"Aku senang kau bersusah payah untuk datang ke sini," kata Zetsu riang, sementara para asistennya bergerak ke sana kemari di belakangnya, melatari obrolan mereka layaknya figuran. "Padahal kukira kau harus mengikuti rapat bisnis di Malibu, Jigen."
Jigen terkekeh di sebelahnya. "Aku kenal beberapa orang dari jaringan kita yang berada di sana," katanya. "Mereka bisa dengan mudah memanipulasikan ketiadaanku di sana. Tenang saja."
"Benar-benar biadab," Zetsu ikut terkekeh. "Sebegitu besarnya kekuatanmu—sampai-sampai kau bisa memanipulasi data seperti itu. Tidak salah aku meminta bantuanmu soal 'yang waktu itu'."
"Yah," Jigen tersenyum lebar. Kacamata berbingkai tebalnya ditekan sampai menempel pada batang hidung. "Untuk sekali ini saja, aku tidak akan menertawakanmu karena begitu obsesif pada Otsutsuki Indra."
"Aku tidak obsesif," kilah Zetsu. "Aku hanya ingin menolong wanita malang itu dari laki-laki lembek seperti Ashura."
"Dan usahamu sudah berhasil, kan?"
Zetsu menggeleng. "Seperti yang kubilang kemarin, bawahan Ashura—Uzumaki Naruto, kalau aku tidak salah mengingat namanya—adalah target lain yang harus kita singkirkan." Ia amat fokus pada Jigen, sampai-sampai tidak menyadari sekitarnya; termasuk juga bahaya yang siap menerkamnya. "Kurasa dia tahu lebih banyak dari seharusnya,"
"Dan kau berusaha untuk menyingkirkan bawahanku setelah menghancurkan semua yang kumiliki, bukan begitu?"
Nyaris saja Zetsu membuka mulut untuk menjawab, ketika sudut matanya menangkap sosok Ashura yang sudah berdiri sejak entah kapan. Cepat-cepat ia memasang senyum profesionalnya. "Senang melihatmu sudah sehat kembali." Ia berujar tenang. "Kukira kau tidak akan bisa bangkit dari tempat tidurmu sampai minggu depan."
Jigen, sementara itu, langsung menepuk pundaknya. "Kalian berdua mengobrollah. Aku harus menerima telepon dulu."—dan tanpa menunggu jawaban Zetsu, ia melangkah cepat ke arah salah satu sudut dan melekatkan telepon yang jelas-jelas tidak berbunyi itu ke telinganya.
"Kau kelihatan kecewa, Zetsu." Ashura membalas senyumnya, sekalipun sudut-sudut matanya berkedut mencurigakan. "Sayang sekali permintaanmu tidak bisa kupenuhi."
Permintaan yang mana—nyaris saja Zetsu melontarkan pertanyaan itu sebelum kesadaran menghantamnya dari belakang kepala. "Tidak masalah," ia tersenyum ringan. "Kuharap kau sudah siap memutuskan takdirmu di sini."
Senyum Ashura masih menggantung di wajahnya. "Aku lebih dari siap."
Entah kalimat itu diucapkan dengan bersungguh-sungguh atau sekadar kamuflase untuk menyembunyikan rasa gugupnya, Zetsu tidak lagi peduli. Mana mungkin Ashura bisa mempersiapkan segala macam hal jika selama beberapa hari terakhir ini ia berada di tempat tidur? Sekalipun Uzumaki Naruto menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres, ia tidak mungkin melakukan apa-apa—
"Omong-omong," suara Ashura kembali menembusnya. Zetsu menangkap bagaimana matanya bergerak ke arah Jigen yang berdiri di belakangnya, tapi ia memutuskan untuk pura-pura abai. "Tadi aku sudah membicarakan soal semuanya pada notarisku."
Senyum Zetsu langsung lenyap dalam sekejap. "Notarismu?"
"Kau tidak berharap aku akan menghadiri pemindahan saham ini sebelum memastikan segala-galanya dengan notarisku, kan?"
"Tidak, tidak." Zetsu cepat-cepat terkekeh. "Kau datang begitu tepat waktu. Kukira kau tidak akan sempat pergi ke tempat lain sebelum ini."
"Semakin lama bicara denganmu, aku semakin yakin kalau perusahaanku tidak seharusnya berpindah ke tanganmu."
"Oh? Kenapa?"
Suara-suara di belakangnya semakin ramai. Bunyi sepatu yang berbenturan dengan lantai menggema di dalam kepala Zetsu. Sulit sekali untuk berkonsentrasi ketika jantungnya berdebar lebih keras dari biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMMISSION] Wisteria Promise (Ashura x fem!Indra)
FanficEnam bulan berlalu sejak perceraiannya, Otsutsuki Indra mendapati bahwa perusahaan Otsutsuki Ashura, mantan suaminya, berada di titik kehancuran. Sekalipun ia telah bertekad untuk melupakan lelaki itu, Indra masih merasa terikat dengannya; sebab wis...