Kalian pernah gak sih ngerasain capek yang beneran secapek itu sampe rasanya pengen udah sampe sini aja tapi mau secapek apapu kalian, sesedih apapun kalian, sesakit apapun kalian, you have to pretend that you are fine. Karena kalian tau orang-orang gak aka nada yang paham sama kondisi kalian. Mau seberapa panajng kita cerita dan jelasin kondisi kita, mereka gak akan paham. Apalagi kalian begini tanpa ada alasan yang jelas.
Kalian punya semuanya. Uang, orangtua lengkap, teman mungkin, kasih sayang, materi, kalian juga pinter, tapi kalian ngerasa "Aku kok gak berharga banget. Buat apa aku masih disini? Jadi beban doang. Gabisa apa-apa, nyusahin orang tua, temen juga gaada, apa yang aku lakuin gak pernah berhasil, temen-temenku semuanya bahagia. Bahkan mereka memiliki sesuatu yang bias dibanggakan." Ini bukan karena kalian tidak bersyukur. Bukan juga karena gapernah berdoa. Kalian juga gatau apa yang sebenarnya kalian rasakan.
Ada fase dimana kalian saking capeknya, saking sedihnya, saking marahnya sama diri sendiri, dan akhirnya kalian gak bisa merasakan apa-apa. Dunia udh gelap semua. Mau matahari seterang apapun, rasanya bener-bener gak ada cahaya sama sekali.
Orang lain yang kita harapkan akan memberi pertolongan, semuanya Cuma bilang "Coba deh solat." , "Coba lebih dekatkan diri dengan Tuhan.", "Kamu harus lebih bersyukur, masih banyak orang diluar sana yang lebih menderita.", "Masalahmu gaada apa-apanya sama masalahku.", "Udah dikasih apa aja ya kamu, semuanya ada kurang apalagi?".
'AKU TAU AKU PUNYA SEGALANYA! AKU JUGA BERDOA PADA TUHAN! AKU HANYA TIDAK TAU APA YANG SALAH DENGAN DIRIKU!'
Aku telah mengubur mimpiku sejak lama. Dan tidak ada yang tau itu karena aku selalu menjadi orang yang berambisi didepan orang lain. Kenapa? Mereka tidak pernah mau membiarkanku mengungkapkan apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku juga tidak mau terlihat menyedihkan didepan orang lain.
Aku memang tidak mengiris tanganku, tapi ada cara lain untuk hal yang sama.
Orang yang kuanggap bisa menolongku juga sama saja tidak bisa dipercaya. Jawaban mereka sama saja. Aku sampai tidak tau harus mengucapkan kebohongan apalagi untuk dianggap 'normal' oleh mereka. Kadang aku memilih untuk diam ketika mereka bertanya apakah aku baik-baik saja. Atau menjawab dengan 'Yeah I'm good.' Agar tidak ada lagi orang-orang sok peduli lainnya.
Sekarang melihat dunia luar cukup memberi beban. Menjauhkan diri dari dunia luar memang pilihan yang terbaik. Dimalam hari adalah saatnya menjadi diri sendiri. Menangis tanpa suara, menagisi sesuatu yang sebenarnya aku sendiri juga tidak tau apa. Hanya ada rasa putus asa dan tidak berguna.
Aku ditanya mengapa aku menjauhi semua teman sekelasku termasuk guruku padahal dulu aku adlah seorang siswa yang aktif. Aku menjawab tidak tau karena yang aku rasakan, mereka semua membenciku diam-diam dan dibelakangku mereka sedang membicarakan diriku, menjelek-jelekkan diriku dan sebagainya. Jadi aku memilih untuk menutup diriku karena itu.
Apa rasanya terkena serangan panic saat dikelas? Itu cukup menakutkan. Saat sedang memperhatkan pelajaran, tiba-tiba semuanya terasa berbeda. Jantungku berdegup kencang, nafasku sesak seperti ada sesuatu yang menekan dadaku sangat berat, kepalaku pusing dan telingaku berdengung. Keringatku keluar banyak sekali. Temanku khawatir. Aku berlari menuju toilet dan menangis di sana. Aku emmukul kepalaku dan dadaku kuat-kuat berharap semua itu berakhir. Aku mencoba untuk tenang, namun itu sulir. Sampai temanku menggedor toilet mencoba masuk dan melihatku terduduk di lantai kamar mandi sangat menyedihkan. Ia mencoba menenangkanku. Setelah itu aku tidak tau apa yang terjadi. Aku hanya mengikui semuanya dnegan tatapan kosong sepanjang hari tanpa berbicara denga siapapun.
Apakah orangtuaku tau? Tentu saja tidak. Jika mereka tau, mereka hanya akan membawaku ke dokter dan dokter akan bilang bahwa aku baik saja. Mungkin hanya stress. Itu terjadi beberapa kali saat aku SMP dan bertambah parah saat aku SMK. Aku menghadapinya sendirian tentu saja.
Saat aku sedang intern disalah satu kantor, serangan itu dating. Aku benar-benar takut namun aku mencoba untuk tenang. Itu sulit karena banyak sekali orang pada saat itu. Sebisa mungkin aku menahannya. Hingga akhirnya aku berhasil tenang dan bercerita kepada guruku saat itu. Dia menyuruhku untuk berdoa. Begini, aku berdoa kepada Tuhan. Akupun menanyakan apa yang salah. Hingga akhirnya aku lelah, bahkan sebenarnya untuk bernafas pun aku lelah.
Pura-pura tenang, bahagia, baik-baik saja, itu sulit. Mereka tidak tau karena aka nada konsekueansi yang dating setelah kita melakukannya. And we have to face it ALONE.
------
6 Maret 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
My Notes
PoesíaCerita ini adalah isi dari buku diaryku yang ingin kubagi bukan untuk mencari perhatian, tapi aku hanya ingin menuangkan isi hatiku, bagaimana hariku, dan berbagi kepada semua orang yang mungkin merasakan hal yang sama? Setiap malam aku selalu memb...