Chapter 4: Salty

14 1 0
                                    

Entah untuk kali berapa Sky menutup wajahnya dengan bantal kala dering alarm seolah mengacaukan mimpinya. Sampai panggilan dari Ayahnya diiringi ketukan pintu membuatnya harus menghela nafas.

Jika tidak memilih segera bangun, ketukan pintu akan menjadi gedoran jika Bundanya yang datang.

"Sky! Bangun, nak!" teriak Ayahnya lagi.

Sky menyerah. Ia melempar bantal yang ia gunakan untuk menutup wajahnya, lagi-lagi Sky menghela nafas. Tidak, Sky tidak memiliki masalah dengan pernafasannya.

Hanya saja ia terlalu malas beranjak dari kasurnya pagi ini.
Kebiasaan dihari Senin.

"Sky!-"

"Iya, Ayah! Sky udah bangun" setelah menjawab Sky segera turun dari kasurnya kemudian berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa menit, Sky segera keluar.

"Pagi, Bunda..." sapa Sky dari anak tangga terakhir. Harusnya ia buru-buru karena ia sudah terlambat, tapi langkahnya terlihat malas.

"Kamu kenapa sih? Ini, ngga usah sarapan, gih berangkat. Naik ojek aja, Bunda udah pesankan tadi. Mungkin udah nunggu diluar" Sky ternganga mendengarnya.

Bunda satu-satunya anggota keluarga dirumah itu yang selalu berusaha menuruti dan memberikan apapun keinginan Sky. Tapi pagi ini, bayangan Sky runtuh. Bisa-bisanya Bunda melarang Sky sarapan dan membiarkan Sky naik ojek?

Sky memang jarang keluar menggunakan motor, ia akan lebih memilih naik kendaraan umum seperti angkot maupun bus jika keadaan mendesak.

"Kok gitu sih, Bun? Kan biasanya Sky sama Ayah?" tanya Sky.

"Loh, kan kamu kesiangan. Kalo sama Ayah nanti kejebak macet.

Udah sana, kasian tukang ojeknya karatan nungguin kamu..." Sky pasrah ketika Bunda membawanya keluar rumah.

🌿

Sepertinya hari ini memang hari terburuk Sky, sudah terlambat, lupa membawa topi, dan berakhir ia mendapat hukuman. Membersihkan halaman belakang sekolah yang ditumbuhi beraneka macam pepohonan dengan serakan daun di bawahnya.

Bahkan mereka hampir tak pernah menyentuh halaman ini untuk kegiatan sekolah dan sekarang Sky harus membersihkannya. Sebenarnya bukan hanya Sky disana, ada beberapa siswa lain. Sayangnya Sky tidak mengenal mereka.

"Kak, kita duluan ya. Udah selesai" ujar salah satu anak kelas sepuluh, Sky lupa namanya tapi Sky tahu dia anak ekskul jurnalistik. Sky mengangguk.  Apa Sky lupa bilang, kalau dia mengikuti ekskul jurnalistik?

Sky mempunyai hobi menulis puisi, ia sesekali menyumbangkan tulisannya. Tak banyak karena Sky lebih antusias untuk membuat bakat siswa lain tersalur di ekskul ini.

"Gue sendirian disini?" Sky memutar pandangannya, syukurlah ia tidak sendiri. Ada satu siswa laki-laki yang sedang menyapu di ujung yang berlawanan dengan Sky.

Setelah memenuhi trash bag hitamnya, ia berjalan menuju bak sampah untuk membuangnya. Dan setelah itu, tugasnya selesai.

Tidak, sepertinya ia punya masalah baru.

Sky tidak pernah menyangka bak sampah itu akan sedikit lebih tinggi dari perkiraannya. Pantas ia selalu melihat tukang kebun sekolah mengumpulkan sampah dengan motor yang dibelakangnya terdapat bak.

Sebenarnya trash bag ini tak terlalu berat, tapi tenaga Sky sudah terkuras. Bahkan ia belum sarapan pagi ini.

Sky berjinjit untuk membuangnya, bagaimana kalau ia lempar saja?

brukkk...

Tepat. Sky berjalan mundur, gadis itu lupa dimana ia meletakkan sapu. Alhasil, Sky menginjak sapu dan kehilangan keseimbangan. Tapi ia tidak terjatuh, tak ada lengan ataupun wajah tampan yang menatapnya tepat dimanik matanya sama seperti novel yang sering ia baca.

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang