//Chapter 4: Sweet Manggo//
Please, don't read and run. One vote not kill you, baby. Trust me :)
🍂
"ALVINO!"
Alvi menutup sebelah mata dengan wajah meringis setelah mendengar teriakan di dalam telepon. Belum lagi telepon diangkat dalam posisi sedang di loudspeaker. Detik selanjutnya, telepon berubah menjadi panggilan video. Alvi menelan air putih dingin yang baru diminumnya, baru setelah itu menerima panggilan dari Ibunda tercintanya.
"Aku nggak budek." Alvi memasang wajah mencibir setelah wajah Bunda muncul dilayar ponsel.
"Kemana aja kamu baru anggkat telepon, hah?" Bunda melotot galak.
Oh, jangan berpikir kalau Bunda tidak pernah lagi memarahinya. Meski jarak mereka terpisah bermil-mil meter, tapi Bunda tidak pernah absen mengomeli Alvi tentang apapun. Hal yang tidak terlihat seperti baju kotor yang diletak sembarang dikamar mandi atau cucian piring yang dibiarkan menumpuk di wastafel, entah darimana Bunda tahu semuanya. Alvi sempat berpikir ada cctv tersembunyi di apartemen ini.
"Habis mandi, Bun." jawab Alvi jujur.
"Jam berapa sekarang?" tanya Bunda.
Alvi mengetuk ponselnya hingga jam dilayar atas ponselnya terlihat, "Jam delapan." lalu duduk dimeja makan, membuka buah jeruk yang dibelikan Lula dua hari lalu.
"Bagus!" Bunda memekik diujung sana, "mandi apa malam begini Alvino. Mandi junub?" sembur Bunda. Mendengar itu Alvi hampir menelan biji jeruk kalau saja tidak langsung dimuntahkannya.
"Astagfirullah, aku anak baik Bunda. Alula belum mau diajak—"
"Sampe macam-macam kamu sama anak gadis orang, Bunda sendiri yang sunat kamu!" sela Bunda mengancam.
"Aku masih waras, Bun." Alvi mendengus pelan, "dan juga, aku belum mau dipecat jadi calon menantu oleh kedua calon mertua aku." katanya santai, kalem, dan seenak udelnya saja.
Sebelumnya, Alvi memang sudah bercerita mengenai hubungannya dengan Lula pada Bunda. Respon Bunda? 'Pasti Alula tutup mata pas nerima kamu.' Bunda tidak tahu saja bagaimana perjuangannya untuk sampai sejauh ini.
"Gaya kamu." Bunda memasang wajah mencibir, "jadi kapan kalian tunangan?"
Uhuk!
Alvi tersedak biji jeruk. Tersangkut ditenggorokan bukan langsung masuk ke dalam perut, membuatnya berlari menuju dispenser mengambil air putih dan segera meneguknya. Mengalirkan biji jeruk itu ke dalam perutnya.
"Apa tadi— tunangan?" tanya Alvi setelah kembali ke meja makan.
Dilayar ponsel Bunda mengangguk, "Iya, supaya terikat. Walaupun ibaratnya itu masih gladi resik." kata Bunda santai.
Alvi menopang dagu, "Bunda tahu nggak kalo aku ini baru tamat SMA?"
"Nggak ada yang bilang kamu baru tamat SD."
Alvi hampir saja melempar ponselnya, "Ya nggak gitu juga. Maksudnya, aku bahkan belum ada pekerjaan, belum mapan. Yang ada aku ditolak mentah-mentah. Duit masih minta orang tua aja belagu mau ngikat anak orang—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A: Goodbye Memories
Ficção Adolescente[SEQUEL HELLO A] Hubungan mereka masih baik-baik saja hingga kelulusan SMA. Saat tahun pertama masuk kuliah di universitas berbeda, ada sesuatu yang salah. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau badai kali ini luar biasa. Bukan hanya Alula...