"Hana..."

Ia memutar badannya tepat setelah laki-laki itu menyebut namanya.

"Ya, kenapa Taka?" kakinya melangkah mendekati tempat tidur.

"Kau sudah mau pergi?"

"Emm ya, kenapa? Ada sesuatu yang kau butuhkan?

Taka menggeleng dengan matanya yang masih separuh menutup. "Tidak, terima kasih dan maaf sudah membuatmu repot." Suaranya melemah ketika mencapai akhir kalimat.

Hana tersenyum sembari mengusap tangan Taka yang masih setia melingkar di pergelengannya sebelum melepaskannya dan menaruhnya di atas perut laki-laki itu. "Tidak apa-apa, kalau begitu aku pergi dulu."

Belum sempat ia mengangkat kakinya untuk berbalik, laki-laki itu tiba-tiba saja bangun dari tidurnya dan memuntahkan isi perutnya ke atas tempat tidur. Cairan berwarna putih memenuhi sebagian tempat tidur, dengan sekali gerakan Hana langsung mendekat dan mengelus punggung laki-laki itu.

"Tunggu sebentar, aku akan mengambil air minum dan baju."

Hana segera berlari menuju lemari pakaian yang ada di sudut ruangan, setelah mengambil satu lipatan baju yang berada paling di atas ia langsung menuju ke dapur untuk mengambil air. Tidak membutuhkan waktu lama, ia sudah datang dengan tangan kanan yang menggenggam segelas air dan tangan kiri yang memegang baju kaos.

Hana memberikan gelas itu kepada Taka, setelah minum, Hana membantu laki-laki itu melepas kemejanya kemudian melap kedua sudut bibirnya, memberikan pria itu baju kaos dan memakainya. Perempuan itu melihat Taka membaringkan badannya di bagian tempat tidur yang tidak terkena muntahan.

Deru nafasnya kembali normal, Hana yakin laki-laki itu sudah terlelap ke dalam mimpi yang ia harap adalah mimpi indah. Ia segera mencari keranjang untuk tempat baju kotor dan menemukannya di kamar mandi. Ia lalu menaruh kemeja itu lalu berjalan keluar kamar. Langkah kaki membawanya ke bagian dapur, di meja makan ia terduduk dengan lesu masih dengan balutan pakaian yang ia kenakan untuk menjemput Taka tadi.

Hana melepas ikatan rambutnya, membiarkan surai cokelatnya tergerai, kedua tangannya sepakat terlipat dan saling bertumpu satu sama lain. Kepalanya perlahan bergerak turun hingga dahinya bertemu dengan punggung tangan kanannya. Kedua kelopak matanya mulai terasa berat dan dalam hitungan detik ia sudah tertidur di tempat itu dalam keadaan terduduk.

"Jangan begini lagi... Taka."





To be continued

Right by Your Side | Taka ONE OK ROCK [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang