Part 7. ADA KAMU & DIA

43 5 1
                                    

Edra Leta Leteshia (Leta) POV

Pondok Nadia Jl. Lengkong Kecil.

Sepulang dari kampus kini aku akan menyusul gawai dan kotak makan, sembari menjenguk kang Nean, untung saja tadi malam aku bisa menjadi cerdas mengontrol rasa panik "bagaimana caranya aku bisa pulang.", jika tidak meminjam gawai untuk memesankan gojek, mungkin aku tidak akan bisa sampai di kosan, tidak bisa pergi mengampus di pagi hari, dan yang terpenting aku bisa menyelesaikan tugas matkul, karena tanpa gojek aku tidak tau harus menaiki angkot apa? Berapa kali aku menumpaki transportasi?, hal itu meribatkan, so aku tidak tau akan bertanya kepada berapa banyak orang, dan jawaban mereka mungkin akan sulit di percaya, karena sebuah pengalaman di kampunghalaman, yang tertipu oleh sopir. Ya... walau disini berbeda culture tapi tidak ada yang "tidak mungkin".

Untuk kali ini aku tidak memberi tahu siapa pun aku pergi keman.

Suasana yang dingin, hujan begitu deras, angin menggoyahkan dahan dari pohon-pohon lebat. Sore ini aku merasa takut, merasa gugup, aku merasa tidak yakin jika aku bisa sampai kepadanya dengan baik-baik saja. Aku tekadkan diri untuk melangkah, tangan ini muali membuka pintu kamar, "gelegar!" suara petir menyambar jendela. Aku semakin tidak berani untuk pergi, aku terdiam memikirkan kembali "pergi atau tidak".

15 menit kemudian.

Aku membuang waktu itu tanpa arti jika aku memutuskan tidak pergi, tidak akan mendapatkan gawai, kotak makan dan bertemu dengan nya kembali, itu juga membuat sia-sia pengorbanan ku mencari informasi tentang alamat tinggal nya, "aku putuskan untuk pergi." Tangan ini mulai membuka pintu, mengambil sandal jepit warna biru muda, lalu mengunci pintu kamar.

Ku buka payung bear berwarna biru tua."tuhan aku yakin kau melindungiku." Batin ku membuka gerbang.

Apa kalian berni sepeti Leta?

Jujur gua sih tidak berani, gua penakut kalo hujan badai, takut kesambar petir, takut suara petirnya, takut ketimpa dahan pohon, takut suasananya, takut kegelapan itu... apalagi pergi sendiri ketempat yang belum di kunjungi dengan jarak yang cukup jauh. Guamah meningan teu jadi,

"Leta?"

"Leta mu kemana?" tanya kembali Ibu Armi penjaga kosan.

Aku tersenyum, "mau pergi dulu bu.. ke rumah teman." Jawab ku berdiri di depan pagar.

"hujan neng takut ada badai.."

"iya bu tapi, ini penting ada yang ketinggalan soalnya, yaudah ya bu saya permisi." Jawab sesekali tersenyum.

"iya hati-hati."

Ketika sore dengan hujan badai aku tidak melihat orang berlalu lalang, pedagang-pedagang angkringan, kendaraan pun tak begitu memenuhi jalan. Dan pada saat aku hendak menyebrang tiba-tiba, payung ini tidak seimbang terbawa angin lalu terbalik, dengan segera aku membenahi payung ku. Tak lam angkot Cicadas-elang pun datang.

Aku tidak lagi merasa takut ketika di depan dan samping kanan maupun kiri tempat duduk dipenuhi orang, aku menaiki dua angkot untuk sampai ke rumah kang Nean.

Kaki ini turun dari angkot, lalu berjalan memcari rumah itu. "No. 22." Alamat rumah itu Jl. Gudaung Selatan No. 22, Merdeka, Kec, Sumur Bandung.

Pagar rumah berwarna biru tua, "dag dig dug dag dig dug." Jantung ini berdebuk begitu kencang, hingga tangan ku tak sanggup memencet bell, aku hanya bediri diam selama 10 menit, setiap orang yang lewat pasti melihat ku, baik itu dengan tatapan aneh, dengan senyuman hangat, maupun tatap sinis. Tetapi aku tetap tersenyum lebar.

Tak lama kemudian seorang wanita tua membuka pintu pagar. Sehontak ia kaget dan mengelus dadanya. " oy! Astagfirullah.."

Aku hanya memandanginya lalu tersenyum seolah tidak tau apapun.

"nyari siapa ?" tanyanya didepan pintu pagar.

"iya bu, maaf ya tadi bikin ibu kaget."

" saya mau ketemu Kang Nean bu.." lanjut ku sembari tersenyum.

"oh iya gak papa, ayo silahkan masuk." Seru wanita itu dan membawaku masuk dedalam rumah.

"ibu... keluarga dari kang Nean?"

"bukan, saya kerja cahayu, nanti jm 19:30 saya juga ndak pulang ke Jogja soalnya anak lagi sakit."

"sakit! Sakit apa bu?"

"kena DBD, udah dirawat kemarin.. Cahayu ini temennya toh, yang di suruh kemari?"

Aku tersenyum dan menganggukan kepala tanda benar namun menjawab "bukan, saya mau ngambil gawai, sama kotak makan." Ketika ibu itu melihat ku ia ikut menganggukan kepalanya namun wajahnya terlihat kebingungan.

"bu?"

"oh.. iya iya, kotak makan nya tadi siang sudah saya cuci tapi, gawai nya mungkin ada di nak Nean."

"kamarnya ada di atas, saya mau keluar dulu soalnya tadi minta di beliin soup." Lanjut wanita tua itu sembari permisi.

Sebelum ibu itu melangkah pergi aku langsung menjawab sehingga menghentikan langkahnya. "bu saya bawa sayur soup tapi kayaknya agak dingin, harus di hangatkan dulu."

"oya? Yasudah saya coba tanya dulu ya.."

"emmm.. bu biar saya aja yang bilang."

"oh ya sudah terima kasih."

Ternyata tidak sia-sia aku membawakan soup, kang Nean pun sedang menginginkanya.

Jadi ini kamar kang Nean, pintunya berwarna biru muda dengan banyak tempelan tenpelan absurt. Tak sabar ingin bertemu aku pun mengetuk pintu kamarnya dua kali. Kang Nean menyeru ku masuk. Ketika aku membuka pintu aku melihat kang Nean yang sedang berbaring memejamkan matanya. "assalamualaikaum kang." Sapa ku.

Ia langsung bangun terlihat terkejut dan hanya diam melihatku, aku tersenyum. "kang aku bawa soup ayam, mau coba?"tanya tanpa bertele-tele namun ia hanya menatap ku dan terdiam. Aku pun melangkah mendekati kang Nean.

"Leta?" sahut nya teriak, mengentikan langkah kaki.

Aku kembali tersenyum, "iya! Aku Leta, aku mau ngambil gawai sama kotak makan."

"tapi, aku juga ingin memberikan soup ayam." Lanjut ku yang berdiri setengah meter dari ranjang.

"kamu yang bikin?"

"iya kang, masa aku nyuri." Jawab sembari terkekeh untuk mencairkan suasana ku yang gugup.

Kang Nean pun ikut tertawa dengan ku. "iya iya saya mau" jawab nya lalu memandang ku sama seperti di rumah sakit, ia berulang kali melihat ku dari bawah hingg atas. Mungkin aku kembali membuat nya aneh dengan gaya peminim ini. Yang jelas berbeda sebab jika di kampus aku memang tak pernah memoles wajah dengan makeup, dan tidak mengenakan rok atau dress.

Aku masih merasa gugup, tangan ini tidak bisa diam untuk memainkan kedua ibu jari. "kang," sahut lalu tersenyum. "kalau begitu aku siapkan dulu ya.." lanjut ku segera pergi dari kamar kang Nean.


Ada Kamu & DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang