Apa itu kesempurnaan? Susah sekali untuk menjelaskannya. Yang pasti, kata sempurna menggambarkan tidak ada kecacatan ataupun kekurangan sedikit pun. Seperti itulah hidupku. Sungguh sangat sempurna. Tidak bercela sedikit pun.
Aku Cindyana Janiarta. Anak dari seorang pengusaha kaya raya bernama Jefri Janiarta. Mamaku bernama Etika Janiarta.
Hidupku begitu beruntung karena sedari kecil di lingkupi oleh kasih sayang kedua orang tua yang begitu pengertian. Aku selalu dimanja, disayang dan di preoritaskan.
Tuhan pun menganugerahkan wajah yang rupawan padaku. Dagu lancip, bibir tipis yang begitu manis, mata lebar nan indah dengan bulu mata yang lentik natural. Rambut panjangku yang indah pun tergerai dan begitu terawat. Tubuhku pun tinggi dengan kaki jenjang dan kulit putih.
Kurang sempurna apa aku?
Yang tambah membuat semua orang iri, aku memiliki seorang kekasih hati yang begitu rupawan dan mapan. Erikson Winarso, seorang pria yang sungguh perhatian dan begitu menyayangiku yang manja ini.
Sudah 2 tahun kami menjalin kasih. Berbagi suka dan duka. Melewati hari-hari bersama. Bahkan, aku sudah mengenal dekat orang tuanya. Begitu juga dengan Erik yang sudah di kenal dekat oleh kedua orang tuaku.
Benar-benar sempurna, bukan?
Di samping itu, aku juga memiliki seorang sahabat setia yang selalu berada di sampingku dan mendukungku. Jadi teman curhat untuk segala keluh kesah yang tidak bisa ku sampaikan pada orang lain. Jika aku ngambek pada Erik, maka Celia atau yang lebih di kenal Lia, akan jadi orang pertama yang ku cari. Curhatan panjang akan dengan setia ia dengarkan.
Sedari kecil kami sudah bersama. Duduk di bangku taman kanak-kanak hingga bangku perkuliahan bersama. Benar-benar sahabat sehidup sematiku.
Hidupku, sungguh sempurna.
Tetapi, semua berubah perlahan setelah berita duka datang menghampiriku. Kebahagiaan dan kesempurnaan yang ku miliki, nyatanya tidak kekal.
Waktu itu, aku tidak tahu apapun. Seperti biasa, aku kuliah dengan baik. Mengikuti pelajaran dengan baik, tidak berpikir hal buruk sama sekali.
Saat jam perkuliahan berlangsung, aku menoleh sejenak ke arah Lia yang melihat ponselnya. Ku dengar ia menarik napasnya dengan sangat dalam, hingga aku bisa mendengar suara napasnya itu. Ia menatapku nanar, dan wajahnya terlihat begitu pucat.
"Kenapa sih?" Tanyaku berbisik. Benar-benar heran akan ekspresi yang ia tunjukkan itu.
Lia hanya menggelengkan kepalanya. Ia menyimpan ponselnya kembali, lalu netranya ia alihkan ke depan, dimana dosen sedang mengajar.
Aku mengangkat alisku heran. Bukan satu dua hari aku mengenalnya. Tetapi bertahun-tahun. Tentu saja aku tahu ada yang aneh dari geriknya. Apa lagi, berulang kali ia melirikku dan pura-pura fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung.
Aku hanya menggelengkan pelan kepalaku dan menghelakan napas kecil. Nanti dia juga cerita sendiri batinku.
Perkuliahan hari ini pun usai. Sahabatku Lia yang selalu riang tampak mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Tidak mengerti akan apa yang terjadi padanya.
"Kenapa, beb? Muka lo kok serius amat?" Tanyaku merangkulnya. Sembari itu, kami berjalan keluar dari kelas.
Lia tampak berbeda. Ia menggelengkan kepalanya dan tidak banyak bicara. Gayanya pun sangat kikuk, tidak santai seperti biasa. "Nggak papa kok, beb," jawabnya dengan suara bergetar. Membuatku benar-benar heran.
Aku kembali menghelakan napasku. Tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada Lia. "Eh, kantin bentar yuk. Gue haus nih," rengekku. Aku berusaha untuk membuat suasana menjadi cair.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Escape || Panji Zone
RomanceHidupku sempurna. Punya papa dan mama yang baik serta sangat pengertian, punya sahabat yang selalu ada, dan punya kekasih yang begitu menyayangiku. Tetapi.. Tiba-tiba semua itu sirna seketika. semua itu berubah setelah ibuku meninggal. hidupku hancu...