"Jimin-ah..bangun,"
"Jimin.."
"Jeon Jimin, ayo bangun sayang?"
Tak ada jawaban. Jungkook mengernyit. Lalu membelai surai emasnya. Namun pria itu dibuat khawatir saat tak sengaja bersentuhan langsung dengan kulit si mungil yang membakar sebagian telapak tangannya. Panas. Celaka, desisnya cemas.
"J-Jimin?"
"Mm, Kook-ah.."
"Sayang? Kau baik-baik saja? Apa kepalamu pusing? Sakit?" Jimin bergerak-gerak gelisah, namun matanya masih terpejam. Jungkook keluar sebentar untuk memanggil Hani yang baru saja meninggalkan ruangannya.
"Hani?"
"Yes, Dad?"
"Tolong ambilkan air hangat dan kain kompres.."katanya mencoba setenang mungkin, tapi gurat panik itu masih melekat dan disadari oleh sang putri.
"Uh? Untuk..?"
"Daddy rasa Papa demam,"
"Hah?! Apa? Bagaimana keadaan Papa?"
"Hm..sekarang kita coba kompres dulu. Setelah itu Daddy akan kembali mengecek suhu tubuhnya. Jika tidak ada perubahan kita ke Rumah Sakit."
"Baik, Dad.." Hani mengangguk patuh, cepat-cepat dia berjalan ke arah dapur dan menyiapkan segala keperluan yang sempat Jungkook perintahkan.
Sementara itu, Jungkook menemui Jimin. Berlutut di samping kasur dan mengobservasi keadaan si mungil melalui telapak tangannya yang terus berpindah-pindah dari leher bagian dalam Jimin lalu kembali ke dahinya.
"Jungkook-"bulan sabit perlahan-lahan menampakkan diri. Tangannya menggapai-gapai. Jimin berusaha duduk dengan bahu si bongsor sebagai penopang berat badan, namun tanpa belas kasih Jungkook malah menekuk lengan Jimin, menggagalkan usahanya.
"Istirahat, Jimin."katanya, menyamankan kembali posisi yang lebih kecil dan menarik selimut sebatas dadanya.
"Tapi aku..harus berangkat kerja--"
"Berhenti menyepelekan kesehatanmu."
Jungkook perlahan-lahan naik ke atas kasur. Menumpukan kepala dengan satu lengan serta berat badan pada setengah bagian dari tubuhnya. Menyamping, menghadap Jimin. Obsidiannya bergerak-gerak mengamati Jimin seorang, menelusuri lekukan indah itu tanpa rasa jenuh.
"Aku tidak begitu.."
"Maka, istirahatlah sedikit. Cukup ambil libur dari pekerjaanmu hari ini. Apa itu sulit?" Jungkook mendekat, surainya diusap sayang, sesekali dikecupi ringan.
"Tapi--"
"Aku tidak terima penolakan. Ini perintah, Jimin." Seperti ucapannya, bahkan mimik wajah seolah-olah sedang menakuti Jimin, bahwasanya Jungkook sangsi bila dibantah lebih jauh lagi.
Oh, tapi jangan lupakan kalau Jimin adalah sebuah pengecualian. Dokter bermuka imut itu punya pendirian sendiri, dan hal itu juga yang membuat mereka tidak pernah absen dalam urusan debat-mendebat.
"Jungkook..aku baik-baik saja." Jimin yang keras kepala tidak akan mau kalah dengannya, Jungkook sudah tahu itu dari awal. Tapi untuk saat ini dia berjanji tidak akan membiarkan Jimin menang.
"Kau bahkan tidak bisa duduk tanpa harus menarikku. Kau membutuhkanku. Jeon Jiminku sedang lemah tidak berdaya, hm? Imutnya.." sesekali Jungkook mengepit hidung yang lebih mungil, Jimin cemberut, kemudian menekan tangan Jungkook jauh-jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book II
Fiksi PenggemarJust Some Kookmin Story written in Bahasa. ------ Warning (bxb) Rated: T - M -Kookmin- Book II dari Jimin-Ssi, Its Love. Kini Jimin juga siap. Tekadnya tidak akan kalah dari Jungkook. Mereka akan berjuang bersama sebagai orangtua. Keluarga itu har...