Chapter2. Senja

97 34 13
                                    


"Biarkan aku tetap di sini. Menanti kepastian yang tak  kunjung datang"
***

Suasana Kantin sangat ramai. Banyak gerombolan anak kelas dua belas, sebelas dan sepuluh yang tengah berkumpul asik dengan di temani makanan masing-masing.

Satu Batagor, satu bakso, satu nasi goreng dan tiga jus jeruk datang ke meja 02 yang saat ini sedang di tempati oleh Viona, Kenny dan juga Ervan.

Pada hari ini tepatnya kamis. Kenny lebih banyak membuka topik pembicaraan dari pada Ervan yang biasanya lebih banyak mendapatkan topik pembicaraan, walaupun ada topik pembicaraan yang tidak masuk akal seperti Pak Tono akan menjadi jodoh Si Tuti dan lain sebagainya.

"Tumben kudanil kaga banyak omong. Kesambet setan apa lo Van" ujar Kenny.

Ervan bergeming, ia menatap seorang gadis berambut coklat dengan lesung pipi di meja 01. Ervan terlihat sangat tertarik dengan pesona gadis itu sampai-sampai tidak menghiraukan ocehan Kenny dan Viona sedari tadi.

"Eh. Gw ke sana dulu ya. Lanjut aja ceritanya gw ke sana dulu" ujar Ervan dan langsung melangkahkan kakinya menuju gadis itu.

Ervan menatap gadis itu, dan mulai mengulurkan tangannya.

"Boleh kenalan" ujar Ervan tiba-tiba.

Gadis berambut coklat itu tersenyum singkat dan mengangguk.

"Ervan Dirgantara kelas XII ips3. Kalau lo?" tanya Ervan.

Gadis itu menerima uluran tangan Ervan.

"Almeta Wulandari XII Bahasa 2" ucap gadis bernama Almeta.

"Ouh anak bahasa" ujar Ervan.

itulah pembicaraan Ervan dan gadis bernama Almeta yang membuat Viona mendadak tak nafsu makan. Dadanya terasa sesak, ia berusaha tersenyum melihat sahabat sekaligus orang yang ia cintai tengah bahagia bersama gadis lain.

"Ken. Ke kelas yu" ajak Viona dengan mata yang agak memerih.

"Ayo. Tumben lo ngga tungguin Ervan" tanya Kenny.

"Ngapain nungguin tu anak. Liat aja tu orangnya juga lagi pdktan sama cewe seangkatan" jawab Viona dan langsung pergi mendahului Kenny.

Kenny yang tau perasaan Viona yang berharap lebih pada Ervan hanya menghembuskan nafas berat dan mulai berjalan menyusul Viona.

***

  Bel tanda pulang sudah berdering dari 7 menit yang lalu. Viona menatap kosong dan penuh kesedihan ke arah dua orang yang membuat dadanya menjadi sesak seketika.

Suasana di aula sekolah semakin sepi. Viona berjalan dengan langkah yang begitu hampa. Ia menahan rasa kecewa yang begitu berat karena Ervan lebih memilih berduaan dengan Almeta yang jauh lebih seksi dan cantik dari pada mengantar Viona pergi ke gedung olahraga untuk persiapan turnamen badminton yang di adakan dua bulan mendatang.

"Hey" sapa seorang dari arah belakang.

Viona sedikit menoleh dan mendapati sosok yang familiar di penglihatannya. Cowo berbadan tinggi, beralis tebal, berbulu mata lentik dan memiliki senyum hangat. Cowo itu adalah Arga Anggara.

Rintik Hujan Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang