Hari ini, akhirnya aku bisa masuk ke sekolah. Tentunya aku sangat senang. Dengan masker dan Hoodie jaket yang baru saja ku beli, aku memasuki kelas Bilqis. Aku datang terlalu pagi, tapi itu memanglah rencananya.
Aku kemudian meletakkan sebatang coklat dengan pita, dan sebuah catatan di laci mejanya. Bintang mengajariku banyak cara untuk mendekati Bilqis, tetapi karena Bilqis sudah punya pacar, tentu cara mendekatinya pun sulit. Sungguh, bukannya aku bermaksud menikung, tetapi aku juga ingin turut serta dalam membuatnya tersenyum.
Dear pacar Bilqis, jika pada akhirnya Bilqis berpaling darimu dan lebih memilih diriku, jangan salahkan aku. Salahkan dirimu, yang tidak bisa membuatnya tersenyum bahagia seperti caraku.
Aku lalu melangkahkan kakiku, keluar dari kelas yang merupakan kelas bidadari itu. Aku berjalan menuju lantai tiga, kelasku berada. Di tangga, aku melepas jaketku, dan maskerku, hal ini bertujuan supaya orang-orang tidak mengetahui, siapa orang yang memberikan Bilqis cokelat.
Sesampainya di kelas, kulihat teman-temanku tengah bersandar pada tiang pembatas. Wah, pagi-pagi gini datang, pasti pengen nyalin tugas, nih. Tipikal, lelaki orang yang begitu.
"Tumben datang pagi, mau nyalin tugas?" tanyaku pada mereka, mereka lalu tersenyum dan menatapku dari atas ke bawah.
"Mau nobar kompilasi jumpscare, nih!" ucap Angga mengeluarkan hp miliknya sembari tertawa jahat.
"Dark, joke elo, Bro." Aldi menampol pundak Angga.
"Yah, lupain aja, kami mau ke kelas 10, bantuin si Angga nyari cewek, nih." Rayi tertawa. Angga adalah orang yang paling lama sendiri di antara kami. Diftha juga begitu, yang membedakan hanyalah Diftha yang disukai puluhan cewek.
Aku menatap Angga. "Beneran, nih?"
Angga memukul lengan Rayi. "Percaya Rayi, lebih parah daripada percaya setan."
Aku tertawa. "Terus mau ngapain?"
"Mau main basket nih. Para jomblo ini mau caper sama adek kelas." Diftha memasukkan kedua tangannya ke kantung celananya.
Wah, basket. "Gue ikut."
Mereka pun berjalan menuju tangga, tetapi mereka berubah haluan menuju lift, karena malas rasanya turun dengan tangga.
"Elo jangan ikut main, yak, Azka?" Aldo menepuk pundakku. Aku paham ia khawatir denganku, tetapi aku tidak suka keinginanku dihalangi. Maaf, egoku tinggi.
"Gue ikut main. Gue mainnya tenang, kok." Aku berusaha membujuk mereka agar mereka mengijinkanku ikut bermain.
"Ya, sudah, tapi kalo capek, ngomong." Rayi menatapku tajam.
"Iyeiye."
Kami mengambil bola basket dari ruang olahraga, lalu bermain. Entah mengapa, aku merasa mereka tengah membicarakan sesuatu. Kulihat mereka tengah berbisik-bisik.
"Oke, timnya, gue, Azka, sama Diftha. Aldi, Aldo, Angga musuh. Oke?" Rayi mengumumkannya. Benar pemikiranku, mereka merencanakan sesuatu. Rayi dan Diftha mengikuti ekskul basket, mungkin mereka merencanakan ini agar aku tidak terlalu kelelahan. Yah, aku tak begitu peduli, intinya aku akan bermain.
Di antara mereka semua, mungkin aku lah yang paling buruk dalam permainan basket, dikarenakan aku tidak boleh terlalu memaksakan diri, dan harus menghemat energi. Sementara, yang lain bebas menggunakan energi mereka.
Kulihat, beberapa cewek memutuskan untuk duduk di kursi yang tersedia di sepanjang lapangan basket. Salah satu dari mereka adalah pacar Aldo, Mila. Cewek dengan pipi tembem, dengan rambut sebahu, dan tubuh yang pas untuk ukuran cewek pada umumnya, tingginya lebih rendah daripada Rahim yang 173 cm.

KAMU SEDANG MEMBACA
AZKA
Ficção AdolescenteBercerita tentang Azka yang selalu disia-siakan dalam hal cinta. Terkadang, ia penasaran, bagaimana rasanya cinta sejati? Dirinya kemudian bertemu Bilqis Salsabilla, yang merupakan cewek mungil dari ekskul tari. Azka merasa bahwa tarian Bilqis bisa...