Beautiful Laugh

716 105 69
                                    

//Chapter 5: Beautiful Laugh//

Ps: Dengerin deh lagu di mulmed.

Mengenai kasus covid-19, sekolah kalian libur nggak? Wkwk XD

🍂

"Di umur delapan belas tahun ini kamu... mau tunangan?"

Lula sempat terdiam beberapa saat. Memandang Alvi dengan sorot tidak terbaca. Detik berjalan ke angka lima, senyumnya melebar dan tawa kecilnya pecah begitu saja, berbaur diantara bisingnya suara manusia lainnya. Satu tangannya menompang dagu. Matanya menatap Alvi lurus.

"Tiba-tiba?" Lula bertanya, masih dengan senyum heran dibibirnya.

Garis wajah Alvi yang tadi mendadak tegang kini perlahan mengendur. Satu alisnya terangkat bingung, "Hm?"

"Kamu," Lula menjeda, "kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?" lanjutnya.

Sadar sejak tadi susah payah menghirup udara, Alvi menarik napas dalam lalu meloloskan dengan kuat. Tubuhnya mendadak tegang ketika pertanyaan aneh seperti tadi lolos dari bibirnya. Jantungnya mendadak ketar-ketir menunggu jawaban Lula. Semua ini karena Bunda. Jika saja Bunda tidak membahas masalah tunangan hingga masuk ke pikiran bawah sadarnya, ia tidak mungkin bertanya seperti tadi.

Namun, secara tidak sadar, hati kecil Alvi juga penasaran. Apa perempuan itu mau bertunangan di umur delapan belas tahun?

"Pengen tau aja," Alvi membuang pandang ke sembarang arah seraya mengusap tengkuk salah tingkah. Bukan. Bukan pada pertanyaan Lula, melainkan pada tatapan Lula yang menyorotnya begitu ... cute? Ia selalu kesulitan mengatur gerak setiap kali Lula menatapnya. "Kamu bisa nggak jangan natap aku gitu banget?" Alvi berdeham, mengusap tenggorokannya.

"Gitu banget?"

Ya elah, pake nanya lagi. "Aku lemah, Ul." Alvi memasang wajah nelangsa, "aku lemah setiap kali ditatap kamu." sambungnya dengan wajah merengek.

Lula melotot, "IH LEBAY BANGET!" pekiknya sembari bergidik geli. Seperti baru saja mendengar sesuatu yang begitu menjijikan.

"Hahaha."

"Malah ketawa!"

"Huhuhu." Alvi memasang wajah menangis tersedu-sedu hingga kedua matanya menyipit.

Lula mendelik kecil, "Dih, biar apa?"

"Biar nggak ketawa. Jadi nangis aja." jawab Alvi, lalu wajahnya kembali dibuat merengek, bibirnya manyun, "huhuhu..." isaknya dibuat-buat. Punggung tangannya mengusap mata berkali-kali.

Lula mengulum bibirnya, menahan diri agar tidak tertawa. Ekspresi Alvi menggelitik perutnya, "Ih, jangan gitu!" jangan buat aku ketawa sekarang, aku mau ngambek sebentar.

"Huhuhu... aku nggak boleh ketawa... huhuhu."

"Boleh. Kamu boleh ketawa." Lula menyerah, matanya mengedar melihat sekeliling dimana orang-orang mulai mencuri lihat ke arah mereka. Melihat Alvi lebih tepatnya.

Alvi berhenti merengek, namun bibirnya tetap manyun dengan wajah innocent, "Beneran?" tanyanya sembari memasang puppy eyes.

Hello A: Goodbye MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang