Suara stilleto Indra secara otomatis membuat orang-orang menghentikan kegiatan mereka, berpaling ke arah Indra dengan kecepatan tinggi, dan membungkuk dalam-dalam hingga kepala mereka, berani taruhan, bisa menyentuh lantai jika punggung mereka melengkung sedikit lebih dalam. Sasuke berjalan beberapa langkah di belakangnya, menerima sapaan dari para bawahan dengan ketidakacuhan yang sama dengan ibunya.
"Sampai ketemu saat makan siang nanti," kata Indra. Sasuke hanya melempar senyum samar ke arahnya sebelum berbelok ke arah lorong yang berlawanan dengan Indra, mencari lift terdekat untuk menuju ke kantor pribadinya.
"Setelah kutunggu-tunggu, akhirnya kau datang juga." Lelaki itu meraih tangan kanan Indra dan mengecup ujung jemarinya dengan lembut, dengan gestur yang mirip dengan orang-orang berbudaya barat. "Kantor ini terasa sungguh kacau balau tanpa keberadaanmu, tahu?"
"Tidak ada yang kacau di sini," sambar Indra dingin. "Seperti biasa, kau selalu saja melebih-lebihkan segala sesuatu."
"Kau memang wanita yang mengesankan, Otsutsuki Indra," kekeh Zetsu. "Hanya kau yang bisa bersikap dingin seperti itu tapi tetap menjadi idola seluruh kantor—kalau tidak seantero Jepang."
"Bicara sebaris kalimat lagi dan aku akan mempertimbangkan untuk memutus kontrak denganmu."
"Oh, Indra, kau tahu betul kalau hal itu tidak mungkin terjadi." Zetsu menggeleng dengan senyum tipis. "Perusahaanmu memperoleh profit besar karena perusahaanku menjadi salah satu penyokong utamanya. Aku yakin kau tidak akan melakukan hal seperti itu tanpa berpikir lebih panjang lagi."
Indra hanya memutar bola mata, memilih untuk mengabaikan kata-kata itu.
Tapi bukan Zetsu namanya jika ia langsung bungkam. Seolah-olah lidahnya itu bergerak terus tanpa mampu berhenti, dan gerakannya akan meliar jika ada Indra di sisinya—kenyataan yang menurut Indra begitu tidak masuk akal. "Lagi pula, aku cuma ingin mengendurkan sedikit kerutan di wajahmu yang cantik," tambahnya cepat. "Rapat pemilik saham akan diadakan dalam waktu lima menit dan aku sama sekali tidak menginginkan wajahmu tetap seperti itu sampai dua jam ke depan."
Lift berdenting dan bergerak membuka dengan gerakan yang halus. Indra melangkah masuk ke dalamnya dan memutar tubuh hingga wajahnya menghadap Zetsu. "Jangan khawatir," katanya. "Aku tahu bagian mana dari diriku yang harus dibawa ke dalam pekerjaan dan bagian mana yang tidak."
Zetsu berdiri tepat di sebelahnya dan tersenyum, sekalipun Indra sama sekali tidak memandangnya. "Pilihan yang sangat bijaksana."
Dan pintu lift pun tertutup. Zetsu berinisiatif menekan tombol lantai tertinggi. Indra, sementara itu, memilih untuk diam dan terus memandang ke arah pintu. Setelahnya adalah keheningan yang dingin, seolah-olah Indra sengaja menciptakan dinding es untuk membatasi mereka berdua—terlalu enggan untuk menciptakan konversasi dengan Zetsu.
"Omong-omong soal rapat hari ini," kata Zetsu lagi—Indra menahan diri untuk tidak memutar bola mata—"Sudah baca statistik saham terbaru?"
Indra menggeleng, dengan matanya masih tertancap pada pintu lift. "Aku sama sekali belum menyentuh gawaiku pagi ini," katanya. Lagi pula, setelah apa yang terjadi tadi pagi, melihat nama perusahaan Ashu—orang itu—saja aku sudah tidak mampu. "Memang kenapa? Apa ada perkembangan yang perlu kuketahui?"
"Sebenarnya ada berita sangat menarik yang harus kau dengar," kekeh Zetsu. Sayang Indra tidak melihat kilau yang biasa dimiliki oleh seorang antagonis di mata lelaki itu. "Tapi kurasa lebih baik kusimpan saja untuk pembicaraan di rapat nanti. Hitung-hitung sebagai kejutan."
Indra memilih untuk menanggapi kata-kata Zetsu seadanya, sama sekali tidak tertarik dengan apapun yang akan ia sampaikan—entah sekarang ataupun nanti di rapat—dan memilih untuk merespons Zetsu dengan keheningan yang terus membawa mereka sampai ke lantai tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMMISSION] Wisteria Promise (Ashura x fem!Indra)
FanficEnam bulan berlalu sejak perceraiannya, Otsutsuki Indra mendapati bahwa perusahaan Otsutsuki Ashura, mantan suaminya, berada di titik kehancuran. Sekalipun ia telah bertekad untuk melupakan lelaki itu, Indra masih merasa terikat dengannya; sebab wis...