Gadis itu terlihat berantakan. Jalannya seperti tidak terarah. Tatapannya kosong. Kakinya berpijak dibumi tapi pikirannya melayang ke awan.
Gadis itu menjambak rambutnya kuat. Lalu menggelengkan kepalanya. Berusaha menghilangkan sesuatu diotaknya. Berusaha mengalihkan sakit dihatinya dengan semakin menguatkan kepalan tangannya menjambak rambutnya keras.
Janika pov
Coba kutegaskan sekali lagi. Are you okey?!
Katakan i'm fine dengan lantang!
Upss, i know it's fake.
Mataku kian lama kian memburam terbayang air mata yang sudah mengucur dengan derasnya. Bukit dekat rumahku memang tempat yang tepat untuk menjatuhkan segalanya.
Menjatuhkan beban mental. Mengistirahatkan sebentar hati, pikiran sebelum kembali memikul kesakitan itu lagi.
Jangan pernah menanyakan apa itu depresi. Aku tidak pernah tau bagaimana rasanya. Tapi aku agak sadar jika yang aku rasakan levelnya hanya sedikit diatas kata tersebut.
Dan yang aku rasakan tidak bisa direlasikan dengan kata hanya.
Hatiku sudah kebas. Aku tidak pernah tertawa puas. Masalah yang menjeratku ternyata tidak benar-benar lepas.
Trauma fisik dan psikis? Ya astagaaaa aku pikir aku sudah kebal.
Tersakiti secara fisik? Aku sudah merasakannya pada umurku yang masih kurang dari 3tahun. Dan pelakunya adalah seseorang yang dna nya dan darahnya mengalir diseluruh tubuhku. Papa. Orang yang selalu aku panggil papa.
Bersamaan dengan semua itu. Papa juga menyakitiku secara psikis. Dia selingkuh! Dihadapanku. Dia pikir aku adalah batita yang tolol dan polos. Pada kenyataannya aku tidak sepikun dan sepolos itu.
Tapi ingatan yang kuat itu bagiku merupakan sebuah musibah. Karena itu aku tetap mengingat dengan detail bagaimana papaku mencumbu wanita lain selain mamaku. Dikamarku. Read!! Dikamarku.
Dan dengan polosnya aku berlari ke lantai bawah. Memanggil mamaku yang tengah membuatkan teh untuk tante erika. Tetangga baru kami yang sopan. Yang beberapa saat lalu pamit untuk menelusuri rumah kami. Tapi faktanya malah bermesraan dengan papaku dikamarku.
Mama tergopoh naik ke atas dengan teko berisi air panas ditangannya. Terkejut dengan pemandangan didepannya.
Suaminya yang sangat setia ternyata pengkhianat. Dan si tetangga baru yang sopan ternyata penggoda.
Teko berisi air yang baru mendidih itu jatuh mengenai kaki kiri ku. Sangat sakit.
Aku bisa merasakan kaki ku panas terbakar. Tapi sakit itu sekarang tidak hanya dikaki ku. Tapi kini sudah berpindah di kulit kepalaku yang rasanya mau copot. Dan pipi kiriku yang panas karena ditampar papa.
Dan selanjutnya gelap. Aku pingsan.
Sudah lama sekali tapi aku masih sangat ingat detailnya. So dramatic!
Aku melepas sepatu sneakersku. Mengintip kaki kiri ku yang terdapat bekas luka dipunggungnya.
Luka sudah kering. Tentu saja. Sudah tidak sakit. Sama sekali.
Secara fisik. Tapi secara psikis aku masih merasakannya.
Dan aku kembali merasakannya.
Tepatnya 3 hari lalu. Sepulang sekolah aku memdapati papa yang membongkar barang-barangnya di ruang keluarga. Disampingnya ada mama dan ....
Aku tidak tahu siapa wanita disamping mama. Ku nilai dari penampilannya batinku mencibir kampungan.
Kaki ku melangkah menghampiri mama dan mencium pipinya. Lalu menyalimi papa dan memeluknya sebentar.

KAMU SEDANG MEMBACA
my posesif good boy
Teen FictionDalam diamnya destra posesif Dalam bungkamnya dia meneriakkan janika itu miliknya. Kata bebas, terserah adalah kata lain dari jangan macam-macam. Pikiran janika berputar-putar tidak wajar Apa yang destra inginkan? Kepergiannya atau ketetapannya? K...