[10] END

2.6K 188 30
                                    

Beberapa tahun lalu, Off pernah bermimpi bahwa dia akan hidup bahagia membangun rumah tangga bersama wanita yang ia cintai dan mempunyai dua anak yang akan menjadi pelengkap kebahagiannya. Mereka akan tinggal di sebuah rumah kecil dengan taman kecil di bagian belakang rumah mereka yang menjadi tempat bermain anak-anak.

Itu mimpinya, mimpi yang nyatanya tidak pernah ia wujudkan. Dia lebih memilih menjadi lelaki brengsek, meninggalkan wanitanya, dan lebih memilih membangun mimpi baru bersama seorang lelaki yang ia kenal secara tak sengaja.

Tetapi, Off sungguh tak pernah mengira bahwa takdir membawanya pada situasi seperti ini. Berdiri memandang pusara seorang wanita yang pernah menjadi alasan kebahagiaan Off, wanita yang dulunya sangat Off cintai. Terlebih lagi, wanita yang menjadi ibu dari anaknya.

Dia masih mengingat jelas perasaan tak menyangka sekaligus sedih yang ia rasakan saat selang beberapa hari dia terbangun dari komanya, Gun mengatakan bahwa kecelakaan pesawat telah merengut nyawa Mook. Perasaanya hancur waktu itu. Walaupun Off sudah tidak lagi mencintai wanita itu, tujuh tahun menjalin kasih dan statusnya sebagai ibu anaknya nyatanya telah menjadikan wanita itu memiliki posisi tersendiri di hatinya.

"Win, ucapkan salam kepada Mama." Gun berucap lembut kepada Win yang berada di dalam gendongannya. Matanya kemudian melihat wajah Off yang menampilkan raut kesedihan membuatnya memegang tangan kanan lelaki itu yang bebas. "Papii ..."

"Aku tak pernah menyangka dia pergi secepat ini, Gun."

"Semuanya sudah digariskan oleh Sang Pencipta. Tidak ada yang tau kapan kita akan tiada."

"Aku bahkan belum mengatakan maaf padanya. Aku sudah menyakitinya terlalu banyak."

Penyesalan memang selalu datang terakhir. Baik Off ataupun Gun, keduanya sama-sama tenggelam dalam penyesalan atas wanita yang kini sudah tidur dalam damai untuk selamanya.

"P'Mook, aku berjanji akan merawat Win seperti aku merawat Nirin. Terima kasih telah memberikan Win sebagai kebahagiaan kami." ucap Gun dengan senyuman tulus terukir di bibirnya. Itu untaian kata yang sungguh berasal dari hatinya.

"Kau wanita hebat selain ibuku di dunia ini, Mook. Berbahagialah di surga sana, aku akan menjaga anak kita." Off melanjutkan seraya mengusap batu nisan yang bertulis nama lengkap sang pemilik pusara.

Banyak kata penyesalan yang mungkin bisa di sampaikan oleh Off dan Gun untuk wanita itu. Tapi sebanyak apapun kata penyesalan dan maaf yang terucap, nyatanya tak akan membuat wanita itu hidup kembali. Dan akhirnya hanya sebuah janji yang mereka ucapkan, yaitu menjaga anak yang Mook tinggalkan bersama mereka agar Mook bahagia di atas sana.

Well, tidak ada yang lebih penting selain menjaga Win untuk wanita itu. Harta berharga yang wanita itu tinggalkan untuk mereka.

•••

Jika otak bodoh Tay tak salah mengingat, dia yakin bahwa dalam hidupnya dia tak pernah berada dalam suasana hati seperti hari ini. Perasaan takut, gugup, gelisah, dan perasaan lainnya yang membuat hatinya siap meledak kapanpun. Tay Tawan sudah menyakini dirinya bahwa wajahnya kini pasti sudah merah dengan keringat dingin yang sialnya terus saja mengalir di tubuhnya. Lelaki itu mungkin akan mendadak mati muda jika saja wanita di depannya tidak membuka suara yang akhirnya membuat dirinya tersadar.

"Tay, kau sakit?" tanya wanita itu khawatir.

"Ya—ah tidak, maksudku tidak." jawab Tay terbata-bata.

Wanita itu, Mild hanya tersenyum kaku. Jawaban Tay sungguh berbanding terbalik dengan pemandangan di hadapannya. Jelas-jelas dia bisa melihat bahwa bulir-bulir air terus saja keluar dari muka Tay yang nampak juga kemerahan.

Time, PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang