Tanah basah dan langit mendung telah menjadi sahabatnya akhir-akhir ini. Bila boleh sedikit bercurah hati, jujur rasanya bagai bertarung di tengah lipatan ombak, Jungkook terombang-ambing. Angin yang bertiup kencang membuat pakaiannya melambai-lambai diantara gravitasi yang coba menyandung keteguhan, meruntuhkan ketegaran serta kesabarannya. Pria itu memandang tempat peristirahatan di depannya dengan wajah terlukis duka.
"Sudah saatnya aku melepaskan semua.." Setangkai bunga Anyelir putih yang melambangkan kerelaan dan ketulusannya dibaringkan dengan hati-hati di atas gundukan tanah yang sebagian penuh telah ditutupi rumput hijau itu.
Kenyataannya, masih begitu sulit baginya membawa diri ke pemakaman ini. Namun Jungkook yakin tidak ada hal baik yang bisa dia dapat jika membiarkan egonya terus berjalan. Telapak tangannya menyatu, mata terpejam seraya merapal doa-doa dalam senyap syahdu. Air matanya jatuh tanpa bisa dibendung.
"Semoga kau bahagia di sana..istirahatlah dengan tenang." Bisikan pilu terselip di bawah napasnya yang bergetar. Jungkook segera berbalik. Lukanya belum benar-benar mengering tapi Jungkook ingin berusaha menerima takdir pahit yang Tuhan suratkan untuknya. Pipinya yang basah diseka dan Jungkook bergegas meninggalkan tempat itu, membiarkan rintik hujan menghapus kenangan yang tersisa.
💫
Kamarnya tampak mati, begitu sepi, tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Jungkook melangkah perlahan. Demi menghibur hati, Jungkook melepas jasnya kemudian bergegas membersihkan diri lalu melompat ke kasurnya untuk berbaring dan menonton hingga larut malam.
"Aku merindukanmu, Jim.." lirihnya tak berdaya, sorot matanya menjunjung langit hitam yang mengintip dari kaca balkon. Detik-detik sebelum terpejam adalah saat yang rentan bagi kenangan merasuk di ujung malam. Sayup-sayup suara yang dihasilkan dari televisi mulai padam di telinganya. Rasa kantuk menyergap menang, Jungkook akhirnya terlelap memulihkan tenaga yang telah terbuang seharian.
Tiba-tiba tak berapa lama dia merasakan pipinya ditepuk lembut. Jungkook menggeliat, kepalanya bersandar pada sesuatu yang lebih nyaman dan empuk daripada sekedar bantal. Perlahan kelopak matanya terbuka, dahi berkerut bingung.
"Eh?"
"Kookie? Kau ketiduran lagi dengan televisi menyala?" Suara merdu bak petikan harpa menyapa ramah gendang telinganya. Setengah jiwanya masih melayang entah kemana, Jungkook pikir dia bermimpi tapi Jimin sungguh di sana. Dengan suka rela meminjamkan permukaan pahanya sebagai bantalan kepala.
"Mmm? Jimin-ah?" matanya menyipit melirik jam dinding yang menunjuk angka satu dini hari.
"Maaf aku sangat terlambat. Perbaiki posisimu dan tidurlah lagi. Aku harus--" Cepat-cepat Jungkook menarik pinggangnya mendekat, menenggelamkan wajahnya seraya mengeluh manja di perut Jimin dan bergumam pelan membuat si mungil merasa tergelitik.
"Aku sangat merindukanmu..kupikir kau tidak akan kembali malam ini."
"Aku juga berpikir begitu, ternyata selesai lebih cepat dari dugaan. Jadi jangan membuatku merasa bersalah. Kau tahu jadwalku kan? Aku--" Jungkook menggeleng tak setuju, mendongak demi mendapati Jimin yang menatapnya balik. Bibirnya maju dengan artian tersirat. Meski sedikit jengah, Jimin tersenyum mengerti. Kepalanya perlahan turun untuk menggapai bibir Jungkook sekejap.
"Apa saja yang kau lakukan hari ini?.."
"Aku kesepian. Kenapa juga Hani harus study tour di saat-saat begini? Kalian sengaja ya? Apa ini prank? Aku tidak suka ditinggal sendirian di rumah besar ini.."
"Hahah, Jungkook. Jangan melantur, Hani akan segera pulang. Lagipula besok lusa aku libur. Kita bisa keluar hari itu, bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book II
FanficJust Some Kookmin Story written in Bahasa. ------ Warning (bxb) Rated: T - M -Kookmin- Book II dari Jimin-Ssi, Its Love. Kini Jimin juga siap. Tekadnya tidak akan kalah dari Jungkook. Mereka akan berjuang bersama sebagai orangtua. Keluarga itu har...