Kata orang, kalau kita gagal move on, berarti kita tipe setia.
🐢🐢🐢
"Khana!" Khana menghembuskan nafas lelah.
"Apaan?" Matanya menatap malas pada Ana yang tengah berlari menghampirinya. Di tangan kanannya menggantung paperbag berwarna maroon.
"Gue ada kabar baru." Ucapnya dengan terengah-engah.
Khana berdecak kesal. "Bisa nggak sih, lo kalau manggil gue nggak usah pakai teriak. Lo itu dokter, malu sama pasien. Udah tua juga masih banyak tingkah."
"Wah!" Ana menatap sinis sahabatnya itu. "Emang ya, mulut lo agresif banget. Hah! Untung gue kebal sama mulut lo yang bau cabe itu."
"Serah." Khana berjalan pergi meninggalkan Ana.
"Woe! Tunggu elah." Wanita itu berusaha menyamakan langkahnya. "Nanti malem ada pesta penyambutan. Lo dateng?" Tanyanya.
"Pesta apaan?" Tanya Khana balik.
"Mas Abyasa." Cicit Ana.
"Oh. Setan udah dateng?" Tanya Khana cuek.
"Heh, setan pala lo. Nggak inget lo dulu cinta mati sama dia, hah?" Ana menggeplak punggung Khana keras.
"Aduh, sakit bego! Ya itukan dulu. Gue kan udah move on." Jawabnya sembari mengelus punggungnya yang perih.
"Hilih prit. Move on katanya." Ejek Ana.
"Lo nggak percaya?" Mata Khana menyipit, menatap temannya tajam.
"Enggak lah. Mulut lo doang yang bilang move on, tapi hati lo kagak." Wanita itu melenggang pergi meninggalkan Khana sendiri.
"Elah, tungguin! Hobi banget di kejar." Khana berlari berusaha menyamakan langkahnya. "Atas dasar apa lo ngomong kayak gitu, hah?" Lanjutnya saat ia berhasil menyejajarkan langkahnya.
Ana menghentikan langkahnya, menatap Khana dalam sembari memegang kedua lengannya. "Terus kalau lo udah move on, kenapa barang-barang pemberian Mas Abyasa masih lo simpen di kamar lo? Kalau lo udah move on, kenapa nomot Mas Abyasa di kontak lo masih lo simpen?"
"Gue kan-"
"Kalau lo udah move on, kenapa nama Mas Abyasa di kontak lo masih sama, Mas Asa?"
"Itu kan-"
"Kalau lo udah move on, kenapa setiap pulang kerja lo selalu lewat depan rumahnya, padahal arahnya berlawanan sama arah lo pulang?"
Skak mat!
Khana kini tak mampu berkata-kata lagi. Seluruh tembakan Ana berhasil menghujam hatinya. Untuk sejenak Khana terpaku pada fakta yang Ana sebutkan tadi. Sebegitu kentarakah dirinya?
"Tapi kan gue udah berusaha move on. Gue udah nggak kontakan lagi sama dia. Gue udah nggak kepoin lagi sosmednya. Gue juga udah berusaha ikhlasin dia." Bela wanita itu.
Ana menghembuskan nafas lelah. "Move on itu bukan tentang seberapa cepat lo melupakan. Tapi, seberapa besar kemauan lo untuk move on." Ana menyilangkan tangannya di depan dada. "Gue tau lo dari dulu udah mencoba move on. Gue tau seberapa besar usaha lo untuk move on. Tapi, kalau dalam hati lo menolak untuk melupakan doi, lo bisa apa?" Tambahnya.
Khana tertegun sejenak. Apakah ini berarti bahwa usahanya selama ini sia-sia saja?
"Gue tau, selama enam tahun ini lo udah berusaha sekuat tenaga buat move on. Lo udah melakukan segala upaya buat ngelupain dia. Tapi, saran gue, cobalah berbicara sama hati lo sendiri, cobalah berdamai sama hati lo sendiri." Ana menepuk lengan Khana pelan, detik berikutnya wanita itu meninggalkan Khana sendiri bersama lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH MASA GITU?
Teen FictionDoctor Series 2 Perjuangan Khana selama 5 tahun untuk move on rasanya hancur lebur saat sosok yang ingin dilupakannya itu tiba-tiba muncul kembali. Dinding pembatas yang ia bangun sejak 5 tahun lalu sepertinya mulai runtuh satu persatu. Apalagi sang...