"Tidak kusangka Pak Presdir bisa tumbang seperti ini," kata bawahannya yang juga adalah direktur divisi marketing, Uzumaki Naruto.
Ashura hanya menggeleng. "Kalau dibilang 'tumbang' juga tidak," katanya. "Aku bisa saja pulang sekarang—seandainya saja para dokter tidak bersikeras menahanku di sini."
"Tapi Anda tidak terlihat keberatan sama sekali."
Alis Ashura bertaut. "Memangnya aku terlihat seperti apa?"
Bawahannya menyeringai begitu lebar. "Seperti orang yang baru saja menemukan belahan jiwanya kembali."
Anak ini ... sejak kapan intuisinya bisa begitu tajam?
Ia berusaha menyamarkan kegugupannya dengan tawa rendah. "Orang seperti apa yang senang kalau harus jatuh sakit?" ia bertanya retoris. "Naruto, jangan meledekku seperti ini mentang-mentang aku terbaring di rumah sakit."
"Perilaku Anda kelihatan sekali, tahu," Naruto menyahut geli. "Kecuali kalau Anda sengaja bersusah-payah untuk kembali ke apartemen Anda dan mengambil pakaian ganti Anda sendiri, rasanya tidak sulit untuk menebak siapa yang merawat Anda tadi malam."
Ashura sengaja memalingkan wajah ke sisi yang berlawanan dengan tempat duduk Naruto agar lelaki itu tidak melihat pipinya yang bersemu merah. Sial.
"Jadi?" Suara Naruto terus mengejarnya. "Tebakan saya benar, kan, Pak Presdir?"
"Kurasa lebih baik kita bicara soal hal yang lain," sambar Ashura dengan tegas. "Soal pekerjaan, misalnya."
Senyum Naruto melenyap, digantikan dengan raut horor. "Tapi ... Anda, kan, sedang sakit! Mana mungkin saya menambah beban pikiran Anda dengan hal-hal seperti itu? Bisa-bisa saya malah kena marah perawat!"
"Orang sakit juga seharusnya tidak diingatkan dengan masa lalunya, kan?" Ashura membalas pria yang lebih muda itu dengan senyum puas. Tapi senyum itu hanya bersarang sementara. "Tapi aku serius. Apakah perusahaan sudah mengadakan rapat terkait pemindahan kepemilikan saham?"
Hening beberapa saat.
"Seharusnya rapat itu dilakukan hari ini, sesuai yang telah kita jadwalkan kemarin," kata Naruto dengan nada suram. "Tapi, ketka mendengar bahwa Pak Presdir jatuh sakit, rapat itu dipindah ke lain hari."
Senyum Ashura langsung melenyap. Rasa bersalah itu kembali muncul. "Bagaimana dengan Zetsu?"—juga Indra?—"Apakah dia menyetujui pengalihan jadwal rapat itu?"
"Sekretaris perusahaan telah menyampaikan ini kepada Zetsu-san," kata Naruto cepat. "Dan Zetsu-san, untungnya, memahami kondisi Anda. Tapi—"
"Tapi?" kejar Ashura.
Naruto menarik napas dalam-dalam. "Zetsu-san memberikan kelonggaran sampai akhir bulan ini," katanya. "Jika sampai saat itu Anda masih belum pulih, maka saham perusahaan otomatis akan teralihkan padanya dan Anda tidak bisa lagi menciptakan persyaratan apapun setelahnya."
Ashura tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Sampai akhir bulan?" ulangnya. "Akhir bulan itu tinggal 3 hari lagi!" Apa Zetsu sudah gila? Bukankah pemindahan saham normalnya dilakukan dalam kurun waktu 90 hari—bukannya kurang dari satu minggu seperti ini?
Naruto mengangguk muram. "Kami sudah mencoba meminta keringanan lagi padanya, tapi Zetsu-san sudah bersikeras untuk mengesahkan pemindahan saham itu tepat pada hari pertama bulan depan. Dia bahkan sudah mendapatkan legalisasi dari pihak hukum, jadi sudah tidak bisa diganggu gugat lagi."
Ashura tidak menjawab apa-apa. Jantungnya berdebar keras. Dadanya memanas, begitu pula dengan matanya. Pandangannya berputar dan mengabur, dan Ashura berusaha keras untuk tetap terjaga, sekalipun hal itu terasa begitu berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMMISSION] Wisteria Promise (Ashura x fem!Indra)
FanficEnam bulan berlalu sejak perceraiannya, Otsutsuki Indra mendapati bahwa perusahaan Otsutsuki Ashura, mantan suaminya, berada di titik kehancuran. Sekalipun ia telah bertekad untuk melupakan lelaki itu, Indra masih merasa terikat dengannya; sebab wis...