[Warn: This chapter will contains a lot of mature's content. So, please read at your own risk. You've been warned tho!]
Suasana pagi ini tidak banyak berbeda dari sebelumnya. Penuh dengan suara benturan yang diciptakan antara sendok dan garpu serta piring yang saling bergesekan.
Bedanya Hani tak bersama mereka. Anak itu sedang menghadiri klub olahraga bela diri yang rutin diikutinya setiap hari libur begini. Bisa dibilang Jimin dan Jungkook punya waktu untuk berdua.
"Jungkook-ah..mm, aku mau bicara soal kerjaan."
"Eh? Ada apa?" Suapannya tertahan. Jungkook mendongak dan memperhatikan Jimin yang hendak bicara di seberangnya.
"Aku akan bertugas di Seoul," Jungkook mengangguk-angguk, karena pada dasarnya itu hal yang lumrah. Jimin sering berpergian keluar kota bahkan keluar negeri untuk beberapa hari. Dia pun begitu, jadi Jungkook bisa memakluminya.
"Berapa lama?"
"Kira-kira seminggu atau kurang, aku tidak tahu. Yang pasti tidak terlalu sibuk seperti bulan lalu. Kau mau ikut?" Pria itu berdehem lama. Asyik memutar otaknya, meneliti jadwal kerja untuk beberapa hari mendatang.
"Ah..tidak bisa sayang." Dagu bertopang siku pada meja, sedikit merasa tak puas. Jimin buru-buru melambaikan kedua tangannya, mengisyaratkan Jungkook bahwa tak ada masalah dengan keputusannya.
"Tidak apa! Jangan dipikirkan, aku akan mampir ke rumah untuk menyapa Ayah dan Ibu."
"Agh, aku juga sudah lama tidak bertemu mereka..hm, tunggu. Bagaimana kalau aku menyusul 2 hari setelahnya? Dengan Hani juga..dia kan sedang di skors.."
Mereka saling tatap dan akhirnya terkekeh kecil, setelah itu sambil berpikir jari-jemari si mungil mengetuk-ngetuk meja makan. Jungkook masih menunggu dengan raut antusias yang tampak kentara.
"Hngg, tidak usah. Kau kan sibuk,"kata Jimin memajukan bibirnya main-main. Meski tak rela, egois rasanya melibatkan Jungkook untuk setiap kepergiannya.
"Aku bisa atur ulang jadwalku agar tidak berantakan. 2 hari itu juga cukup buatku menyelesaikan banyak kegiatan. Aku akan menyusulmu," Ternyata Jungkook tetaplah Jungkook. Meski Jimin keras kepala, dia tidak sendirian.
Jungkook merupakan lawan yang sepadan dengannya. Pria ini bak hadir dalam hidupnya untuk mengingatkan Jimin bahwa dia tidak bisa selalu menang. Mendengar penuturan sederhana itu membuat hati si mungil menghangat, mulut cantiknya mengukir senyum manis yang berhasil menarik hati Jungkook.
"Mm, baiklah. Hehe,"
"Kapan berangkatnya?"
"Besok."
"Eh? Kau baru minta izin hari ini?" Bola matanya melebar. Jungkook berdiri dari kursinya dan menatap Jimin dalam-dalam.
"K-kupikir kau baik-baik saja soal itu?"bisiknya ragu, Jimin jadi ikut-ikutan bangkit dengan wajah panik. Takut Jungkook akan memarahinya. Namun pria itu mendekat dan meraih bahunya dengan tatapan lembut.
"Iya tapi..kenapa baru bilang sekarang?"
"Memangnya kenapa?" Jungkook melirik pergelangan tangannya yang dibalut jam tangan mahal. Lalu cepat-cepat menggapai pinggang Jimin secara posesif.
"Kita cuma punya waktu 3 jam sampai Hani pulang. Ayo naik," Bulan sabit melebar. Jimin hampir berteriak karena Jungkook akan mengangkat tubuhnya begitu saja.
"Hei! Tunggu! Tunggu dulu. A-apa maksudnya?"
"Ayo ke kamar."
"Kau tidak berpikir untuk...itu kan?" Katanya was-was, matanya semakin menyipit curiga. Sementara Jungkook malah memutar bola matanya bosan. Meraup badan Jimin seperti sebuah karung beras untuk dia papah di bahunya, lagaknya terlalu santai. Seakan-akan ototnya tercipta untuk dimanfaatkan pada hal semacam ini. Mengangkat Jimin kapanpun dia mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkook-ssi, My Love! [Kookmin] Book II
Fiksi PenggemarJust Some Kookmin Story written in Bahasa. ------ Warning (bxb) Rated: T - M -Kookmin- Book II dari Jimin-Ssi, Its Love. Kini Jimin juga siap. Tekadnya tidak akan kalah dari Jungkook. Mereka akan berjuang bersama sebagai orangtua. Keluarga itu har...