Part 10-Epilogue

449 19 0
                                    

1 tahun kemudian

"Kadang-kadang, kau ini bisa sangat tolol."

Sepasang mata mendelik sembari pemiliknya mendengus. "Memangnya kenapa?"

"Bicaramu itu selalu berbelit-belit dan kebanyakan gaya." Diam sesaat. "Aku tidak yakin ada orang yang mau menikah denganmu kalau sikapmu seperti itu terus."

Lawan bicaranya tergelak. "Kau ini sengaja meledekku atau bagaimana, sih?" katanya geli. "Jelas-jelas kau ada di sini. Kau di sisiku. Kau sudah jadi milikku. Kenapa aku perlu mencemaskan soal pernikahan lagi ketika aku sudah punya kau?"

Pipi pucat itu seperti disepuh oleh warna merah muda. Ada jejak keragu-raguan dalam suaranya ketika ia menjawab, "Aku hanya khawatir kalau kau akan mengalihkan hatimu ke orang lain." Ia terdiam sejenak. "Seperti otou-san."

"Hei, hei." Pipi pucat itu ditangkup. Sepasang mata biru cerah mengunci iris hitam kelam. Iris yang mengingatkannya kepada sang ibu mertua. "Kita tahu sendiri bahwa hal itu tidak akan terjadi. Ayahmu tidak pernah berselingkuh, dan aku juga tidak akan melakukan hal serendah itu."

"Tetap saja—"

"Begini saja." jemari lentik diraih, kemudian digenggam dengan kehangatan penuh kasih sayang. "Bagaimana kalau kita mengunjungi taman yang pernah orangtuamu kunjungi?"

"K-kenapa begitu tiba-tiba?"

"Kau butuh sesuatu untuk jadi saksi janjiku ini, kan?" sang pemilik iris biru tersenyum lebar. Senyum yang selalu menghangatkan hati. "Dan seperti kata ayahmu dulu, pohon wisteria adalah saksi mata terbaik yang pernah ia temui."

Kata-kata itu membuatnya terdiam.

Dulu, ibunya memang pernah bercerita soal bagaimana mereka berdua pernah menari di bawah pohon wisteria itu—dan betapa wajahnya merona ketika berbisik soal betapa manisnya Ayah ketika menyenandungkan lagu sebagai latar tarian mereka. Ibunya bilang, momen itu begitu konyol, begitu manis, dan begitu ... membuatnya jatuh cinta pada sang Ayah untuk kali kedua.

Dan barangkali, ia bisa mengalami perasaan yang sama jika mengunjungi taman itu; sekaligus mengunjungi titik berharga dalam kenangan kedua orangtuanya.

Maka ia menatap sang lawan bicara, kemudian menjawab dengan senyum tipis. "Baiklah."

Keduanya berdiri bersamaan, pasangan suami istri itu, melupakan kenyataan bahwa lima menit yang lalu mereka tengah berdebat, mengabaikan kenyataan bahwa sebelum ini hati keduanya terlalu keras kepala untuk meminta maaf atau memaafkan,

Perdamaian di antara keduanya terbentuk dengan begitu subtil, begitu sederhana, dan sejarah percintaan Otsutsuki Ashura dan Otsutsuki Indra seperti terulang kembali dalam perputaran waktu mereka.

Di salah satu sudut dinding rumah yang disinari matahari sore, foto Ashura, Indra, dan pasangan pemilik rumah itu tergantung dengan manis.

Foto itu diambil tiga bulan yang lalu.

.

.

Halo, Aya di sini.

Sebelumnya saya mau mengucapkan terima kasih banyak untuk teman-teman yang sudah mengikuti cerita ini. Terima kasih juga untuk teman-teman yang sudah memberikan respons positifnya dalam bentuk vote, comment, atau bahkan bilang kalau kalian jadi menyukai pair ini berkat Wisteria Promise. It means a lot to me to hear that. 

Mudah-mudahan kita bisa bertemu kembali dalam cerita-cerita yang lain, ya!

Xoxo,
Ayame

[COMMISSION] Wisteria Promise (Ashura x fem!Indra)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang