part of 13

1.5K 214 5
                                    

Setelah kegiatan panas mereka. Keduanya tidak memilih kembali terlelap, lebih tepatnya mandi bersama meski dengan sedikit godaan yang harus Jungkook dapatkan. Satu lagi sifat Taehyung yang baru dia ketahui, pria itu cukup jahil dan suka menggodanya. Dan Jungkook berharap Taehyung tidak menggoda orang lain sebagaimana pria itu menggodanya. Seperti sekarang ini.

"Hyung! Berhentilah dulu, aku ingin makan," erang Jungkook, kesal akibat sedikit kesusahan makan.

Setelah berdebat agak lama dengan posisi makan mereka dan kini Taehyung malah masih menggodanya yang sudah pasrah; duduk di pangkuan suaminya sembari memakan sarapan mereka yang sempat tertunda. Tapi Taehyung malah menggodanya dengan mencium tengkuknya yang memang sensitif. Bahkan ibunya saja tidak pernah memegang tengkuknya.

"Aku mencintaimu," ungkap Taehyung, mengecup tengkuk Jungkook yang selalu membuat tubuhnya meremang hebat.

"Makan sarapanmu!" titah Jungkook, nada bicaranya masih normal namun terdengar galak.

"Suapi."

"Huh."

Meski sebal mendengarnya, tapi Jungkook tetap melakukannya. Lagian, mereka membeli dua porsi yang disatukan. Mungkin Jungkook sudah menghabiskan satu porsi dan kini tinggal bagian Taehyung.

"Duduklah menghadap sini," pinta Taehyung sembari membantu Jungkook agar duduk berhadapan di atas pangkuannya.

Terdengar suara ringisan akibat refleks. Taehyung menatap Jungkook khawatir, apa permainannya kurang lembut barusan?

"Apa sangat sakit?"

Mendapat pertanyaan itu, Jungkook menggeleng dengan senyumnya.

"Tidak apa-apa, Hyung," balasnya, jujur.

Dan kini tangannya mulai menyuapi Taehyung yang terus menatapanya. Tentu hal itu membuat Jungkook mulai salah tingkah, diperparah posisi mereka yang benar-benar intim. Tak pernah mereka sedekat ini sebelumnya tapi nyatanya mereka bisa menerima kenyataan ini.

"Jungkook."

Acara makan mereka usai. Jungkook menaruh mangkok di atas meja nakas. Kini mereka berada di tengah kasur bekas semalam mereka tidur. Jungkook kembali duduk di posisinya, menatap Taehyung yang sedari tadi merengkuh pinggangnya dengan sedikit erat.

"Ya?"

"Apa kau suka ditempeli terus?"

Memiringkan kepalanya sedikit bingung. "Ditempeli bagaimana?"

"Seperti sekarang," ujar Taehyung sambil mulai memeluk Jungkook dengan erat. Menaruh dagunya di sebelah pundak pemuda manis itu.

"Tidak apa-apa asal bukan dengan orang asing."

"Apa aku masih orang asing bagimu?"

Jungkook terheran mendengarnya. Orang asing? Bagian mananya?

"Orang asing bagaimana, Hyung? Bukannya kita sudah lama kenal?"

"Ya, jadi bagimu aku bukan orang asing?"

"Tentu saja."

"Jadi, orang yang sudah lama kenal denganmu boleh melakukan ini juga? Kalian kan sudah lama kenal juga."

Jungkook semakin bingung mendengarnya. Melepas pelukan Taehyung, menatap pria itu yang tengah menatapnya juga. Ada apa dengan isi kepala pria itu?

"Maksudku orang asing, Hyung, orang yang memang tidak dekat denganku, dan apa Hyung tahu aku dekat dengan siapa?"

Taehyung menggeleng tidak tahu.

"Aku sebenarnya bukan tipe orang yang mudah dekat dengan orang lain. Aku cenderung menjaga sekat pada orang-orang tapi aku tetap berteman dan sedikit terbuka dengan mereka. Untuk masalah skinship, aku sedikit risih sebenarnya."

"Jadi kau risih denganku?"

"Tunggu dulu!" balas Jungkook, sebal.

Hal itu malah membuat Taehyung terkekeh mendengarnya.

"Aku belum pernah menjalin hubungan seperti pacaran. Aku juga tidak terbuka pada orang, aku biasanya memendam dan menyelesaikan semuanya sendiri. Jadi, Kim Taehyung, suamiku yang tampan. Karena kita sudah menikah, kau bukan orang asing bagiku. Dan aku memohon dengan sangat, tolong jangan buat aku takut untuk meminta saran atau bercerita padamu. Apa bisa?"

Taehyung tersenyum mendengarnya. Mengangguk dengan mantap, mencium ranum merah yang kini menjadi candunya. Puas mendengar penjelasan Jungkook yang menceritakan tentang pemuda manis itu.

"Kepribadian kita mirip sekali."

"Oh, benarkah?" tanya Jungkook sedikit tidak percaya.

"Ya. Apa kau tidak mengira aku begitu?"

"Hm... tidak. Hyung pasti memiliki teman yang banyak! Bahkan saat kuliah saja semua orang mengenalmu."

Taehyung teralih mengusap surai legam yang terlihat berantakan. Tak beda jauh dengan kondisi rambutnya saat ini.

"Ya, aku memang cukup pandai bersosialisasi. Tapi bukan berarti aku mudah percaya pada orang lain. Tapi orang lainlah yang mudah percaya padaku."

"Termasuk aku, Hyung?"

"Mungkin?"

Jungkook mengangguk paham. "Tapi apa Hyung percaya padaku?"

Tatapan mereka beradu. Sedikit lama dan Jungkook rasa dia akan mendapat rasa kecewa sebentar lagi.

"Tentu. Menurutmu mengapa aku berani menawarimu tinggal bersama hm?"

Kekecewaan itu bahkan tak muncul sama sekali. Jungkook tersenyum lega. Berpikir akan pertanyaan Taehyung.

"Kau bilang ingin menolongku, bukan?"

"Memang. Tapi ada alasan juga mengapa aku ingin menolongmu. Kau yang kukenal ketika kuliah memang anak yang baik dan sangat tulus. Aku bisa merasakan itu, Sayang. Dan menurutku, mengajakmu hidup bersama bukanlah pilihan yang buruk."

Jungkook tersipu mendengarnya. Senyumnya melebar, memeluk Taehyung dengan erat.

"Dan ada satu hal lagi."

"Apa itu?"

"Karena denganmu aku merasa memiliki rumah. Sebelum menikah, mungkin rumah itu sebatas perasaan bagaimana tinggal di rumah yang hidup pada umumnya. Tapi setelah menikah, aku sungguhan merasa seperti memiliki rumah di mana aku bisa beristirahat sejenak dari dunia."

"Uh... Hyung, kita baru menikah kemarin."

"Tapi aku sudah mulai merasakannya sekarang."

"Jangan bohong!"

"Sungguh, apa kau mau bukti?"

Jungkook terdiam. Menatap Taehyung, dia ingin namun bagaimana caranya?

ZuhausWhere stories live. Discover now