Pukul 11 malam. Setelah lembur cukup melelahkan untuk hari ini. Kembali ke rumah dan berharap ada kehangatan dan ketenangan yang menemaninya dalam tidur malam ini.
Karena berani sumpah, Jungkook mulai memasuki fase jenuh dalam pekerjaannya. Dan, kali ini mungkin yang terparah. Seminggu penuh lembur, rapat, revisi karyanya dan berbagai drama kehidupan.
Beruntung rumahnya tidak menambah beban sama sekali. Seluruh lampu yang sudah dalam keadaan mati. Melepas sepasang sepatunya di pintu samping yang menyatu dengan garasi. Jungkook beranggapan mungkin orang yang tinggal bersamanya belum pulang, ditambah garasi yang tidak terisi mobil.
Menyalakan sakelar beberapa lampu. Jungkook menghampiri dapur terlebih dahulu, ingin memanjakan kerongkongan sampai seseorang tiba-tiba membuatnya nyaris menjatuhkan teko kaca dingin dari kulkas.
"Kau mengejutkanku!" jelas Jungkook tanpa perlu sebenarnya, buktinya reaksinya barusan sudah jelas.
Padahal, orang itu hanya datang dan duduk di kursi yang berada di hadapannya.
"Mobilmu, ke mana, Hyung?"
Orang yang dua tahun lebih tua darinya itu diam sejenak. Mengusak rambut silvernya asal. Jungkook baru sadar kalau orang itu, Taehyung baru saja mengganti warna rambutnya. Silver? Warna yang pas di orang itu.
"Masuk bengkel. Kau percaya tidak, remnya rusak hanya karena aku merem dengan kuat akibat nyaris menabrak kucing."
Jungkook tertawa kecil. Alasannya sepele tapi Jungkook dapat membayangkan betapa takutnya Taehyung saat itu. Meski hanya seekor kucing tapi hewan itu juga makhluk hidup sama seperti mereka.
"Lalu? Kau pulang naik apa?"
Taehyung kali ini memasang senyumnya lebar. Seperti telah menanti Jungkook menanyakan pertanyaan barusan, dia ingin pamer.
"Bus umum! Hebat, bukan?"
Mengangguk setuju. Jungkook kembali melanjutkan kegiatannya. Turut duduk di sebelah dan mulai menuangkan air pada mug besarnya.
"Bagaimana rasanya?"
"Menyenangkan. 28 tahun hidupku dan ini keempat kalinya aku menaiki bus umum!"
"Selamat, Hyung! Besok-besok kau bisa pergi dengan bus umum bersamaku."
"Ah, iya, kenapa?"
"Hm?"
"Itu, kenapa kau tidak mau membeli mobil? Bukankah garasi rumah ini cukup menampungnya?"
Jungkook membasahi kerongkongannya. Menatap Taehyung dalam diam, ketika gelasnya tiba di atas meja. Suaranya baru kembali.
"Malas. Lebih baik naik kendaraan umum saja, aku bisa mampir ke berbagai tempat tanpa pusing mengurusi parkiran terlebih dahulu."
Kali ini, Taehyung yang tertawa. Dia selalu suka hasil jalan pikiran Jungkook. Sederhana tapi seringkali berkebalikan dengannya. Itu tidak masalah, dia suka perbedaan dan menurutnya Jungkook dapat dijadikan cerminan yang tepat.
Tanpa diminta, obrolan merela berlanjut. Lupakan sejenak pemikirannya yang ingin segera tidur. Jungkook merasa kantuknya hilang, mendengar cerita Taehyung hari ini membuatnya terhibur.
Dan kegiatan ini yang biasa mereka lakukan. Tidak direncanakan dan malah sudah menjadi suatu kebiasaan.
Dari semua cerita, Jungkook dapat menyimpulkan bahwa pertemanan Taehyung itu cukup berat. Ada banyak drama dan sedikit toksik.
Rupanya percakapan mereka berakhir dan tetap bisa mengantarkan Jungkook untuk berbaring di atas ranjang hangatnya. Pukul dua malam, tak peduli besok harus sudah siap jam sembilan. Jungkook kini malah masih terjaga, menatap langit-langit kamar yang gelap. Kamarnya itu berdominan warna merah anggur, bukan permintaannya tapi dia sebetulnya juga menyukai warna tersebut.
"Kau kurang perasaan tulus padanya."
Kalimat teman di tempat kerjanya siang lalu yang menjadi alasan kuat mengapa dirinya masih terjaga meski tubuhnya sudah nyaman di posisinya. Tanpa sadar dan Jungkook bingung sendiri, tidak paham dengan jalan pikirannya saat ini. Perasaan? Cinta? Apa dirinya sudah nyaris gila? Seumur hidupnya Jungkook belum pernah memiliki kekasih. Jadi, ketika dia dihadapkan pada situasi demikian, Jungkook malah menjadi bingung.
"Mana mungkin, aku bukan siapa-siapanya."
"Tunggu, berarti kau berharap?"
Jungkook meremat selimutnya. Berdecak tidak suka, lampu tidur sudah menyala sedari tadi. Jungkook berani bertaruh bahwa penguhuni kamar sebelah sudah terlelap. Nyaris lebih 3 tahun dan sejujurnya Jungkook tidak pernah tahu kapan Taehyung sudah terlelap. Hanya saja, dia tidak pernah melihat pria itu keluar dari kamar dalam keadaan benar-benar bangun tidur. Hebat, bukan?
Meski sudah lama tinggal satu atap. Jungkook berani bertaruh bahwa hanya seperkian kecil yang dia tahu tentang Taehyung. Kakak tingkatnya semasa kuliah, menawarinya tinggal di satu atap dengan alasan sederhana, agar rumahnya terawat.
Bukan, jika berpikir dengan menjadikan Jungkook pengurus rumah. Itu salah besar. Taehyung itu sibuk, dan dia juga tahu bahwa Jungkook, partner satu atapnya, turut sibuk. Tapi setidaknya mereka berdua bisa bekerja sama untuk menjaga dan merawat sebuah rumah minimalis.
"Tapi, kapan Taehyung Hyung menikah, ya? Kalau dia menikah, berarti aku pindah dari rumah ini."
Pernyataan itu sudah sering Jungkook lontarkan pada dirinya sendiri. Tidak pernah merasa khawatir sedikit pun, mengapa? Karena dia juga sudah punya rencana ke depannya. Jungkook sering yakin bahwa dia tidak akan tinggal di sini selamanya. Hanya waktu, ya seolah Jungkook menunggu waktu itu tiba. Makanya, dia sudah rencana jika memang harus pindah dari ini.
Lantas, mengapa tidak dari dulu? Sederhana, Jungkook hanya merasa tidak enak dengan Taehyung. Mengingat pria itu juga tidak pernah membawa siapa-siapa kemari, palingan hanya Jimin dan beberapa teman dekatnya. Faktanya, Jungkook hanya tahu Jimin yang merupakan orang kepecayaan pria itu.
Tinggal bersama dalam waktu lama, tidak menjamin dua orang benar-benar saling mengenal, bukan?
Ponselnya menyala. Jungkook menoleh ke arah nakas di sebelah kasur. Terdapat notifikasi dengan nama kontak yang membuatnya terheran.
Taehyung Hyung : Jungkook, sudah tidur?
Taehyung Hyung : Bagaimana kalau kita memelihara anjing?
YOU ARE READING
Zuhaus
FanfictionHome is simple but hard to find. [ taekook ; ooc ; au ; bxb ; chaptered] 2020 leenamarui