[1]

3.1K 182 19
                                    

Seorang lelaki bertubuh mungil masih setia memandang awan hitam pekat dari balkon rumahnya. Sesekali terdengar hembusan nafas beratnya yang beradu dengan hembusan angin dingin sore itu. Dia menggigit bibir bawahnya sebentar, kemudian mengambil cangkir kopi yang dari tadi hanya menjadi teman dari kesedihannya, namun niatnya untuk menyesap kopi itu urung saat dirasanya kopi itu sudah mendingin.

Lelaki mungil yang bernama Gun itu kembali menghembuskan nafas beratnya saat memikirkan betapa lamanya dia terus berdiam diri di balkon rumahnya sampai kopi yang tadi dibuatnya panas menjadi dingin.

Tak ada niat Gun untuk pergi dari balkon, walau dia sudah melihat hujan sudah turun dengan deras. Dia sudah sering berdiam diri seperti ini semenjak  3 tahun lalu kepergian anaknya, Nirin. Meninggalkan sejuta luka dan kesedihan yang makin menjadi setiap harinya. Hati Gun sudah membeku bersama dengan dirinya yang ceria dahulu. Bukannya Gun tak ingin bangkit dan menjadi dirinya yang dulu, ia ingin, sangat ingin ceria seperti sebelum anaknya pergi, namun kebahagian, hati, cinta, keceriaan, dan hidup Gun telah pergi bersama dengan anaknya. Kini hanya tersisa Gun  dengan sorot mata yang redup, Gun yang selalu menangis, Gun yang tak lagi berbicara banyak, Gun yang tak lagi tersenyum ceria, dan Gun yang seolah melupakan suaminya, Off.

Suara hujan yang deras kini meredam tangisan Gun yang turun. Lelaki mungil itu meremas dadanya yang terasa sesak. Lalu saat pendengarannya menangkap suara pintu rumahnya yang terbuka, ia segera menghapus air matanya dan buru-buru beranjak dari tempat duduk warna putih tulang miliknya itu.

"Aku tak tau kau akan pulang cepat. Sebentar, aku akan memanaskan sup untukmu." Gun berjalan perlahan ke dapur rumahnya. Mengabaikan tatapan sendu suaminya.

Off menatap sedih punggung suaminya. Dia sudah bisa menebak bahwa lelaki yang telah dinikahinya selama 5 tahun itu pasti habis menangis lagi karena matanya yang terlihat sangat sembab. Dengan perlahan, Off melangkahkan kakinya menuju Gun, lalu memeluk lelaki itu dari belakang, menaruh dagunya di pundak lelaki itu, dan menghirup aroma cherry yang sangat ia rindukan.

"Aku merindukanmu, Gun. Sangat merindukanmu." Off bersuara parau, semakin mengeratkan tangannya di pinggang Gun. Sedangkan Gun yang mendengar itu menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk sup yang ia masak pagi tadi.

Gun sangat ingin membalikan tubuhnya, menatap suaminya dan mengatakan bahwa ia juga merindukan suaminya itu. Tapi lagi-lagi yang dia lakukan hanya melepas tangan Off dari pinggangnya dan mengatakan, "Duduklah, aku akan menyiapkan makanan untukmu."

Dan jawaban Gun itu membuat Off kembali merasakan kesedihan dihatinya karena Gun kembali menolak dirinya.

Sungguh, Off sangat merindukan pelukan dari Gun, senyum cerah dari Gun yang menyambut dirinya saat membuka mata, omelan Gun untuknya, dan semua hal lainnya tentang Gun yang sangat ia rindukan semenjak anaknya pergi. Off kembali mengingat saat betapa dirinya dan suaminya sangat terpukul waktu mengetahui anak yang sangat mereka cintai pergi meninggalkan mereka untuk selamanya karena sebuah truk menabrak tubuh kecilnya saat mereka sedang menghabiskan waktu bersama di sebuah taman kota. Kejadian itu sangat cepat terjadi, saat Nirin lepas dari pengawasan Off yang sedang menerima telepon dari rekan kerjanya dan Gun yang sedang membeli es krim, Nirin lari ke jalan dan truk besar menghantam tubuh kecilnya tepat di depan mata Gun yang sedang berjalan kembali ke taman dengan membawa 3 cup es krim. Off mengingat dengan jelas  tangisan dan teriakan Gun saat memeluk tubuh Nirin yang penuh dengan darah. Off sangat kacau saat itu, dia menyesal, sangat menyesal. Andai dia fokus menjaga Nirin, kejadian itu tidak akan terjadi. Dan keluarga mereka akan terus bahagia sampai detik ini. Putrinya itu mungkin sudah berusia 5 tahun saat ini, dan Gun dengan bahagianya akan mengantar putrinya itu ke taman kanak-kanak. Tapi itu hanya mimpi, mimpi yang tak mungkin pernah terwujud. Off yang berusaha bangkit, mencari jalan lain untuk kebahagian dirinya dan Gun. Tapi, Gun seolah telah pergi bersama dengan anaknya. Dan kini hanya afabkesedihan diantara hubungan mereka.

Time, PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang