apa mau mu?

11 1 0
                                    

Kedua alisnya bertaut. Janika membenci hal ini. Sangat. Bertengkar di ponsel? Kekanakan sekali.

Tangannya terus mengetik dilayar ponselnya. Entah apa yang dia tulis. Sepertinya membutuhkan pikiran yang luas hingga membuat dahinya berkerut. Dan sesuatu yang tengah dibacanya. Nampaknya bisa meledakkan emosinya sekarang juga.

Hingga ponsel itu kini berpindah ke daun telinganya yang memerah. Tidak membutuhkan waktu bermenit-menit janika mendengarkan nada sambung tut tut tut.

Karena setelahnya terdengar suara seseorang yang menyulut emosinya.

"diam kamu! Sekarang aku pengen kamu dengerin aku!" janika masih berusaha mengontrol emosinya.

Dan berupaya mencari tempat yang lebih privasi. Sedikit menjaga jarak dari tempat keluarganya berkumpul.

Sepeninggal janika budhe nya. Bu Agia. menyeletuk. "kenapa lagi tu anak?"

"biasalah palingan ada masalah sama cowoknya." jawab Arini. Mamanya. Sambil memutar bola matanya jengah.

"lagian sih masih bocah sok-sok an mainan hati." setelah suapan terakhirnya om Adim mengomentari sikap janika.

Diantara cucu keluarga dari pihak mamanya janika merupakan cucu tertua. Cucu yang lainnya rata-rata masih sekitar seusia Arcani. Anaknya budhenya saja yang paling tua masih baru kelas 1 smp dan yang kembar seusia Arcani. Lalu om nya sendiri masih baru akan melaksanakan pernikahan pada bulan depan dengan wanita cantik disampingnya yang menyandang status sebagai tunangan.

Hal tersebut membuat janika menjadi cucu kesayangan dan selalu menjadi sorotan.

Di lain tempat janika sudah tidak dapat membendung emosinya.

"gue tanya sekali lagi lo pengenya gimana?"

Dan kalimat selanjutnya membuat janika ingin melempar ponselnya hingga mengenai muka orang disebrang telfon sana.

"terserah kamu. Kamu bebas. Aku ga akan ngelarang kamu mau deket siapa aja."

"omong kosong destra! Semua yang lo bilang itu bullshit. Bebas? Lo sebenernya pengen mengikat. Ga bakal ngelarang? Tapi lo marah. Ngomong aja apa yang sebenarnya lo mau. Gausah ga tegas dengan kata terserah." janika membentak disetiap kata yang dia keluarkan.

Yaampunn destra ternyata serumit perempuan. Janika saja tidak pernah serumit ini.

Jika janika tidak ingin maka dia bilang tidak. Jika ingin ya bilang iya. Tidak ada itu kata terserah dalam sejarah hidupnya saat menentukan sesuatu.

"iya aku pengen kaya gitu." jawab destra keras.

Janika sedikit tersentak dan membuatnya memberi jeda untuk beberapa saat. Hingga saat mulutnya hendak mengeluarkan kata. Suara destra menggantungkan mulutnya.

Ahhhh memang hanya destra yang pandai menggantungkan segalanya. Suaranya menggantungkan mulutnya. Sifatnya menggantungkan hatinya.

"tapi aku bukan siapa-siapa, beb. Aku ga berhak." lirih destra.

Keentahan itu kembali melanda janika.
Entah dia bahagia atau sedih atau marah dengan alasan tidak jelas.

"gausah merendah kamu." janika menggigit bibir bawahnya. Menahan senyum yang mengembang. Karena mendengar destra tetap memanggilnya dengan embel-embel 'beb' meskipun mereka tengah bertengkar.

"karena merendah untuk meroket." kini destra menyertai kekehannya. Mencairkan suasana yang mulai hangat setelah ketegangan tadi.

"apaansi kaga jelas!" desis bibir dengan model ombre tersebut. Nude diluar merah didalam.

my posesif good boyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang