9. Nikah?

27 3 0
                                    

"Kalo lo nggak bisa mencintai dia sebagai suami, se-enggaknya hormati dia sebagai suami lo. Karena dia berhak buat di hormatin, bukannya di rendahin. Sebenci apapun lo sama dia, dia tetep imam yang bakal bimbing lo meraih Jannah Nya."
—Argani Panji Lazuardi—


Menatap gelapnya langit malam yang di hiasi indahnya rembulan, serta gemerlapnya bintang di balkon kamarnya sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bagi Ariel. Dia menyukai saat-saat bulan tersenyum begitu indahnya pada dunia walaupun pada malam hari.

Sudah satu bulan ini dirinya tinggal bersama Darren di rumah pria itu, aktivitasnya sama sekali tidak berubah. Kuliah dan pulang.
Ya, meski kini statusnya sudah berubah tapi gaya hidupnya masih sama seperti Ariel yang dulu.

Ia menghembuskan nafasnya kasar, pandangannya menunduk kebawah dengan kedua tangan ia gunakan untuk menyangga tubuhnya.
Angin malam berhembus dengan kencang hingga tubuhnya merinding karena saking dinginnya, tapi ia enggan untuk beranjak dari sana.

"Lagi ngapain?"

Ariel menolehkan kepalanya ke belakang saat mendengar suara itu, di dapatinya Darren yang tengah bersandar di ambang pintu sembari menatap ke arahnya.

"Waalaikumussalam."

Darren terkekeh saat itu juga. Sebulan tinggal serumah dengan gadis itu membuatnya sering sekali terkekeh bahkan tertawa hanya karena melihat wajah datar dan tatapan sinisnya.

"Angin malam nggak baik buat kesehatan, kamu bisa sakit nanti." kata Darren yang kemudian menghampiri Ariel lalu berdiri disamping nya.

"Bukannya besok kamu kuliah?" tanya Darren lagi yang hanya di jawab dengan anggukan kecil dari gadis itu.

"Ya udah, mending sekarang kamu tidur. Udah malam."

Ariel memutar matanya jengah karna pria di sampingnya itu tidak berhenti bicara dari tadi. Darren benar-benar merusak suasana hatinya yang sedang tidak karuan itu. Kesendirian yang ia nikmati juga terganggu karena kedatangannya.

Benar-benar menyebalkan!

Ingin sekali ia berkata pada pria itu jika dirinya adalah orang yang benar-benar sangat mengganggu ketenteraman hidup Ariel.
Ya. Dirinya sudah benar-benar lelah dengan semua ini.
Lelah dengan pernikahan ini, tapi.. Ah sudahlah!

"Belum ngantuk." ucap Ariel masih dengan posisinya.

"Tidur nggak harus nunggu ngantuk dulu Riel. Ini udah malam, dan kamu harus cepet tidur kalo nggak-" ucapan Darren terpotong saat tiba-tiba Ariel pergi dan masuk kedalam kamar tanpa menunggu ia menyelesaikan ucapannya.

Seulas senyum Darren tampakkan saat gadis yang berstatus sebagai istrinya itu belum berubah sikap dari sebulan lalu, tepatnya saat pertama kali mereka bertemu.
Ya, gadis itu masih sama. Dingin dan selalu acuh pada dirinya.

Darren masuk kedalam kamar dan menutup pintu balkon dengan rapat.
Kemudian ia menghampiri Ariel yang sudah berbaring diatas ranjang dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya hingga kepala.
Satu hal yang ia tahu sekarang, istrinya itu tengah kesal dengan dirinya.

"Good night. Have a nice dream." kata Darren lalu mengusap puncak kepala Ariel dengan lembut.

Ia kemudian beranjak dari duduknya dan pergi dari kamar itu.
Pergi tidur.
Ya, mereka memang tidak sekamar atau lebih tepatnya berbeda kamar. Ariel tidur dikamar Darren sedangkan si pemilik kamar tidur dikamar lain yang bersebelahan dengan kamar yang di tempati Ariel.

Ariel menyibakkan selimut yang ia pakai lalu melirik pintu kamarnya sejenak. Pria itu memang baik, bahkan sangat baik. Tapi itu menurut orang lain, sedangkan menurutnya Darren hanyalah sosok asing yang menjadi peran antagonis dalam kehidupannya.

Ariel [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang