Tiga kata yang sekarang bersarang di pikiranku, hawa yang panas. Mengingat ini adalah bulan Januari maka seharusnya hujan yang telah membasahi bumi, bukan hawa panas yang masih betah menyelimuti bumi.
Mungkin agak terkesan bodoh dengan pemikiran ini, karena nyatanya gak semua belahan bumi terserang hawa panas.
Disini gue sekarang, duduk berhadapan dengan Ega dan berlatar suasana ramai dan sesak karena banyaknya orang yang berada di satu ruangan.
"Lyr, kita ini apa?" Tanya Ega secara tiba-tiba
"Maksud lo? Ambigu banget si tu mulut." Ujarku, gimana gue tidak merasa kebingungan kalau secara tiba-tiba sahabat gue berkata demikian?"Kita ini maruk atau emang sultan ya?"
Mau tak mau gue terkekeh pelan sebagai bentuk spontan. Memang benar, di bangku ini terdapat empat kursi dan hanya gue dan Ega yang duduk berhadapan. Namun yang lebih tidak manusiawi, terdapat tujuh gelas kaca di atas meja dengan bekas isi yang berbeda jenis dan rasa.
Enam gelas kosong dan satu gelas yang masih terisi setengah milik Ega itu.
"Gak paham lagi gue sama Indonesia, Ga."
"Emang Lo pernah paham? Hati sama pikiran yang ga sinkron aja Lo bimbang." Ucapnya sambil terkekeh di akhir kalimat"Anjing ya Lo emang."
Memang sering gue merasa bahwa ada yang salah pada sistem organ tubuh gue. Ketika pikiranku menuju jalan yang logis, hati gue selalu seolah menentang pikiran gue dengan beberapa hal lain.
Tapi terkadang hal lain seperti itu membuat gue tertantang, adanya perbedaan membuat pilihan yang nantinya kulakukan lebih matang.
"Ye dasar, orang cantik gini aja Lo katain anjing. Dasar serigala." Ujarnya dengan muka tertekuk seolah dia memang kesal dan menanggapi serius candaanku.
"Eh Lyr, ada kak Sirus tuh." Katanya tiba- tiba dengan mata yang mengarah ke samping kananku.
"Oh orang yang kemarin? Gue kira namanya Virus, Ga."
Tentang pertemuan yang tak sengaja di Koperasi kala itu, memang setelahnya Ega sedikit menceritakan tentang kakak kelas bernama Sirius Enggarana itu. Ketika itu membuat gue sempat merasa bersalah, pasalnya secara tidak langsung gue menuduhnya dalam batin jika dia kelayapan saat jam pelajaran berlangsung. Sungguh gila!
Sedikit yang dapat kusimpulkan dari apa yang diceritakan Ega adalah, Sirius dengan pengetahuan luas serta anggapan bahwa dia adalah murid yang cenderung nakal. Pasalnya, wajah cuek dan pesonanya mampu membuat orang di sekitarnya bergidik ngeri. Namun tak dapat dipungkiri bahwa dia juga juara berturut Olimpiade Astronomi di tingkat Provinsi.
Walaupun belum sampai pada tingkat Nasional, namun nama Sirius Enggarana itu tetap saja melejit.
"Dia inget ga ya Lyr sama lo?"
"Emangnya gue kenapa sampek diinget gitu?" Responku sambil menaikan alis kiri gue."Yakali aja gitu. Oiya ntar pulang ikut gue ke Mall dong." Ajaknya tiba-tiba
"Ngapain? Mau ngrampok?"Karena berdasarkan pengalaman, Ega itu tipe orang yang selalu mempertimbangkan apa aja yang mau dibeli. Tapi pada kenyataannya dia pasti beli semua yang dia suka dengan pertimbangan yang kadang memang gak logis.
"Mau beli kado buat mamah, oiya Lo besok ke rumah ya. Mamah ngundang buat makan malem bareng nih."
Ada sedikit rasa iri di hatiku, muncul beberapa pikiran yang intinya ingin merasakan hal seperti Ega. Contoh kecil 'enak kali ya beliin kado buat ibu pake uang sendiri', 'seru banget deh kalo gue bisa bikin kue ulang tahun ibu sama ayah dan endingnya gosong', 'gimana ya reaksi ibu waktu jam 12 malem gue kagetin?'
KAMU SEDANG MEMBACA
What a Roleplayer? (Hiatus)
Ficción GeneralDi saat itu, semua berbeda cerita. Dengan sekali hentakan, seketika dunia abu gue berubah menjadi sesuatu yang terpancar di kehidupan nyata. Dia, seakan pangeran kuda putih dengan muka selayaknya artis. Bersembunyi diantara rakyat- rakyat yang haus...