Mati. Sepertinya jiwaku telah mati. Walaupun kau masih bisa melihat ragaku bergerak, tapi aku merasakan kehampaan dalam diriku. Kesakitanku telah berubah menjadi hampa. Apa kau pernah merasakannya?
Terlalu sakit sampai kau tidak bisa lagi merasakan apapun. Hanya ada kehampaan dalam dirimu. Ragamu bergerak tanpa arah, tanpa tujuan, hidupmu tidak berarti karenanya.
Selagi jiwamu mati, namun ragamu harus tetap hidup. Karena sebenarnya kau tidak ingin semua orang tahu kalau kau mati. Terlalu memalukan untukmu. Kau tidak mau semua orang tau bahwa beban yang kau pikul berat untukmu. Karena mereka pasti akan menertawaimu. Tidak memperdulikanmu. Dan akan meremehkanmu. Kau tau jika kau menceritakannya, semua akan percuma.
Kau lebih memilih untuk membunuh dirimu perlahan. Membiarkan semua rasa sakit dan lelah ini menggerogoti jiwamu. Kau tidak akan membiarkan seorang pun tau seberapa besar luka yang telah dihasilkan karenanya.
Semua sakit itu kau pendam sendiri, tidak ada tempat untuk mencurahkan semua sakit itu kecuali dirimu sendiri. Luka di jiwamu hanya dapat kau ungkapkan melalui goresan ditanganmu. Tinta merah itu adalah bukti sakitmu.
Namun, kau harus terus menyembunyikan bukti itu. Kau selalu percaya. Suatu saat pasti akan ada yang menyadari itu. Bukti itu pasti akan ditemukan oleh seseorang. Kau selalu meyakinkan itu dalam dirimu. Kau tau sebenarnya jiwamu perlu pertolongan. Namun kau tidak bisa mencari pertolongan.
Saat jiwamu sudah benar-benar mati, saat itu juga kau harus membunuh ragamu. Kau harus mengeluarkan semua bukti yang ada. Bukti bahwa kau sebenarnya membutuhkan pertolongan, namun tak satupun bisa menolongmu. Dan disaat ragamu ikut mati bersama jiwamu, saat itulah kau menjadi merasakan hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Notes
PoesíaCerita ini adalah isi dari buku diaryku yang ingin kubagi bukan untuk mencari perhatian, tapi aku hanya ingin menuangkan isi hatiku, bagaimana hariku, dan berbagi kepada semua orang yang mungkin merasakan hal yang sama? Setiap malam aku selalu memb...