[6]

1.8K 170 12
                                    

Off menghempas kasar tubuh Gun di atas lantai marmer rumahnya. Dia seperti orang kesetanan, tak memperdulikan bahwa tindakannya akan semakin menyakiti orang yang dicintainya. Sedangkan Gun hanya terdiam di bawah sana, air matanya sudah tidak mengalir bahkan dia sudah mengira saat inilah dia sudah tidak bisa mengeluarkan air matanya lagi. Air matanya sudah mengering dan membuat kondisi Gun semakin menyedihkan.

Gun hanya menunduk, menatap kosong lantai yang dinginnya kini perlahan menusuk tubuhnya, hatinya yang hancur semakin dibuat hancur atas perlakuan kasar Off padanya. Dia tidak pernah mengira lelaki yang ia kenal tak pernah berbuat kasar kini telah berubah seperti monster untuknya. Bohong jika Gun tidak takut, dia sangat takut sekarang. Berharap Tuhan akan menyelamatkannya kali ini saja dari sasaran amukan suaminya. Gun sungguh tidak mengerti apa yang membuat Off seperti ini, bukankah seharusnya dia yang meminta maaf padanya? Kenapa sekarang dia yang harus berada di posisi sekarang? Otak Gun terasa sangat pusing sekarang tak menemukan jawaban yang pasti atas pertanyaannya. Tubuhnya juga sangat lemah sekarang ditambah dengan rasa nyeri yang teramat di pipinya karena pukulan Off tadi.

"Aku ingin berpisah denganmu."  Satu suara lirih Gun berhasil menusuk ke indra pendengaran Off. Membuat lelaki itu semakin emosi.

Off menjajarkan posisinya dengan Gun, mencengkram erat rahang Gun, memaksa agar Gun menatapnya. "Apa kau ingin kembali dengan Tay, hah?" tanyanya.

Gun menggeleng lemah, menarik nafas panjangnya. Bersiap mengatakan hal yang selalu di benaknya. "Kau yang membohongiku. Kau yang menghiantiku—" Gun mengetuk-ngetukan jari telunjuknya tepat di dada Off. "—kau sudah berselingkuh dengan mantanmu dan bahkan sudah mempunyai anak bersamanya. Kau tidak pantas untuk menuduhku seperti itu."

Sebentar Off merasa bahwa perkataan Gun menamparnya sangat keras. Dia tidak tau apa yang harus ia katakan.

Well, Off telah kalah telak di hadapan Gun.

"Gun, aku bisa men—"

"Jika kau saja lebih memilih bertindak seperti ini daripada mendengarkan penjelasan dariku, maka kau tidak pantas untuk menjelaskan segalanya. Kau tidak bisa bertindak egois." Gun menyela ucapan Off. Dia memandangi mata Off yang mulai menahan air matanya.

"Malam itu aku tidak sengaja melakukannya, Gun. Percayalah padaku," lirih Off dengan suara yang sedikit tersendat. Lelaki itu sedang berusaha keras menahan tangisannya. "Mook tidak akan pernah memintaku untuk menikahinnya. Mook tidak akan pernah mengganggu hubungan kita, Gun." lanjut Off menyakini pria kecil di depannya.

Gun yang mendengar itu tertawa keras yang membuat Off menatapnya bingung, Off menyakini dia sedang tidak melontarkan lelucon sehingga membuat suaminya tertawa.

Gun sungguh tidak percaya Off akan mengatakan hal itu. Dia sungguhh spechless. Gun tidak sadar jika dia hidup bersama lelaki ter-egois yang ia temui selama ia hidup. Off tidak hanya menyakiti dirinya, Off menyakiti Mook entah lelaki itu menyadarinya atau tidak. Betapa teganya Off dengan bangga mengatakan Mook tidak menuntut menikahinya. Padahal Gun sudah bisa menebak, Mook sangat terluka di dalam hatinya.

Oh ayolah, wanita mana yang bisa merasa tidak apa-apa setelah dia harus  hamil tanpa pertanggungjawaban? Tidak ada. Dan tidak akan pernah ada. Mungkin Mook memang berkata seperti yang Off katakan, tapi Gun sungguh merasa bersalah kepada wanita itu. Gun secara tak langsung menyakiti Mook lagi. Dan ini semakin membuat Gun mantap untuk berpisah dengan Off, dia sudah cukup mengambil kebahagiaan Mook.

"Kau bilang kau mencintaiku, kan?" Off mengangguk. "Kau tidak hanya berbuat salah padaku saja. Tapi juga kepada Mook . Kau tidak hanya menyakitiku, kau juga menyakiti Mook. Lepaskan aku dan menikahlah dengan Mook."

"Tidak, baby, tidak," Off menggeleng dengan gerakan yang cepat seolah ia tak memperdulikan apabila lehernya mungkin saja akan patah. "Kau tau aku tidak bisa hidup tanpamu."

Time, PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang