Hari ini aku pergi bekerja seperti biasa. Sesampainya disana,aku terkejut. Revan yg tak pernah datang awal saat bekerja,sekarang tengah duduk anteng di meja kasir. Tapi mukanya terlihat lusuh. Wajahnya pucat. "Revan" panggilku. Revan tak menyahut. "Revan. Lo gak apa apa?" Tanyaku. Aku mendekat. "Gak apa apa" jawab Revan lemah saat aku sudah berdiri di sampingnya. Aku liat mukanya.
"Tapi lo pucat banget" kataku sambil kupegang kepalanya. "Kepala lo panas banget" panikku. Kupegang juga tangannya. "Gila Revan. Lo pasti sakit. Tangan lo dingin banget" kataku. "Bentar ya bentar. Lo tunggu disini" kataku. Aku berjalan ke dalam. Aku ingin menemui bosku. "Permisi pak" kataku sambil mengetuk pintu ruangannya. "Masuk" katanya. "Pak saya sama Revan hari ini mau ijin" kataku tanpa basa basi.
"Kenapa?" Tanya bosku. "Revan sakit pak. Saya harus mengantar dia pulang" kataku. "Hm baiklah" kata bosku. "Makasih pak. Permisi" kataku. Aku segera keluar dari ruangan. Aku berpikir keras cara membawa Revan pulang. Akhirnya aku memutuskan membawanya ke rumahku. Aku naikkan dia ke boncengan sepedaku. "Lo pegangan yg kenceng ya" kataku. Revan memeluk aku dengan erat dari belakang.
Aku mengayuh sepedaku sekuat tenaga. Revan yg sudah kepayahan di belakang,membuatku tak ingin bertanya dimana rumahnya. Sehingga aku membawanya ke rumahku. "Bu! Ibu!" Pekikku kepada ibuku. Ibu segera berlari keluar. "Astaga. Ada apa ini?" Tanya ibuku. "Temanku sakit bu,dia hampir pingsan" laporku. "Bawa masuk" kata ibu. Ibu membantuku memapah Revan.
Ibu menuangkan air hangat ke sebuah gelas. "Ini nak silahkan" kata ibu. Ibu membantu Revan meminumnya. Ibu membaringkan Revan di kasurku. Rumah kami kecil. Kamar hanya ada 2. Kamar utama dan kamarku. Kamar utama ditempati ayah dan ibu. Revan terlelap di kasurku. "Sepertinya kecapekan" kata ibu. "Dimana rumahnya?" Tanya ibu. "Tidak tau bu. Tak sempat bertanya" jawabku. "Nanti kita tanyakan saat dia sudah enakan" kata ibu.
Ibu mengelap keringat Revan menggunakan handuk. "Bajunya basah nak. Lebih baik diganti. Takutnya semakin panas" kata ibu. Ibu menyodorkan baju milik ayah. Ibu dan aku kemudian keluar. Setelah itu,ibu memasak bubur. Aku masuk membawa obat. Aku meletakkannya di nakas. "Minum obatnya nanti. Ibu masak bubur dulu. Sekarang lo istirahat aja deh" kataku. Revan mengangguk tanpa membantah. Revan kemudian terlelap dikasurku.
Aku memandanginya. Bulu mata lentik,bibir tebal,hidung mancung. Revan ini sebenarnya lumayan. Hanya sikapnya saja yg kurang mengenakkan. "Nak. Ini buburnya" ibu menaruh bubur di nakas. "Taroh dulu aja deh bu. Anaknya udah tidur tuh" kataku. "Yasudah. Biar istirahat. Kamu keluar aja" kata ibuku. Aku keluar mengekori ibuku. Aku terduduk di sofa ruang tamu. Rasanya panik sekali tadi.
Semoga Revan tidak apa apa. Aku menghidupkan kipas angin yg terletak tak jauh dariku. Kemudian duduk di depannya. Rasanya sangat mengantuk akibat angin sepoi sepoi yg menerpa wajahku. Aku akhirnya pergi ke dapur dan membuat teh hangat. Kemudian membawanya ke ruang tamu dan meminumnya. Mungkin bisa mengurangi ngantuk. Setelah itu aku mengecek Revan lagi. Ternyata sudah bangun. "Ada bubur tuh" kataku.
"Gue lemes" kata Revan. "Ck iya iya,gue suapin" kataku. Aku menyuapi Revan pelan pelan. Setelah selesai,Revan agak kududukkan. "Lo udah tau sakit kenapa masih kerja? Nyusahin diri sendiri sama orang lain tau gak" kataku menasehatinya. Revan hanya diam tak mampu menjawab apa yg aku katakan. "Maaf" kata Revan. "Hm iya. Lo kuat jalan gak? Atau mau pake taksi?" Tanyaku. "Emang kenapa?" Tanya Revan. "Gue mau anterin lo pulang" kataku.
"Pake taksi aja. Biar gue yg bayar" lirih Revan. "Oke" kataku. Aku kemudian memesan taksi online. "Rumah lo dimana?" Tanyaku. "Agak jauh dari sini" kata Revan. "Gue saranin setelah lo sampe rumah,lo buruan ajak ortu lo ke rumah sakit" kataku. Revan hanya diam dan tertunduk. Entah kenapa. Aku tak menanyakannya. Taksi yg aku pesan pun sudah tiba.
Aku membantu Revan berjalan menuju taksi. "Bu" panggilku ke ibuku. "Iya nak?" Tanya ibuku. "Aku mau anter Revan pulang dulu ya bu" kataku. "Iya. Hati hati" kata ibu. Aku kemudian menaiki taksi bersama Revan. "Perumahan xx ya pak" kata Revan pada si supir taksi. Kemudian kami sampai ke perumahannya. "Tunggu bentar pak" kataku. "Makasih ya udah anterin gue. Makasih untuk hari ini" kata Revan.
"Sama sama. Gws Van" kataku. "Okay. Pak ini ongkosnya. Cukup kan pak? Anterin cewek ini balik lagi ke tempat awal" kata Revan. "Cukup. Makasih mas" kata si supir taksi. "Makasih Van!" Kataku. "Sama sama. Hati hati ya. Bye" kata Revan. Aku melambaikan tanganku. Taksi pun melaju meninggalkan rumah Revan. Rumah Revan mewah sekali.
~♡~♡~♡~♡~♡~♡~♡~♡~♡~♡~♡
Back after a long hiatus. Give me a vote. Thank you so much.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALENA (Slow Update)
Novela Juvenil"Bagaimana jika kalian adalah aku? Punya banyak mimpi namun mewujudkannya seolah mustahil. Serta banyak kejutan yg muncul dari hidupku membuatku tahan banting akan kerasnya hidup. Ini kisahku"-Alena Azzura Chatarina "Bagaimana jika kalian adalah aku...