Noda Karamel di Ujung Celemek - AkaFuri

288 23 4
                                    

NB : Ini sebenarnya udah ff lama tapi yah, kurasa aku ingin membaginya dengan pembaca sekalian.

---

Kouki menggeliat di ranjangnya. Dengan tatapan malas, pemuda bersurai kecoklatan itu menatap jam dinding yang tergantung indah di depannya. Baru saja pemuda itu akan menutup kembali kelopak matanya, tepukan ringan menyentuh bahu Kouki yang kebetulan bajunya sedang kebesaran sehingga bahunya tersingkap. Terkejut, akhirnya pemuda itu menolehkan kepalanya ke pelaku penepukannya.

"Eng—Aka...shi?"

Yang dipanggil terkekeh pelan. Rupanya Kouki—yang kini sudah menyandang gelar 'Istri' seorang Akashi Seijuuro—masih tidak terbiasa memanggilnya dengan nama depan.

"Kouki, bukannya sekarang kau Akashi juga? Bangunlah, kau lupa ini hari apa?"

Kini Seijuuro duduk di sisi ranjang. Menyeruput kopi hitamnya dengan nikmat. Kouki perlahan bangun dari tidurnya, lalu turun dari ranjang. Berjalan sempoyongan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Seijuuro juga tak hanya diam, pria berkharisma itu keluar dari kamar, menuju dapur rumah kecil mereka.

.

Ah? Seorang Akashi tinggal di rumah kecil?

Demi memenuhi permintaan Koukinya yang sakit-sakitan itu, Seijuuro memutuskan untuk tinggal di rumah kecil, namun nyaman itu. Semua ia lakukan agar Koukinya yang tidak bisa tinggal di mansionnya tetap tersenyum sehat.

Kouki selalu menyambutnya pulang, menunggunya pulang dengan celemek berwarna coklat lusuh. Padahal sudah ia tawari untuk membeli yang baru, tetapi Kouki selalu menolak. Pria bermanik karamel itu malah tersenyum, mengatakan bahwa celemek ini memiliki cerita-cerita yang tidak akan ada di celemek lainnya.

.

Betapa indah memori kecil yang hangat itu. Bibir Seijuuro kembali tersungging. Ditepisnya memori itu, agar ia bisa kembali fokus pada pancake yang sedang ia masak untuk Koukinya. Celemek kesayangan istrinya itu ia kenakan, tanpa takut jika Koukinya akan marah atau tidak ketika keluar dari kamar mandi nanti.

...

"Aku pulang... tou-san..."

Seorang gadis dengan tatapan sendu melepas sepatunya. Menaruh bola basketnya di rak yang sudah disediakan. Gadis itu mencari-cari ayahnya. Kakinya ia langkahkan sesegera mungkin menuju dapur. Menghela nafas lega, gadis itu sudah menebak ayahnya pasti berada disana.

"Tou-san... kaa-san kan.. sudah.. tidak ada..." Ucapnya lirih.

Ini sudah menjadi kebiasaannya. Seijuuro yang selalu memasak pancake di sore hari. Seijuuro yang berdelusi dengan mengenakan celemek berwarna coklat lusuh Kouki. Seijuuro yang tidak menyadari kepulangan anak gadisnya.

Seijuuro yang selalu memanggil anaknya dengan nama 'Kouki'.

"Kouki? Ah, kau lama sekali di kamar mandi. Ini hari spesial kita, bukan? Ayo buat—"

"Tou-san! Aku bukan Kouki! Aku bukan kaa-san! Ini aku, Amaya! Kenapa... kenapa tou-san tidak bisa melepas kepergian kaa-san? Padahal kaa-san sudah—"

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat dipipi Amaya. Gadis bersurai mirip dengan ibunya itu terkejut, bulir air mata keluar dari manik merahnya. Tangannya memegangi bekas tamparan ayahnya, tampak ia menggigit bibir bawahnya.

"Otou-san... kalau tou-san memang tak ingat kalau ada aku, mungkin sebaiknya aku memang tak pernah ada disini... aku.. aku akan tinggal di rumah nenek saja..."

Gadis tak bersalah itu menangis, berlari ke kamarnya untuk mengemasi barang-barangnya. Sedangkan Seijuuro? Ah, dia sama sekali tak mempedulikan tangis anaknya sendiri.

Siapapun yang mengatakan Kouki sudah meninggal, itu akan membuat seorang Seijuuro marah, meskipun itu anaknya sendiri.

.

.

.

.

Kejadian itu bermula, ketika Kouki tidak kunjung keluar dari kamar mandi...

Ketika Seijuuro mendobrak pintu kamar mandi karena merasa janggal, maniknya menangkap sosok pria bersurai coklat yang terkapar di dekat toilet. Toilet yang penuh dengan muntah yang bercampur darah, dan lantai kamar mandi yang penuh darah. Tanpa berpikir panjang, dibersihkannya mulut Kouki dengan tisu, lalu dengan segera Seijuuro membopong tubuh lemah itu.

Walau Seijuuro terus memanggil namanya selama perjalanan, Kouki tak kunjung bergerak, ataupun membuka matanya. Seijuuro terus berusaha menjernihkan, menenangkan pikirannya. Koukinya tidak akan meninggal, tidak akan.

Membawanya ke rumah sakit memang pilihan yang tepat.

Anaknya berhasil selamat,

Tetapi tidak dengan Kouki.

---

Seijuuro menjadi gila. Schizophrenia dan depresi. Bahkan akhirnya orang tua Kouki yang memberi nama pada anaknya dan merawatnya. Memang sinting diri Seijuuro. Terus berpikir dirinya dan Kouki masih menikmati waktu bersama. Terus memasak bersama. Terus berpikir bahwa dirinya masih bisa memeluk satu sama lain. Masih bisa bersenda gurau.

Putrinya, Akashi Amaya, akhirnya kembali ke rumah kecil orang tua kandungnya. Ingin merawat ayahnya. Ingin mengembalikan sejuta senyum ayahnya. Sayang, alih-alih membahagiakan, kehadiran Amaya malah ditolak mentah-mentah. Pasalnya, Seijuuro tidak mengenali Amaya sebagai putrinya. Rambutnya memang coklat menurun dari Kouki, tetapi dengan maniknya yang berhetekroma seperti ayahnya, Seijuuro membenci manik anaknya.

Amaya sudah habis kesabaran. Meski masih ada harapan ayahnya mencegah dirinya pergi, tetapi hal itu tak akan terjadi. Tanpa menoleh kebelakang, Amaya menarik koper beludru biru lautnya.

Seijuuro?

Ah, dia malah tersenyum, mendapati istri imajinernya berkata lembut padanya.

"Sei, ada noda karamel di ujung celemekmu."

SentimentaL - Kurobas DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang