8. Apa aja

22 3 0
                                    

Mentari bersinar begitu cerahnya, menandakan bahwa pagi sudah tiba.
Dan seperti biasanya, pagi-pagi begini keluarga Lazuardi pasti akan sarapan bersama.
Di meja makan sana Hari dan Arga sudah hadir terlebih dahulu. Kemudian di susul oleh Ariel si muka datar.

“Suami lo mana Riel?” tanya Arga di iringi cengirannya. Sedangkan yang di tanya hanya diam tanpa ada rasa ingin menjawab.

“Assalamualaiakum.. Pagi Bi.” sapa Darren yang baru datang lalu ia mengambil tempat duduk disamping Ariel.

“Waalaiakumussalam.” sahut mereka semua dengan serentak.

“Pagi juga nak.” balas Hari di iringi senyum simpulnya.

“Gimana tidur lo? Nyenyak nggak?” tanya Arga.

“Alhamdulillah nyenyak.”

“Lo nggak di apa-apain kan sama Ariel?” tanya Arga lagi.

“Maksudnya?” Darren menautkan kedua alisnya bingung.

“Bukan apa-apa sih, cuma gue khawatir aja kalo tiba-tiba dia nglempar lo pake bola. Soalnya—”

“Bang!” sela Ariel, ia menatap Arga dengan tatapan tajam dan dingin.

“Soalnya kenapa?” tanya Darren.

“Dia paling nggak suka kalo ada orang lain tidur di kamarnya.” kata Arga dengan satu tarikan nafas.

Ariel yang tadinya masih sabar menghadapi abangnya itu kini mendengus kesal. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi seraya menyilangkan kedua tangannya didepan dada, tak lupa tatapan dingin nya ia lemparkan pada sosok abangnya itu.

“Udah?” tanya Ariel.

“Sebenernya sih belom Riel, tapi.. Karna lo pasang muka sangar gitu gue jadi nggak mau lanjutin.” kekeh Arga.

“Udah-udah. Arga, jangan ganggu Ariel terus. Kasian.” lerai Hari.

“Sarapannya udah dateng, ayo dimakan.” sambungnya lagi.

Ariel masih tidak bergerak sedikitpun dan tatapan dinginnya itu masih mengarah pada sosok pria di hadapannya. Rasanya ia ingin membalas tapi malas juga berdebat dengan lambe turah seperti abangnya itu.

“Apa sih Riel ngliatin gue mulu? Kalo lo naksir, gue nggak mau tanggung jawab.” kata Arga dengan entengnya.

Ariel memutar bola matanya jengah dan lebih memilih untuk mengambil nasi goreng yang sudah tersedia diatas meja. Gerakannya itu tak luput dari pandangan Arga yang seolah memberikan signal entah apa itu Ariel sendiri tidak paham.

Namun saat Arga bergantian melirik piring yang ia pegang dengan Darren disamping nya seolah memberikan tanda tanya besar.

Namun Ariel hanya mengedikkan bahunya acuh dan lebih memilih menyelesaikan aktivitasnya mengambil nasi goreng itu.

Arga menghembuskan nafasnya kasar, kenapa adiknya itu tidak peka sama sekali? Harusnya ia paham dengan kode yang diberikannya tadi :/

“Nggak peka!” gumam Arga lirih.

“Siapa yang nggak peka Ga?” tanya Hari.

“Nggak Bi, bukan siapa-siapa.” jawab Arga lalu ia menyendokkan nasi kedalam mulutnya seraya membuang muka.

“Makasih.” ucap Darren di iringi senyumnya, sedangkan yang di ajak bicara tadi hanya menganggukkan kepalanya.

Arga mendongakkan kepalanya dan mendapati Darren yang tengah menyuapkan nasi goreng itu ke mulutnya.

Bukannya..?

Arga menatap Ariel yang masih dengan aktivitasnya tadi, memindahkan nasi goreng keatas piringnya.
Tatapan mereka berdua bertemu, dan kentara sekali dari sorot mata Ariel jika gadis itu mengibarkan bendera permusuhan dengan Arga a.k.a abangnya.

Ariel [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang